Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mindfulness Dulu: Sibuk Nggak Selalu Produktif, Yuk Ambil Jeda!
27 November 2024 16:20 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 5 Desember 2024 17:37 WIB
Tulisan dari Cantik Ummi Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pernah nggak, sih, kalian mengambil jeda dan menerapkan mindfulness di kehidupan yang dirasa super sibuk gara-gara ikut organisasi, magang, boot camp, atau kegiatan lainnya?
ADVERTISEMENT
Mungkin belum banyak dari kita yang benar-benar paham apa itu mindfulness. Bahkan ada yang mengira mindfulness itu berkaitan dengan psikologi positif, padahal tidak. Dalam konteks ini psikologi positif yang dimaksudkan itu seperti melakukan berbagai kegiatan yang memberikan perasaan bahagia dan kepuasan dengan dalih ketika diri ini merasa sudah berkembang maka akan cenderung bisa lebih bahagia/puas. Akibatnya, muncul dorongan pemikiran seperti “I should be better than yesterday” atau “Aku harus produktif biar nggak sia-sia.” Contoh nyatanya yaitu tidak jarang dari kita suka ngegas ikut kegiatan ke sana sini supaya portofolio terlihat keren atau supaya tidak tertinggal dari yang lain. Namun, ujung-ujungnya kewalahan sendiri dan nggak fokus. Terus mindfulness itu seperti apa, sih?
ADVERTISEMENT
Nah, supaya nggak terpontang-panting dengan tuntutan “should be better than yesterday,” yuk coba kita pahami apa itu mindfulness!
Apa itu Mindfulness?
Mindfulness adalah sadar penuh hadir utuh (Silarus, 2015). Menurut Kabat-Zinn (1990), Shapiro dan Schwartz (1999), serta Segal et al. (2002) mindfulness dimaknai sebagai kemampuan untuk mempertahankan kesadaran dan atensi pada momen saat ini secara utuh. Proses ini melibatkan penerimaan apa adanya, tidak menghakimi, tidak mengelaborasi, dan hanya menyadari pikiran, perasaan, atau sensasi yang timbul. Secara filosofis, mindfulness mengajarkan kita untuk menerima realitas sebagaimana adanya. Kita diajak untuk menyadari bahwa segala sesuatu itu selalu berubah, nggak ada yang permanen, dan sering kali tidak memuaskan. Selain itu, setiap keputusan yang kita ambil, mindfulness mengingatkan bahwa ada konsekuensi yang menyertainya, baik disadari atau pun nggak disadari.
ADVERTISEMENT
Kenapa Kita Harus Lebih Mindful dalam Menentukkan Kegiatan?
Hidup yang sibuk belum tentu produktif. Dengan mindfulness, kita diajak untuk berhenti sejenak dan menyadari pola pikir serta dorongan di balik pilihan kita, apakah kegiatan yang dipilih benar-benar relevan dengan kebutuhan dan prioritas saat ini, atau hanya sekadar memenuhi ekspektasi sosial dan rasa takut tertinggal. Yang menarik, dalam praktik mindfulness sebenarnya kita tidak perlu menambahkan apa pun pada pengalaman kita-cukup memperhatikan seperti apa pikiran kita ketika tidak tersesat dalam pemikiran yang berlebihan. Dalam praktik ini, pikiran obsesif berbasis produktivitas akan terlihat sebagai sesuatu yang sementara dalam kesadaran kita. Mindfulness mengajarkan kita untuk mengamati tanpa menghakimi, menerima kenyataan bahwa segala sesuatu bersifat sementara, dan memahami bahwa setiap keputusan membawa konsekuensi. Dengan demikian, kita dapat memilih kegiatan yang memberikan makna dan mendukung keseimbangan antara tanggung jawab, pertumbuhan pribadi, dan kesejahteraan, tanpa terjebak dalam tekanan untuk selalu terlihat produktif.
ADVERTISEMENT
Lalu Bagaimana Caranya?
Berdasarkan definisi mindfulness dari Kabat-Zinn (1990), Shapiro & Schwartz (1999), dan Segal et al. (2002), praktik mindfulness bukan sekadar tentang mengikuti langkah-langkah tertentu, melainkan tentang mengembangkan kesadaran penuh pada momen saat ini. Mari kita coba breakdown elemen-elemen pentingnya:
1. Mempertahankan Kesadaran dan Atensi
2. Melakukan Penerimaan Apa Adanya
ADVERTISEMENT
3. Tidak Menghakimi
4. Menyadari Tanpa Mengelaborasi
5. Menerapkan dalam Pengambilan Keputusan
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dengan mindfulness, kita berusaha menjalani hidup dengan sebagaimana adanya. Kita tidak akan lagi terjebak dalam siklus “sibuk-sibuk kosong” yang bikin kewalahan. Selain itu, kita dapat fokus pada kegiatan yang benar-benar relevan dengan tujuan hidup kita.
Ingat, mindfulness bukanlah tentang menjadi lebih produktif, melainkan tentang hadir sepenuhnya dalam setiap momen. Selain itu, hidup bukan soal seberapa banyak yang kita lakukan, tetapi seberapa bermakna apa yang kita lakukan. Sebelum bilang “yes” ke kegiatan berikutnya, luangkan waktu untuk refleksi. Apakah ini sejalan dengan tujuanmu? Apakah kamu sanggup menjalaninya? Oleh karenanya, dengan mindfulness, kita bisa menikmati prosesnya tanpa merasa kewalahan.
Referensi
Aldina, S. (2010). Mindfulness for dummies. John Wiley & Sons.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. Deltacorte Press.
ADVERTISEMENT
Linder, J. N. (2021, December 6). Reexamining productivity with mindfulness. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/intl/blog/mindfulness-insights/202112/reexamining-productivity-mindfulness
Segal, Z. V., Williams, J. M. G., & Teasdale, J. D. (2002). Mindfulness-based cognitive therapy for depression: A new approach to preventing relapse. Guilford Press.
Shapiro, S. L., & Schwartz, G. E. R. (1999). Intentional systemic mindfulness: an integrative model for self-regulation and health. Advances in Mind-Body Medicine, 15, 128-134. https://doi.org/10.1054/ambm.1999.0118
Silarus, A. (2015). Sadar penuh, hadir utuh. TransMedia Pustaka.