Konten dari Pengguna

Mengenal tradisi Tedhak Siten di Jawa dan tradisi Hatsu Tanjou di Jepang

Camisha Ramadhani Neldi Putri
Mahasiswa semester 7 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
10 April 2023 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Camisha Ramadhani Neldi Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perayaan Ulang Tahun Anak, Sumber : pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Ulang Tahun Anak, Sumber : pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fase kehidupan manusia di dunia dimulai sejak dia lahir. Banyak kelompok masyarakat yang memandang penting fase tersebut. Kehadiran sang buah hati merupakan suatu anugerah bagi setiap orang tua yang ada di dunia ini. Sang buah hati yang lahir ke dunia merupakan kebanggaan itu sendiri bagi orang tua. Bagi mereka kelahiran bayi perlu disambut dengan menggelar suatu upacara seperti upacara Tedhak Siten.
ADVERTISEMENT
1. Apa itu Tedhak Siten?
Masyarakat di indonesia memiliki upacara pada seorang anak ketika mulai menginjakkan kakinya ke tanah, upacara tersebut bernama Tedhak Siten. Tradisi Tedhak Siten ini merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang berkaitan dengan lingkaran kehidupan manusia. Jika diartikan secara harfiah, Tedhak memiliki arti ‘turun’ atau ‘melangkah’, dan Siten memiliki arti ‘tanah’. Tedhak Siten berarti upacara adat ‘turun tanah’. Tradisi Tedhak Siten biasa dilakukan ketika anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tradisi ini merupakan penggambaran persiapan seorang anak sejak kecil hingga dewasa untuk menjalani fase kehidupannya dengan baik dan benar.
Tradisi Tedhak Siten bersifat anonym karena tidak diketahui pastinya siapa yang mengadakan upacara tersebut pertama kali dan siapa peciptanya. Namun, tradisi ini turun temurun dari masyarakat dulu yang mengadakan tradisi ini. Para nenek moyang melaksanakan upacara Tedhak Siten sebagai bentuk penghormatan kepada bumi yang menjadi tempat pijakan anak untuk mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah yang diiringi oleh doa dari orang tua dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini diawali dengan anak melangkah di pasir yang sudah disiapkan, kemudian kaki nya dibasuh dengan air yang sudah tercampur dengan bunga, lalu anak akan diarahkan untuk melangkah melewati 7 jenang dengan warna yang berbeda. Warna-warna jenang yaitu ada warna merah, putih, jingga, hijau, biru, dan ungu. Biasanya warna-warna ini diurutkan dari yang tergelap ke warna yang terang. Kemudian anak akan diarahkan untuk melewati tangga yang terbuat dari tebu dan masuk dalam kurungan ayam. Di dalam kurungan, terdapat berbagai benda seperti perhiasan, buku tulis, beras, mainan, dan lain sebagainya. Kurungan ayam ini menggambarkan kehidupan nyata yang akan dimasuki oleh anak kelak jika dewasa. Benda yang ada di dalam kurungan nantinya akan diambil oleh anak menggambarkan profesi yang ingin dijalani kelak jika sudah dewasa.
ADVERTISEMENT
2. Apa itu Hatsu Tanjou?
Tidak hanya di indonesia yang memiliki budaya seperti Tedhak Siten, di Jepang juga memiliki budaya yang hampir sama yaitu Hatsu Tanjou(初誕生) . Hatsu Tanjou sendiri ialah perayaan ulang tahun pertama di jepang. Perayaan ini dilakukan dengan cara mendoakan serta meramal masa depan sang bayi, tidak jauh berbeda dengan Tradisi Tedhak Siten. Dalam perayaan Hatsu Tanjou terdapat dua tradisi umum yang dilakukan oleh orang jepang yaitu, Isshou Mochi dan Erabitori.
Mochi, Sumber : pixabay
Tradisi Isshou Mochi ini dilakukan dengan cara menaruh mochi dengan berat 1-2 kg ke dalam tas kecil yang bertuliskan nama bayi yang dipakaikan di punggung sang bayi dan membimbing bayi untuk berjalan atau merangkak menuju orang tua. Namun sudah jarang ditemukannya orang jepang melakukan tradisi tersebut karena dinilai terlalu membebani sang bayi untuk membawa mochi seberat itu. Alternatif yang dilakukan orang tua disana ialah cukup dengan menginjakkan kaki bayi yang beralaskan sandal jerami ke atas mochi seberat 1-2 kg hingga jejak kaki bayi tercetak diatas mochi. Cara ini yang lebih disukai dan tidak akan membebani sang bayi.
Sumber : pixabay
Kemudian tradisi selanjutnya ialah Erabitori. Erabitori berasal dari kata Erabu yaitu memilih dan toru yang berarti mengambil. Dalam tradisi ini sang bayi diminta untuk mengambil serta memilih barang yang dipercaya melukiskan masa depannya. Di dalam tradisi ini barang yang menjadi pilihan untuk sang bayi merupakan barang-barang dengan makna yang baik seperti buku, uang, dan barang-barang lainnya yang dapat disesuaikan oleh permintaan dari keluarga sang bayi. Terlihat dari sisi manapun tradisi Hatsu Tanjou ini sangat mirip dengan tradisi Tedhak siten.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari kedua tradisi ini, tidak hanya prosesnya saja yang sama tetapi maknanya juga sama. Hatsu Tanjou dirayakan agar anak diberkahi dengan banyak barang dan makanan yang cukup seumur hidup. Perayaan yang dilakukan memiliki konsep yang disebut Enman. konsep Enman yaitu kesempurnaan, harmoni, kedamaian, kelancaran, kelengkapan, kepuasan dan integritas. Dari sifat-sifat ini orang tua sangat menginginkan sang anak untuk memiliki sifat-sifat tersebut saat dewasa nanti.
3. Makna tradisi Hatsu Tanjou
Sumber : pixabay
Kemudian dalam tradisi Hatsu Tanjou terdapat maknanya juga seperti tradisi Isshou mochi dilakukan dengan harapan agar sang anak dapat memikul kuat beban hidupnya sendiri di masa depan nanti. Sedangkan tradisi Erabitori dilakukan dengan harapan bahwa ketika sang anak memilih salah satu barang maka barang itu menggambarkan takdirnya di masa depan kelak, misal nya bila sang anak memilih barang yaitu uang maka akan menjadi anak yang memiliki banyak uang kelak.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Tedhak Siten. Ketika sang anak berada dalam kurungan ayam sang anak diberikan pilihan berupa barang yang menggambarkan takdirnya di masa depan kelak. Kemudian barang yang dipilih sang anak akan menggambarkan profesi yang ingin dijalani oleh sang anak ketika dewasa nanti.
4. Persamaan antara tradisi Tedhak Siten dan Hatsu Tanjou
Jika dibandingkan maka kedua tradisi ini memiiki banyak kesamaan yaitu dalam hal "Maksud" dan "Makna" dalam upacara itu sendiri. Dalam tradisi Hatsu Tanjou dan Tedhak Siten sama-sama memiliki makna agar sang bayi siap menghadapi lika-liku kehidupannnya dan memilih profesi nya di masa depan sejak dini. Namun jika dipikir dengan logika tradisi ini terlalu melangkahi kehendak tuhan karena apa yang dipilih sang bayi tidaklah benar-benar akan menjadi profesi atau dapat menentukan nasib sang bayi di masa depan nanti, tetapi maksud dari upacara tradisional ini adalah baik dan dimaksudkan untuk masa depan bayi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Kemudian tradisi Tedhak Siten dilakukan lebih ramai dan meriah dibandingkan dengan tradisi Hatsu Tanjou. Di jepang untuk merayakan Hatsu Tanjou biasanya satu keluarga akan mengundang sanak saudara terdekat dan hanya merayakannya dengan anggota keluarga yang berada dalam satu rumah. Berbeda dengan Hatsu Tanjou, Tedhak siten dilakukan dengan keluarga besar baik dari pihak ayah maupun pihak ibu dan juga mengundang tetangga sekitar rumah untuk lebih meriahkan upacara ini.
Dari kedua tradisi tersebut sama-sama memiliki tujuan yang baik yaitu agar sang bayi siap menghadapi lika-liku kehidupan dan dapat memilih profesi atau bakat nya di masa depan sejak dini. Keduanya memiliki tujuan yang baik walaupun secara logika hal itu melangkahi kehendak tuhan, tetapi tradisi ini dilakukan karena memiliki tujuan yang baik dan demi masa depan bayi itu sendiri.
ADVERTISEMENT