Konten dari Pengguna

"Kupu-Kupu" dalam Kajian Semantik

Candra Kartika Putri
Mahasiswi PBSI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17 Desember 2020 6:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Candra Kartika Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Google
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Google
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, pada hakikatnya terjadi secara alamiah dan tanpa sadar seperti saat kita bernapas. Manusia membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa sebagai alat komunikasi melibatkan dua komponen penting yaitu bentuk dan makna. Hubungan antara bentuk dan makna tersebut bersifat arbitrer. Cakupan dalam bentuk bahasa berupa morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, atau paragraf. Kegiatan komunikasi tersebut melibatkan penutur dan mitra tutur. Tuturan yang dihasilkan dalam kegiatan komunikasi, pada perkembangannya mengalami perubahan dalam bahasa tersebut. Salah satu yang mengalami perubahan dalam bahasa adalah perubahan arti. Mengenai hal itu, perubahan arti merupakan sebuah evolusi dari penggunaan suatu kata. Perubahan arti menjadi salah satu pokok bahasan dalam ilmu semantik. Sebagai contoh, kata kupu-kupu yang digunakan dalam masyarakat mengalami perubahan arti atau makna.
ADVERTISEMENT

Semantik dan Perubahan Arti

Harimurti menerangkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara lambang dan referennya (Harimurti, 2001: 193). Semantik merupakan bagian ilmu linguistik yang mempelajari arti atau makna dalam bahasa. Cakupan dalam ilmu sematik hanya membahasa makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal (Wendi, 2009: 1). Teori-teori tersebut secara gamblang menjelaskan bahwa semantik sebagai ilmu yang mempelajari arti atau makna. Dengan begitu, objek dalam ilmu semantik adalah arti atau makna yang terdapat dalam bahasa. Makyun menerangkan konsekuensi yang diakibatkan dari perubahan arti atau makna tersebut terbagi menjadi dua, yaitu evaluasi denotatif dan evaluasi konotatif. Evaluasi denotatif dapat diartikan sebagai sebuah ungkapan yang kemungkinan dapat meluas atau menyenpit. Makna denotatif merupakan sebuah frasa atau kata yang tidak mengandung arti atau perasaan tambahan. Sedangkan evaluasi konotatif berkaitan dengan nilai emotif dalam sebuah ungkapan yang kemungkinan membaik atau memburuk. Makna konotatif dapat diartikan makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar pada umumnya (Makyun, 2011: 115).
ADVERTISEMENT
Terdapat dua jenis perubahan arti dalam evaluasi denotatif, yaitu perluasan atau generalisasi dan penyempitan arti atau spesifikasi. Generalisasi (generalization) merupakan gejala pada arti sebuah kata atau leksem yang menjadi luas dari sebelumnya. Spesifikasi (specification) merupakan gejala yang terjadi pada arti sebuah kata atau leksem yang menjadi lebih sempit dari sebelumnya. Sedangkan evaluasi denotatif diklasifikasikan menjadi dua, yaitu ameliorasi dan peyorasi. Ameliorasi (amelioration) merupakan gejala perubahan nilai emotif arti ke arah yang lebih positif. Ameliorasi terjadi bila pada suatu kata memiliki nilai maupun konotasi yang lebih baik dari makna sebelumnya. Peyoratif (pejoration) merupakan gejala perubahan nilai emotif arti ke arah yang lebih positif. (Ullman, 2014: 285) menerangkan bahwa peyorasi berkembang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pergantian kata dengan kata yang bersifat eufemisme atau ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang bersifat kasar. Kedua, pengaruh-pengaruh asosiasi-asosiasi tertentu dalam perubahan makna yang bersifat peyorasi. Perubahan arti atau makna disebabkan oleh sebab kebahasaan dan non-kebahasaan. Sebab kebahasaan terjadi akibat ciri dasar yang dimiliki oleh unsur internal bahasa, adanya proses pragmatik, dan sifat generik kata. Sedangkan sebab non-kebahasaan terjadi pada perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial, perluasan bidang pemakaian, pengaruh asing, kebutuhan istilah baru, dan tabu.
ADVERTISEMENT

Perubahan Arti pada Kata ”Kupu-Kupu”

Seperti yang kita tahu, kupu-kupu merupakan hewan yang termasuk ke dalam golongan serangga. Secara fisik, kupu-kupu merupakan golongan serangga yang memiliki keindahan dan kecantikan pada sayapnyaNamun, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dapat memengaruhi perubahan arti atau makna pada kata kupu-kupu. Perubahan arti termasuk ke dalam kajian semantik sehingga tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan arti pada “kupu-kupu” dalam perspektif ilmu semantik. Dengan begitu, kata kupu-kupu mengalami variasi perubahan arti seiring berkembangnya bahasa dalam masyarakat.
1. Kuliah Pulang
Kuliah pulang mengacu pada aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Kata kuliah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sekolah tinggi atau pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi, sedangkan pulang berarti pergi ke rumah atau ke tempat asalnya. Kuliah pulang dalam perkembangannya mengalami penyingkatan atau akronim menjadi kupu, kemudian mengalami reduplikasi menjadi kupu-kupu. Ungkapan kupu-kupu ini merupakan metafora binatang yang mengacu kepada aktivitas yang dialihkan ke selain binatang. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kata kupu-kupu mengalami perluasan atau generalisasi dari arti sebelumnya. Dengan demikian, kata kupu-kupu dalam konteks ini bukan mengarah pada binatang tetapi kepada aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Kupu-kupu dalam konteks ini merupakan singkatan dari kuliah pulang-kuliah pulang atau memiliki arti mahasiswa yang hanya datang untuk kuliah kemudian pulang setelah kegiatan perkuliahan selesai.
ADVERTISEMENT
2. Kupu-kupu malam
Kata kupu-kupu malam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti wanita tunasusila. Disebut sebagai tunasusila karena perempuan itu tidak mempunyai susila atau tidak memiliki adab dan kesopanan dalam berhubungan seks berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat. Kupu-kupu malam jika dibandingkan dengan kata pelacur mempunya nilai rasa yang lebih tinggi dari pelacur. Pelacur berarti seseorang yang melakukan hubungan seksual demi imbalan uang atau dapat disebut juga pekerja seks. Dalam hal ini, kata pelacur mengalami perubahan arti pada klasifikasi peyorasi menjadi kupu-kupu malam. Perubahan arti tersebut mengarah kepada yang lebih positif, kata pelacur terkesan sebagai seorang wanita yang melakukan kegiatan pelacuran atau menjual dirinya, sedangkan kupu-kupu malam jika dilihat dari nilai rasa terkesan memiliki arti yang lebih tinggi karena menggunakan kata kias yang tidak merujuk kepada seseorang secara langsung. Kupu-kupu malam dalam konteks ini merupakan metafora binatang yang mengacu kepada aktivitas atau sifat binatang yang dialihkan ke selain binatang sehingga kupu-kupu pada konteks ini mengalami perluasan arti atau generalisasi dari arti sebelumnya. Dalam hal ini, kupu-kupu malam mengalami perluasan bidang pemakaian, yang semula mengarah pada binatang atau kupu-kupu yang aktif di waktu malam tetapi mengarah pada manusia atau wanita tunasusila.
ADVERTISEMENT
Nah, sekarang jadi tahu kan “kupu-kupu” mengalami perluasan beberapa arti jika dilihat dalam ilmu semantik.
Sumber:
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Subuki, Makyun. 2011. Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Transpustaka.
Ullmann, Stephen. 2014. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Widya, Wendi. 2009. Semantik Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariwara.