Konten dari Pengguna

Ancaman Nuklir dan Peran Diplomasi dalam Mendukung Perdamaian Global

Ramenita Cantika Guselaw
Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
12 Januari 2025 14:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ramenita Cantika Guselaw tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika membahas isu-isu global, satu hal yang tidak dapat dihindari adalah ancaman yang disebabkan oleh senjata nuklir. Sejak pertama kali digunakan di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II, nuklir telah menjadi simbol kekuatan dan potensi bahaya besar. Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir ( NPT ) sangat penting dalam upaya memerangi senjata ini, tetapi setelahnya, sebagian besar negara masih dihadapkan pada tantangan yang kompleks dan terus berkembang.
ADVERTISEMENT
1. Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir: Harapan dan Realita
Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir atau NPT yang telah dilaksanakan sejak tahun 1970 di dasarkan pada tiga pilar utama yaitu; penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai, pelucutan senjata, dan pecegahan penyebaran senjata. Seolah menjadi "payung perlindungan" global, tujuan NPT adalah untuk memastikan bahwa hanya negara tertentu yang memiliki senjata nuklir dan membatasi negara lain untuk mengembangkan teknologi ini.
Namun, ini tidak sederhana. Meskipun sebagian besar negara di dunia merupakan pemain kunci dalam perjanjian ini, ada juga beberapa negara lain menentang atau tidak tunduk pada aturan yang dibuat. India, Pakistan, dan, Israel adalah contoh negara yang tidak mematuhi NPT, sementara Korea Utara telah keluar dari perjanjian tahun 2003 dan secara aktif mengembangkan program nuklirnya. Oleh karena itu, ancaman nyata dari senjata nuklir tidak hanya berasal dari negara- negara pemilik resmi, tetapi juga dari negara-negara yang“ keluar jalur”.
ADVERTISEMENT
2. Negara dengan Senjata Nuklir Resmi: Siapa yang Mengontrol?
Hanya beberapa negara yang benar-benar dianggap memiliki senjata nuklir yang tercantum dalam NPT : Cina, Rusia, dan Amerika Serikat. Negara-negara ini merupakan anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, yang memiliki hak veto. Lalu dari hal ini menimbulkan pertanyaan besar : Apakah negara-negara ini yang pantas memiliki monopoli atas Nuklir? Dan apakah mereka benar-benar menggunakan kekuatan ini dengan bijak untuk menjaga perdamaian dunia dunia?
Seiring berjalannya waktu , kita tidak dapat menyangkal bahwa nuklir telah menjadi alat negosiasi kekuatan dan bukan merupakan tanda pertahanan. Penggunaan senjata nuklir sering digunakan sebagai alat diplomatik dalam berbagai konflik geopolitik, dari Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet hingga konflik saat ini antara AS dan Korea Utara. Sekalipun jika tidak ada nuklir setelah Perang Dunia II, bayang- bayang ancaman ini selalu hadir dan siap menghancurkan dunia kapan saja.
ADVERTISEMENT
3. Ancaman Nuklir Terhadap Keamanan Global
Mengapa kita harus mulai khawatir dengan nuklir? alasannya sederhana, Skala kehancurannya yang tak terbayangkan. Satu dentuman nuklir dapat membunuh jutaan orang dalam sekejap, dan dampak radiasi serta lingkungan dapat bertahan selama bertahun-tahun, bahkan hingga ratusan tahun. Yang lebih penting lagi di jaman sekarang ini, teknologi nuklir, semakin maju, termasuk kemampuan pengiriman barang melalui rudal balistik antara benua yang dapat menjangkau jarak target ribuan kilometer.
Ancaman tidak hanya dari negara-negara dengan program nuklir yang agresif, seperti Korea utara, tetapi juga dari kemungkinan bahwa senjata ini akan jatuh ke kelompok teroris. Hal ini adalah sebuah skenario yang merugikan perdamaian global. Satu serangan nuklir dari aktor non negara tidak hanya akan menghancurkan satu wilayah, akan tetapi menghancurkan seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
4. Peran IAEA dalam Pengawasan Nuklir
Keberadaan Badan Tenaga Atom Internasional ( IAEA ) sangatlah penting. Sebagai organisasi organisasi yang secara aktif memantau penggunaan energi nuklir, IAEA memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa teknologi nuklir digunakan untuk tujuan damai dan tidak dimaksudkan untuk menciptakan senjata. Mereka melakukan penyelidikan dan verifikasi menyeluruh untuk memastikan bahwa setiap negara mematuhi NPT. Namun, IAEA juga menghadapi beberapa tantangan. Negara-negara seperti Korea dan Iran sering kali sering tidak kooperatif ketika menyangkut pemberian akses fasilitas nuklir mereka. Namun demikian, misi IAEA sangat penting dalam menjaga transparansi dan mencegah penyebaran senjata nuklir.
5. Upaya Diplomasi dalam Pengawasan Nuklir
Di luar pengawasan teknis, diplomasi memainkan peran penting dalam memastikan stabilitas global terkait nuklir. Penandatanganan JCPOA pada tahun 2015 merupakan salah satu contoh inisiatif diplomatik yang cukup berhasil. Kesepakatan ini bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi. Meskipun Amerika Serikat kemudian menarik diri dari kesepakatan tersebut dibawah pemerintahan Trump, negosiasi untuk membuka kembali masalah tersebut masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
Upaya diplomatik juga Juga terlihat jelas dalam dialog antara Korea utara dan Amerika Serikat. Meskipun belum ada hasil yang signifikan, namun kenyataan bahwa ketika kedua negara ada dalam meja perundingan, merupakan langkah maju yang signifikan jika dibandingkan dengan retorika ancaman nuklir yang sebelumnya mendominasi.
Pada akhirnya akhir, ancaman senjata nuklir adalah tantangan besar yang pernah kita alami dalam menjaga keamanan dunia. Perjanjian Non- Proliferasi Nuklir telah menjadi isu krusial, namun belum sepenuhnya jelas. Peran IAEA dalam diplomasi dan penjangkauan internasional harus selalu ditingkatan. Ancaman Nuklir adalah ancaman yang tidak dapat kita hindari, hanya melalui kerja sama internasional yang tekun dan hubungan diplomatik yang kuat kita dapat memastikan bahwa dunia aman dari bahaya kehancuran Nuklir.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dunia berada di persimpangan jalan — antara hubungan diplomatik yang dapat membantu kita keluar dari bencana dan kekuatan nuklir yang dapat menghancurkan segalanya. Kita hanya bisa berharap bahwa akal sehat dan diplomasi akan menjadi pemenang dalam pertarungan ini.
Sumber: Dokumen Pribadi