Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menyisakan Gaji vs Menyisihkan Gaji: Ini Adalah Tentang Perilaku
20 Maret 2023 13:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Syaiful Syabab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Gaji itu ketika seorang karyawan menerima upah dari perusahaan atau tempat dia bekerja. Sudah nge-list apa aja yang akan dibeli? Atau ke mana tujuan tempat wisata yang akan dikunjungi sebelum ramadhan tiba atau jalan-jalan keliling kota sambil kulineran.
ADVERTISEMENT
Alasan yang kuat untuk membenarkan keputusan ini adalah self reward setelah satu bulan penuh bekerja pagi hingga sore. Uang sebagai alat tukar untuk mendapatkan itu semua mempunyai karakter yang gesit dan licin. Jika kita tidak pintar menyimpannya uang bisa lari tak terkontrol meninggalkan kita hanya disebabkan anggaran konsumsi yang berlebihan. Astaghfirullah.
Membahas tentang gaji atau penghasilan erat kaitannya dengan belanja. Anehnya keinginan untuk berbelanja selalu seputar keinginan (wants). Kenapa bukan kebutuhan? Rangsangan ini muncul dari pola pikir yang dikirim ke bentuk perilaku seseorang.
Karena itu, hampir disaat menerima gaji yang kita pikirkan adalah "mau belanja apa" atau "shopping di mana". Coba kita renungkan apakah hal itu sering kita lakukan. Selamat! Bagi kalian yang tidak merasakan hal ini. Berarti kalian termasuk orang yang minoritas pemikiran.
Selain faktor alamiah kita sebagai manusia yang tidak akan pernah ada rasa puas. Ingin itu, ada lagi barang baru ingin beli. Kita juga sering tergoda dengan iklan produk yang saat ini kemunculannya sudah tidak bisa diprediksi. Kira-kira seperti ibu-ibu nge-sent motor di jalan yang lurus tapi tidak berbelok-belok.
ADVERTISEMENT
Sekarang kita coba cari platform apa yang tidak ada iklannya. Mulai dari platform berbasis web maupun aplikasi juga sama. Bahkan jika kalian saat ini sudah tidak baca berita online hanya karena risih dengan banyaknya iklannya, kita mengalami hal yang sama.
Cek dan ricek ternyata sekarang ada fenomena Fear of Missing Out (FOMO) artinya ketakutan kehilangan momen, ketinggalan tren, dan ingin selalu up to date. Baru-baru ini istilah ini begitu familiar. Cuma sayangnya kalian hanya membaca artinya saja tapi belum bisa mendalami maknanya.
Buktinya kalian masih sedikit yang mikir bagaimana cara mengatur gaji di awal bulan bahkan cenderung menunggu sisa gaji untuk disisihkan. FOMO seolah semakin dekat dengan adanya media sosial. Otak kita digempur dengan puluhan iklan yang dilihat setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Kita saat ini tidak membahas seberapa besar gaji atau penghasilan yang diperoleh. Melainkan seberapa persen kemampuan kita menyisihkan gajinya sekian persen untuk keperluan yang jauh lebih besar manfaatnya di masa mendatang.
Setidaknya kita anggap uang yang akan kita sisihkan untuk masa pensiun, dana darurat, investasi obligasi pemerintah, nyicil properti dan lainnya. Toh sebenarnya kita tidak membutuhkan satu alasan untuk menyisihkan.
Jika tidak bisa menyisihkan karena tidak punya motivasi maka wajib kita punya alasan. Semisal begini, mau menyisihkan sepuluh persen gaji untuk beli emas logam mulia atau dana darurat. lho itu kan tetap dibelanjakan to? Betul memang uang yang disisihkan itu dibelanjakan pada produk yang punya nilai manfaat di masa depan.
ADVERTISEMENT
Perilaku ini tidak gampang terutama bagi yang masih tidak mengenal Pendidikan keuangan apalagi mendisiplinkannya. Gaji yang telah disisihkan menjadi proteksi bagi kita jika terjadi sesuatu yang mendesak. Hal ini lazim disebut dengan dana darurat.
Sayangnya saya sudah punya asuransi pemerintah, Mas. Jadi udah gak butuh asuransi. Uang yang disimpan di rekening juga tidak akan hilang. Dia akan tetap setia menunggu untuk ditambah lagi. Ketika waktunya tiba siap untuk digunakan. Rekening itu nantinya akan menjadi sebuah rapor kita di dunia nyata.
Menyisihkan gaji baiknya berapa persen gaji, Mas? Tidak ada aturan baku dalam hal ini. Jika tidak percaya silakan cek di undang-undang. Tentu setiap orang akan berbeda-beda besaran gaji yang diterimanya. Ada yang dua satu digit atau dua digit.
ADVERTISEMENT
Itu semua tergantung dengan kemampuan kita. Bisa menyisihkan sepuluh persen, dua puluh persen atau tiga puluh persen. Silakan. Poin utamanya adalah uang yang disisihkan ini jangan pernah digunakan untuk keperluan yang sifatnya konsumtif apalagi hanya karena rasa gengsi.
Sekali lagi jangan. Buatlah perjanjian diri sendiri. Bahwa uang ini hanya bisa digunakan ketika keadaan darurat dan mendesak. Ingat, keadaan darurat dan mendesak saja. Gaji yang disisihkan harus di awal atau setelah menerima gaji langsung disisihkan. Dan lebih bagus lagi jika ada rekening terpisah. Rekening operasional setiap bulan dan rekening uang tempat menyisihkan gaji.
Cobalah untuk disiplin dengan angka kecil sebagai permulaan. Cobalah sepuluh persen terlebih dahulu. Jika enam bulan kemudian kamu bisa melakukan dengan baik dan disiplin. Bisa ditambah persentasenya menjadi lima belas persen atau dua puluh persen begitu pula seterusnya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya kamu akan menemukan persentase yang cocok dan sesuai dengan besaran gaji yang diterima kemudian dikurangi kebutuhan setiap bulannya. Cek juga selama enam bulan itu terpakai atau tidak? Jika terpakai sebagiannya karena khilaf (bukan investasi atau darurat) melainkan karena gengsi, maka kamu harus mengganti uang itu seutuhnya setelah digunakan kecuali terpakai pada keadaan yang telah disepakati tadi.
Keadaan semacam ini akan membuat kita lebih rapi menyusun anggaran kebutuhan bulanan. Kebutuhan pokok, hiburan, dan gaya membelanjakan uang. Mau tidak mau kita akan dituntut belajar menulis anggaran kebutuhan, mengevaluasi belanja dan menurunkan ego serta gengsi. Akan dituntut lebih realistis pada belanja.
Karena ada rasa pengendalian diri. Membelanjakan yang memang menjadi prioritas diri. Lebih memfokuskan pada fungsi bukan karena ikut tren viral media. Ingatlah bahwa menghabiskan uang itu jauh lebih muda dibanding mendapatkan uang. Sebenarnya ini perilaku menukar waktu. Menunda kesenangan saat ini ke masa depan.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan ini tidak perlu dipikirkan secara logika tapi pada akal sehat yang berkaitan dengan tindakan keseharian. Membentuk kebiasaan disiplin menyisihkan uang. Berbicara soal uang kita pandai memainkannya. Uang Hanya alat tukar. Yang punya ide untuk menukar adalah kita sendiri.
Berpikirlah untuk menyisihkan gaji bukan menyisakan gaji. Menyisihkan uang sebagian gaji perilaku yang dilakukan di awal setelah menerima gaji (sebelum adanya belanja) sedangkan menyisakan gaji melihat berapa uang yang tersisa setelah dibelanjakan sebulan penuh. Kapan yang cocok memulainya? Ya saat ini. Selamat mencoba semoga berhasil sukses luar biasa.