Konten dari Pengguna

Aksi Separatisme Gerakan Aceh Merdeka: Efek Dari Ketidakadilan Pemerintah

Camila Isni Ainul Hayah
Camila Isni Ainul Hayah, biasa dipanggil Camila, lahir di Tangerang pada 27 Juni 2005. Merupakan mahasiswa Semester 1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan program studi Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten.
24 November 2024 19:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Camila Isni Ainul Hayah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Camila Isni Ainul Hayah*
f Illustration by writer
zoom-in-whitePerbesar
f Illustration by writer
Sejarah mencatat bahwa Aceh memiliki warisan kebudayaan dan politik yang kuat. Daerah yang dijuluki Serambi Mekkah ini pernah menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara dan memiliki pemerintahan kesultanan yang mapan. Kekayaan minyak dan gas bumi yang melimpah di wilayah ini justru tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak diimbangi dengan pembangunan daerah yang merata menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan separatis ini.
ADVERTISEMENT
Konflik bersenjata yang berlangsung selama hampir 30 tahun telah meninggalkan luka yang mendalam bagi masyarakat Aceh. Ribuan nyawa melayang, infrastruktur hancur, dan trauma tertanam dalam ingatan masyarakat yang merasakan hidup di zaman tersebut. Operasi militer yang dilakukan pemerintah pada saat itu memunculkan trauma yang dalam bagi masyarakat Aceh, meskipun pada praktiknya hal itu dilakukan demi menjaga kedaulatan negara. Namun, sejarah juga mencatat bahwa perdamaian bukanlah hal yang mustahil. Bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 menjadi titik balik yang mengubah konflik berpuluh tahun tersebut. Tragedi kemanusiaan ini membuka mata semua pihak bahwa pertikaian hanya akan menambah penderitaan rakyat. Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada tahun 2005 menjadi bukti bahwa proses berdialog dan berdiplomasi adalah jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik.
ADVERTISEMENT
Memberikan otonomi khusus sebagai daerah dan syariat Islam di Aceh merupakan bentuk hasil kompromi politik yang cerdas. Pemerintah pusat menunjukkan kesediaan untuk mewadahi aspirasi khas masyarakat Aceh, sementara GAM bersedia menghentikan perjuangan bersenjata dan menerima kembali NKRI.
Sembilan belas tahun sejak ditandatanganinya perjanjian Helsinki Aceh telah banyak bertransformasi. Pembangunan infrastruktur dan ekonomi mulai menunjukkan hasil yang positif, meskipun masih ada tantangan yang harus dihadapi. Namun, beberapa aspek masih banyak yang harus diselesaikan. Kesenjangan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan masih menjadi isu yang perlu mendapat perhatian serius. Implementasi poin-poin perjanjian Helsinki juga perlu terus dikawal agar tidak melenceng dari perjanjian awalnya. Yang tidak kalah penting adalah pemulihan trauma konflik yang harus terus dijaga.
ADVERTISEMENT
Gerakan Aceh Merdeka telah mengajarkan banyak hal tentang pentingnya keadilan, dialog, dan kompromi dalam bernegara. Pengalaman ini menunjukkan bahwa kekerasan bukan solusi dalam menyelesaikan perselisihan politik. Indonesia sebagai negara majemuk harus terus belajar mengelola keberagaman dengan bijak, mendengarkan aspirasi daerah, dan memastikan pembangunan yang berkeadilan.
*Camila Isni Ainul Hayah adalah mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.