Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Rumah: Bangunan Kelabu atau Lautan Debu?
27 November 2021 12:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yvonne Callista tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bukankah penggalan dari lagu “Ibu Pertiwi” hasil ciptaan Ismail Marzuki tersebut telah mendeskripsikan nasib dari Bumi kita dengan sangat indah, meskipun fakta menunjukkan kenyataan yang sebaliknya? Perasaan hampa dan tidak berdaya seringkali melanda bilik-bilik hati kita ketika melihat kondisi Sang Ibu Pertiwi yang sungguh memprihatinkan, sekujur tubuhnya remuk dan hancur di tangan makhluk-makhluk yang ia percaya untuk memegang semua harapannya.
ADVERTISEMENT
Cahaya fajar yang merona diganti dengan jingganya api-api membara, menenggelamkan lautan hijau dengan kehangatan yang meninggalkan luka-luka sengsara. Sinar penuh renjana dari sang matahari menjelang senja berubah menjadi malapetaka yang terbalut dengan keserakahan belaka, melenyapkan cakrawala yang memikul rindu dan pilu dari si rembulan serta harapan milik bintang-bintang yang indah nan berserakan.
Sebagai makhluk hidup penuh rasa, mana belas kasihmu ketika mendengar rintihan angkasa?
Sebagai makhluk hidup yang berperikemanusiaan, apa yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan kembali hutan?
Sebagai makhluk hidup yang tahu akan perasaan sayu, mana rasa pedulimu terhadap Ibu?
Menghidupi kembali lautan hijau milik kami
Bagaikan paru-paru dari planet yang telah menjadi rumah bagi kita semua untuk menemui, mengerti, dan mempelajari makna dari hidup yang sebenarnya, perasaan ingin merawat serta menghargai hutan yang bersemi di berbagai pelosok Bumi sudah seharusnya tersandang di dalam naluriah setiap manusia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008, 28 November telah diresmikan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Desember sebagai Bulan Menanam Pohon Nasional (BMPN). Keputusan ini lahir demi meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya bagi kita semua untuk memulihkan sumber daya alam yang kini hanya menjadi kenangan semata.
Saat ini, hutan yang bersemi di tanah air terbentang seluas 126 juta hektar, menggenggam sebesar 10 persen dari keseluruhan hutan di seluruh dunia. Siti Nurbaya, Menteri dari Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), menyatakan bahwa hutan Indonesia telah menjadi sumber bahan pangan bagi 48,8 juta jiwa yang bersemayam di dalam dan sekitar hutan. Meskipun Indonesia telah berhasil merosotkan laju terjadinya deforestasi sebesar 75,03 persen pada kurun waktu 2019-2020, tetap masih ada 115,46 ribu hektar hutan yang telah lenyap menjadi lautan debu.
ADVERTISEMENT
Fenomena deforestasi hutan tidak hanya memperparah pemanasan global yang telah menyelimuti hampir seluruh permukaan Bumi, tetapi juga menyebabkan kepunahan dari berbagai macam flora dan fauna yang berperan sebagai paru-paru bagi dunia kami. Siti Nurbaya menjelaskan bahwa satu-satunya cara kita bisa memulihkan luka-luka Sang Ibu Pertiwi adalah dengan mengoptimalkan proses penjagaan serta pemulihan fungsi hutan.
Ketika berupaya untuk mendorong terjadinya pergerakan pemulihan hutan, pemerintah cenderung lebih mengutamakan penyebaran informasi yang bersifat pesimistis, seperti hal-hal buruk yang dapat terjadi jika kita tidak merawat lingkungan sekitar dengan baik dan habisnya sumber daya alam yang biasanya digunakan untuk melancarkan kelangsungan hidup manusia. Memang, dengan memulihkan serta menghidupi kembali hutan, kita tidak hanya dapat melestarikan eksistensi dari berbagai macam keanekaragaman hayati, tetapi juga bisa menghasilkan sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk menunjang keberlangsungan dari pembangunan kontinyu. Namun, pendekatan untuk menyosialisasikan pergerakan pemulihan lingkungan serta hutan yang dilakukan oleh pemerintah bukannya meningkatkan perasaan altruis yang hadir di dalam diri setiap anggota masyarakat, melainkan memperparah pemikiran egois masyarakat dengan menyuntikkan rasa takut ke dalam pembuluh darah mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa kita tidak bisa melandaskan pergerakan ini dengan rasa cinta dan peduli?
Apakah pergerakan ini hanya dapat terlaksanakan jika ada rasa takut yang menghantui?
Bukankah sudah seharusnya pemerintah dapat merumuskan visi yang tidak hanya dapat menimbulkan rasa takut di benak masyarakat, tetapi juga memberlakukan berbagai macam misi yang bisa menanamkan rasa kepedulian dan cinta yang tulus di dalam diri setiap putra-putri negeri?
Merawat Bumi seperti merawat diri
Cahaya artifisial dari berbagai gedung pencakar langit memenuhi langit-langit kota, diikuti dengan suara klakson yang menggebu-gebu dan pemandangan lautan hijau yang tenggelam di bawah hamparan samudra abu-abu. Bentangan hutan yang menyimbolkan kehidupan kini hanya menjadi hiasan semata, meniadakan berbagai macam flora dan fauna dari kelestarian mereka yang pelita.
ADVERTISEMENT
Memang rumah kita yang sebenarnya memiliki bentuk seperti apa? Apakah paras dari rumah kita sebenarnya terlihat seperti bangunan kokoh yang kelabu atau malah terkesan seperti bentangan hijau yang telah lama kita biarkan menjadi lautan debu?
Alangkah indahnya jika kita dapat mengembalikan musim semi pada lahan-lahan Ibu Pertiwi yang runtuh di tangan putra-putri negeri.
Alangkah indahnya jika kita semua dapat menanamkan rasa ingin di dalam diri kita untuk merawat hutan sebagaimana kita merawat diri sendiri.
Alangkah indahnya jika flora dan fauna tidak lagi harus mengorbankan nyawa mereka demi memuaskan keserakahan manusia yang tak kenal henti.
Kalau bukan kita yang melindungi serta menjaga hutan, siapa lagi yang akan merangkulnya dengan rasa aman?
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, mari kita mulai belajar menjadi pelipur lara bagi Sang Ibu Pertiwi yang kini sedang menderita dan dekaplah sekujur tubuhnya dengan hembusan penuh cinta.
Selamat Hari Menanam Pohon Indonesia!