Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
30 Ramadhan 1446 HMinggu, 30 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mengapa Forum G20 Didirikan? Ini Tinjauan Refleksi Historisnya
9 Desember 2022 11:59 WIB
Tulisan dari Caren Marvelia Jonathan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Disahkannya G20 Bali Leaders Declaration atau Deklarasi Pemimpin G20 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali (16/11) kemarin sekaligus menandai berakhirnya Presidensi G20 Indonesia 2022. Secara simbolis, Presiden Joko Widodo telah melakukan penyerahan palu kepemimpinan Presidensi G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai negara presidensi berikutnya. Sebagai suatu institusi internasional, G20 (Group of Twenty) sendiri merupakan suatu forum kerja sama multilateral yang terdiri atas 19 negara utama dari berbagai kawasan di dunia—Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki—dan Uni Eropa (EU). G20 memiliki anggota yang terdiversifikasi sebab merangkul berbagai negara, mulai dari negara maju hingga berkembang. Tetapi, apa yang sebenarnya melatarbelakangi pendirian forum G20 ini?
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari akar historisnya, forum G20—dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari negara-negara anggota—dibentuk sebagai upaya negara-negara untuk mencari solusi atas krisis finansial global yang terjadi pada tahun 1997-1999 dalam suatu kerja sama ekonomi. Sebagaimana tertuang dalam Communiqué Berlin G20 1999, common interests yang mendorong negara-negara tersebut untuk mendirikan G20 ialah untuk memperluas dialog tentang isu kunci ekonomi dan kebijakan finansial secara lebih inklusif dan mendorong kerja sama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dunia yang stabil serta berkelanjutan yang menguntungkan bagi semua pihak. Berangkat dari situ, forum G20 ditingkatkan lagi menjadi pertemuan yang melibatkan kepala negara dalam KTT pada tahun 2008 di Washington, D.C., Amerika Serikat.
Eksistensi G20 pun kian signifikan karena terjadi perubahan struktural dalam tatanan politik dan ekonomi global. Hal ini dapat dilihat dengan menguatnya peran Tiongkok di panggung internasional secara dramatis sejak tahun 1990-an dan munculnya kekuatan-kekuatan baru dari berbagai kawasan yang menandai adanya pertumbuhan ekonomi secara lebih merata. Selain itu, pembentukan G20 juga berakar dari ketidakmampuan G7 (old economies)—Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis—untuk menangani krisis ekonomi secara sendirian, sehingga mereka melebarkan keanggotaan menjadi G20 karena membutuhkan kapabilitas atau call for help dari negara-negara emerging economies—yang kala itu sedang menguat di berbagai kawasan, seperti Indonesia dan Brazil—untuk ikut andil dalam penanganan krisis dan penciptaan iklim stabilitas ekonomi global. Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwasanya negara-negara G7 dan EU utamanya terdorong untuk mendirikan forum internasional yang terinstitusionalisasi melalui G20 guna memfasilitasi kerja sama dan memperluas dialog di tengah kerentanan sistem keuangan internasional, terpaparnya negara terhadap berbagai kejutan ekonomi dan finansial, lemahnya sistem regulasi ekonomi global, hingga meningkatnya interdependensi ekonomi antarnegara.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah apakah tujuan awal dibentuknya G20 tetap relevan hingga dewasa ini? Tujuan awal G20 sejatinya akan tetap demikian dan terus dipertahankan. Namun, tujuan tersebut tidak berada dalam situasi vakum dan akan berkembang sesuai dengan konteks atau situasi dunia internasional kontemporer. Sebagai institusi internasional, G20 sifatnya akan selalu dinamis dan perlu menjaga relevansi serta legitimasinya dengan cara beradaptasi terhadap lingkungan internal dan eksternalnya. Misalnya, terdapat disparitas tantangan yang dihadapi G20 ketika terjadi krisis finansial global tahun 2008 dengan tahun 2017 yang condong didorong oleh turbulensi politik, seperti kenaikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dan munculnya gelombang nasionalisme serta populisme di banyak negara G20. Contoh lain juga dapat dilihat dari pandemi COVID-19 yang secara nyata mengguncang seluruh dunia. Dalam hal ini, G20 sebagai forum kerja sama multilateral perlu merespons berbagai tantangan baru tersebut agar dapat mempertahankan relevansi dan legitimasinya.
ADVERTISEMENT