Fenomena Tren Ateisme di Negara Religius Agama

Muhammad Yasir (Cak Yasir)
Saya adalah seorang Mahasiswa di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Konten dari Pengguna
12 Desember 2021 16:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Yasir (Cak Yasir) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: https://www.shutterstock.com/id/image-vector/atheism-word-cloud-isolated-on-white-1787975624
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: https://www.shutterstock.com/id/image-vector/atheism-word-cloud-isolated-on-white-1787975624
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seolah menjadi sebuah tren, akhir-akhir ini jumlah ateis meningkat. Bukan hanya di Indonesia bahkan peningkatan jumlah ateis terjadi di negara Timur Tengah. Banyak hal yang menjadi faktor pemicu. Apa yang menjadi penyebab dan pendorong semakin banyaknya jumlah ateis? Bagaimana posisi ateis dimata hukum Indonesia? Dan bagaimana seharusnya kita menaggapi hal tersebut? Berikut merupakan tulisan untuk menjawab hal tersebut yang saya tulis berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh Tokoh Akademis Dr. Ade Armando, M.Sc. dan Tokoh Pemikir Islam Akhmad Sahal yang saya petakan menjadi beberapa poin.
ADVERTISEMENT
Ateisme Anti Tuhan
Belakangan ini pada kalangan pemuda banyak yang suka dengan gagasan-gagasan ateisme dan agnotisme terutama pada kalangan mahasiswa atau pemuda yang belajar sains, sebenarnya tren ini bukan hanya di Indonesia melainkan tren Ateisme ini juga meningkat di negara Timur Tengah pada kalangan muda sebagai bentuk kecewa meraka terhadap agama resmi yang banyak menampilkan kekerasan. Istilahnya adalah radikalisme yaitu tindakan menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, karena kecewa dengan kenyataan yang ada, mereka menolak agama tersebut. Yang kedua adanya tren belajar sains dengan mengeksplorasi pemikiran secara mendalam dan meraka melihat pada agama resmi bahwa paham teologinya (ketuhanan) tidak mampu menjawab pertanyaan sains yang mereka ajukan. Misalnya soal evolusi manusia,penciptaan alam semesta, dan lain-lain. Yang ketiga ada juga yang terpengaruh dengan pandangan-pandangan mutakhir dalam ateisme yang memberikan argumen yang meyakinkan dengan argumen bahwa kenyataan saat ini tidak memerlukan Tuhan. Jadi dari hal ini dapat disimpulkan bahwa ateisme tidak bisa disederhanakan sebagai anti tuhan tapi juga bisa berarti bahwa tuhan itu tidak penting atau tidak ada dalam isu mereka yang biasa disebut dengan agnostisisme.
ADVERTISEMENT
Ateisme menandakan sebagai protes terhadap agama resmi, kemudian meraka mengkaitkannya dengan masa lalu ketika zaman moderitas pertama kali muncul pada abad 18 Masehi. Modernitas muncul setelah Eropa dihantui oleh perang agama selama tiga puluh tahun antara Protestan dan Katolik yang membuat mereka trauma akan hal tersebut. Maka kelompok ateisme mengganggap bahwa hal yang ada di dunia ini hanya cukup dijelaskan dengan sains dan ilmu pengetahuan.
Apakah Seorang Ateis dapat hidup di Indonesia?
Nah dari sini timbul pertanyaan besar, apakah boleh di Indonesia yang dikenal dengan negara religious beragama menganut ateisme?. Orang selalu memakai argumen dengan Pancasila yaitu pada sila pertama “Ketuhanan Yang maha Esa”, maka ateis tidak ada tempat di Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini dikutip dari salah satu tulisan KH. Agus Salim dalam bukunya untuk Kementrian Agama Republik Indoensia tahun 1950-an dia berpendapat “di tengah-tengah negara Indonesia yang berdasarkan pancasila dimana sila pertama adalah Ketuhananan Yang Maha Esa, apakah orang yang berkeyakinan tentang tuhan itu tidak ada atau tuhan itu lebih dari satu atau banyak boleh hidup di Indonesia?” jawaban beliau sangat tegas “Boleh dan pasti!” kenapa?;
Pertama, karena Indonesia berdasarkan konstitusi modern yang sangat menghargai kebebasan berkeyakinan, jadi asalkan orang menyakini ateisme atau politeisme selama tidak mengganggu kehipuan publik dan tidak menimbulkan keonaran dalam masyarakat maka boleh mengakui dirinya seorang ateisme. Dan yang menarik KH. Agus Salim juga memakai argumen islam untuk menegaskan bahwa ateisme itu sah ada, artinya meraka punya hak hidup yaitu tidak ada paksaan dalam agama dan kita tidak bisa memaksa orang lain untuk beriman seperti kita karena iman itu bergantung kepada hidayah dari Tuhan.
ADVERTISEMENT
Pendapat kedua yaitu tokoh politisi Indonesia Bapak Mahfud MD, beliau menyebutkan bahwa ateis dan komunis boleh hidup di Indonesia asalkan tidak mengkampanyekan dan menyebarkan paham ateismenya, jadi mengaku ateis saja itu boleh tapi beliau menegaskan bahwa ateisme bukan berarti tidak melanggar pancasila, tapi ateis itu tidak bisa dihukum kerana kita tidak mempuyai UUD untuk menghukum seorang ateis.
Yang boleh dihukum itu jika orang melanggar undang-undang misalnya melanggar undang-undang KUHP, tapi masalah ateisme tidak ada UUD yang bisa menghukum seorang ateis dengan syarat tidak boleh menyebarkan dan mengkampanyekan paham ateisnya. Namun ketika menyebarkan paham ateismenya maka hukuman tersebut akan dilaksanakan seperti kasus Alaxander Aan yang dikuhum 2,5 tahun atas pembentukan grup ateisme dan menyebarkan pahamnya di Facebook pada tahun 2012.
ADVERTISEMENT
Ateis Bukan Berarti Amoral
Salah satu sinisme kaum ateis terhadap kaum agamawan yaitu selalu menganggap bahwa terorisme, radikalisme dan lainnya itu penyebabnya adalah Agama, jadi meraka menganggap bahwa agamalah yang menjadi dasar masalah segala kekerasan, teroris dan sebagainya meskipun ada yang menjelaskan siapapun bisa melakukan hal tersebut bukan hanya dari agama saja, tapi kenyataannya bayak gerakan seperti itu dengan mengatasnamakan agama, sehingga mereka menganggap bahwa agama itu merupakan sebuah ancaman. Tapi dari sisi agamawan mereka menganggap bahwa jika kaum ateisme itu berkuasa mereka akan menghabisi kaum beragama, sebenarnya ada basis historis tapi itu juga terbatas dalam artian tidak dapat menjelaskan semua atau kurang kompleks, seperti kasus anti otoritas gereja di Prancis, namun lebih kompleks isunya dari apa yang dinarasikan tengtang konflik itu selama ini.
ADVERTISEMENT
Banyak yang beranggapan bahwa orang ateis hidupnya tanpa moralitas, padahal tidak demikian, justru jika kita melihat sejumlah pemikir ateis yang betul-betul bergulat dengan tema ketuhanan, banyak kalangan ateis tanpa mereka sadari mereka itu selalu memikirkan tuhan saja, jadi terobsesi dengan tuhan tapi kecewa dengan penampilan orang yang bertuhan disekitarnya. Orang-orang yang tidak beragama juga hidup dengan bersih, jujur, anti penindasan, tidak korupsi semata-mata kerana alasan kemanusian. Hal ini juga sesuai dengan filsafat humanisme, salah satu filsafat modern yang juga menjadi salah satu pilar modernitas. Humanisme percaya dengan manusia sebagai pusat, jadi manusia inilah yang menjadi pusat bagi kenyataan semesta, karena itu manusia harus bertanggung jawab terhadap kehidupannya, sehingga menjadikan hidup ini baik untuk semua orang. Jadi bagi kaum ateisme justru dalam hidup ini harus bermoral karena tidak ada tuhan untuk menuntut mereka, karena ateisme sendiri menyakini bahwa hidup ini hanya sekali, oleh karena itu mereka mencoba menciptakan surganya di dunia dengan moral dan kebaikan.
ADVERTISEMENT
Kalangan agamawan harus menyambut tren ateisme sebagai sebuah tantangan dalam arti positif untuk memikirkan ulang konsep keagamaan yang sudah dianggap mapan, misalnya soal takdir, kayakinan tentang penciptaan alam, dan seterusnya. Bagaimana konsep keagamaan itu jika dihadapakan dengan perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan itu seperti apa, sehingga mereka dapat merumuskan pemahaman keagamaan menjadi lebih canggih. Sehingga orang yang belajar sains menggap ilmu dan agama itu relevan atau bahkan meraka menggap bahwa imu agama itu lebih dari ilmu sains.
Ada sebuah ungkapan menarik dari serang pemikir islam yaitu Ahamad Wahib (1942-1973) yakni:
“Bagi kita, Teis dan Ateis Kristiani bisa bercanda, artis dan elit bisa bergurau. Kafirin dan Muttaqin bisa bermesraan. Tapi, Pluralisme dan anti pluralism tak bisa bertemu”.
ADVERTISEMENT
Ateis Adalah Sebuah Ancaman?
Ada satu buku dari seorang pastur yang bernama Prof. Dr. Louis Leahy yang menulis buku yang berjudul "Aliran-Aliran Besar Ateisme", buku ini bisa dijadikan pandangan bagaimana teis merespon pemahaman ateis. Jadi Prof. Leahy mengungkapkan ateisme ini dari berbagai latar belakang filsafat, ada penjelasnnya berdasarkan filsafat sosial seperti komunisme, berdasarkan filsafat alam, berdasarkan positivisme, dan lainnya. Hal yang menarik adalah Leahy sebagai seorang pastur untuk tidak setuju dengan ateisme dia belajar ateisme dari sudut pandang ateisme sendiri, kemudian tantangannya sebagai pastur, bagaimana iman Katoliknya mempertahankan diri dari serangan argumen-argumen ateisme dengan merumuskan pandangannya, meskipun akhirnya dia membuat kesimpuln bahwa semua ateisme itu salah yang benar adalah katolik atau teisme, nah dari ini menurut saya (Akhmad Akil) prosesnya yang sangat menarik, bagaimana jika ini dijelaskan oleh seorang ulama Islam yang menjelaskan hal tersebut dari pandangan ateisme dan mengungkapkan gagasannya tentang agama Islam atau teis dengan ateisme dari berbagai aspek kehidupan. Itu akan menjadi hal yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Ateisme ini merupakan produk modern yang merupakan tantangan bagi kaum beragama, karena kehidupan modern memang dibangun dengan argumen-argumen yang berdasarkan sains. Misalnya ateisme itu dilihat dari sesuatu yang berkaitan dengan sekulerisme dan kemudian orang takut dengan sekulerisme karena memang dari segi pemikiran dan historis mengancam agama, seperti kasus di Prancis yaitu Laicite yang merupakan konsep masyarakat sekuler yang melakukan pemberontakan atau perlawanan dari kaum filosof atau kaum sekuler terhadap otoritas gereja dan bentuknya betul-betul berdarah. Padahal sebenarnaya ada juga jenis sekulerisme yag lain misalnya di Amerika Serikat, bentuk sekulerisme itu pengertiannya bukan anti agama tapi netral agama dalam artian negara tidak mengatur kehidupan beragama masyarakatnya, tapi menjadi tanggung jawab masing-masing individu yang didup dalam masyarakat tersebut.
ADVERTISEMENT
Intinya adalah pandangan terhadap ancaman kaum ateisme dan kaum agamawan dapat dilihat dari sudut pandangnya masing-masing dan tugas kita adalah memaknai hal tersebut dengan cara yang bijak.