Roehana Koeddoes, Tokoh Pers Wanita Pertama Indonesia

Adinda Meyta Dwi A
Mahasiswa Jurusan Sejarah, Program Studi Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
29 Maret 2022 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Meyta Dwi A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Surat Kabar Soenting Melajoe, Sumber: Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Surat Kabar Soenting Melajoe, Sumber: Wikipedia
ADVERTISEMENT
Mengenal sosok Roehana Koeddoes, Pahlawan Nasional Indonesia yang pernah ditampilkan dalam Google Doodle pada hari senin, 8 November 2021, sosok tokoh pers wanita Indonesia yang memperjuangkan kaum wanita dengan tulisan-tulisannya.
ADVERTISEMENT
Sosok Roehana Koeddoes
Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus yang terlahir dengan nama asli Siti Roehana, lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, pada tanggal 20 Desember 1884 dan pada tanggal 17 Agustus 1972, Roehana Koeddoes wafat di usia 87 tahun . Terlahir dengan nama Siti Roehana dan kemudian namanya menjadi "Roehana Koeddoes" setelah ia dipinang oleh seorang pria yang bernama Abdoel Koeddoes. Roehana juga merupakan saudara se-ayah dengan perdana menteri pertama Indonesia yaitu Sutan Sjahrir dan merupakan bibi dari seorang penyair terkenal di Indonesia, Chairil Anwar.
Roehana Koeddoes adalah sosok wanita yang cerdas, meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, ia tetap bisa membaca dan menulis bahkan memnguasai beberapa bahasa. Hal ini ia peroleh dengan cara otodidak yaitu belajar dengan ayahnya yang berprofesi sebagai Kepala Jaksa Karesidenan Jambi, kemudian ketika sang ayah dipindah tugaskan ke Alahan Panjang, Sumatera Barat, Roehana belajar dengan tetangganya yang juga merupakan istri dari seorang Jaksa yang mengajarinya aksara jawi, aksara latin, dan keterampilan rumah tangga seperti merajut.
ADVERTISEMENT
Roehana Koeddoes dalam Dunia Pers
Perkembangan pers di Sumatera sejak pertengahan abad ke-19 sampai pada abad ke-20 yang menunjukkan seberapa besar ketertarikan masyarakat akan kehadiran surat kabar yang menjadi media komunikasi dengan membawa informasi tentang perkembangan di dunia pada saat itu. Media pers saat itu dimanfaatkan guna menuangkan ide-ide dan pemikiran. Bahkan kemudian pers juga digunakan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah kolonial.
Seperti pada umumnya, di masa itu kaum laki-laki lebih mendominasi, bahkan dalam dunia pers. Hal ini dikarenakan kaum perempuan yang pada saat itu, tentunya memiliki keterbatasan dalam beberapa bidang, termasuk pendidikan atau bahkan kebebasan berekspresi dikarenakan adanya aturan adat yang dirasa kurang adil dan tidak berpihak pada kaum perempua. Hal ini akhirnya menjadikan sebuah topik pembahasan dalam media pers dengan tujuan untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan di Minangkabau pada masa itu. Roehana Koeddoes yang juga sebagai perempuan Minangkabau, dimana ia juga sama dengan perempuan-perempuan lainnya tidak menempuh dunia pendidikan, tetapi ia terlahir sebagai sosok yang cerdas dan rajin serta orang-orang disekitarnya yang memberikan dukungan penuh kepadanya. Karena keinginannya yang kuat untuk belajar membaca, menulis bahkan menguasai beberapa bahasa dengan membaca media pers asing. Roehana berhasil menjadi perempuan Minangkabau pertama, bahkan satu-satunya perempuan yang memasuki dunia pers di Sumatra's Westkust dan menuliskan berbagai artikel di surat kabar yang pada akhirnya mendorong ia untuk menerbitkan surat kabar perempuan Soenting Melajoe. Surat kabar yang diterbitkan mulai tahun 1912 dengan Roehana Koeddoes dan Zoebaidah Ratna Djoewita sebagai rekdaktur dari surat kabar Soenting Melajoe.
ADVERTISEMENT
Roehana Koeddoes terlibat aktif dalam menulis artikel, dan kebanyakan artikel yang ia tulis bertemakan perempuan. Sampai akhirnya ia mendapatkan gelar "Wartawati Pertama" pada tanggal 17 Agustus 1974. Kemunculan surat kabar yang digagasnya juga berhasil memunculkan surat kabar atau bahkan majalah yang khusus untuk perempuan di Sumatera. Kemudian di tanggal 6 November 2019, Roehana Koeddoes dianugerahi sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo.