Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
OJK dan Perannya terhadap Sektor Jasa Keuangan Digital Indonesia
3 Juni 2023 14:31 WIB
Tulisan dari Caren Marvelia Jonathan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di dunia kontemporer ini, globalisasi telah memungkinkan terjadinya perubahan yang begitu pesat, terutama kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu sektor yang turut merasakan dampaknya adalah sektor jasa keuangan, termasuk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pesatnya digitalisasi terbukti dengan kehadiran financial technology (fintech) yang diakui sebagai salah satu inovasi berbasis teknologi terpenting dalam industri keuangan. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi sebagai regulator yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Digital di Indonesia
Perubahan yang terjadi dewasa ini pun berlangsung sangat cepat dan tidak lagi bersifat linear, melainkan bersifat eksponensial. Dalam sektor jasa keuangan, fintech membawa disrupsi yang cukup besar terhadap berbagai jasa keuangan konvensional.
Terlebih, pandemi COVID-19 menjadi katalis dari transformasi digital yang terakselerasi. Hal ini ditandai dengan munculnya platform digital, operasi bisnis digital, dan jasa keuangan digital (asuransi, digital lending, online investment, dan digital payment). Untuk itu, OJK—sebagai lembaga yang berwenang mengawasi sektor jasa keuangan—perlu menyikapi disrupsi ini dengan serius dan mengupayakan solusi yang efektif.
ADVERTISEMENT
Sektor jasa keuangan digital di Indonesia sendiri merupakan ranah subur bahkan sebelum hadirnya pandemi COVID-19. Indonesia merupakan negara dengan potensi pasar digitalisasi terbesar di Asia Tenggara yang mencapai 58% di tahun 2019 dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 68%.
Selain itu, fintech Indonesia berhasil terjun ke pasar Asia Tenggara, seperti Investree, Modalku, dan Qoala. Berkembangnya berbagai perusahaan unicorn, proyeksi ekonomi digital Indonesia yang mencapai $130 miliar pada tahun 2025, e-commerce yang terbukti tangguh di masa pandemi, hingga posisi Jakarta yang menempati peringkat 2 dari 100 kota dalam menyediakan ekosistem terbaik untuk menjalankan bisnis startup pada tahun 2020, kian mencerminkan digitalisasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Secara spesifik, dalam ekosistem ekonomi digital di Indonesia, OJK mengawasi 3 kelompok ekosistem yang mencakup: (1) peer-to-peer lending/P2P lending yang berjumlah 116 perusahaan; (2) inovasi keuangan digital yang berjumlah 83 perusahaan; dan (3) securities crowdfunding yang berjumlah 7 perusahaan, dengan total keseluruhan 369 perusahaan fintech yang ada di Indonesia (OJK, 2021). Kini, semua urusan keuangan dalam ekosistem di atas telah beralih menggunakan superapps, yaitu aplikasi all-in-one untuk mengakses berbagai layanan dalam satu platform karena adanya Application Programming Interface (API) yang memungkinkan open banking.
ADVERTISEMENT
Model bisnis fintech di masa depan pun diprediksi akan berwujud open finance yang menekankan pada penggunaan API, seperti pengukuran kredit alternatif, perencana keuangan, dan layanan peminjaman secara daring (P2P lending). Lebih lanjut, OJK memiliki lima peran dalam upaya menanggapi berbagai problematika dan ambisi untuk meregulasi perkembangan industri jasa keuangan digital secara efektif.
Pertama, OJK berperan sebagai pelindung yang menegakkan hukum dan menangani klaim. Kedua, OJK melakukan supervisi melalui kerangka regulasi, light touch dan safe harbor, market conduct supervision model, menyediakan regulatory sandbox dan fintech center, berkolaborasi dengan asosiasi fintech, serta melindungi konsumen dari fintech ilegal. Selanjutnya, OJK juga memiliki peran sebagai pemberi lisensi yang mencakup recording, registration, dan licensing.
ADVERTISEMENT
Keempat, OJK berperan sebagai regulator yang dalam praktiknya telah menerbitkan regulasi-regulasi, seperti POJK 77/2016 tentang P2P Lending, POJK 12/2018 tentang Digital Banking, POJK 13/2018 tentang Digital Financial Innovation, dan POJK 57/2020 tentang Securities Crowdfunding. Terakhir, OJK memainkan peran sebagai pengembang dengan menjadi fasilitator, fintech center, innovation hub, serta melakukan peningkatan edukasi dan literasi.
OJK juga secara spesifik melakukan supervisi melalui penekanan pada proteksi konsumen yang meliputi perlindungan data konsumen, penyediaan layanan pengaduan, mencegah perlakuan diskriminasi, dan menekankan transparansi. Berbagai penekanan pada proteksi konsumen ini dilakukan mengingat maraknya fintech ilegal yang juga menjadi perhatian penting OJK melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi dan cyber patrol.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwasanya digitalisasi yang makin pesat akibat adanya globalisasi telah berdampak besar bagi sektor jasa keuangan. Pandemi COVID-19 pun tak luput menjadi katalis dari transformasi digital yang turut mendorong perkembangan fintech di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adanya perubahan signifikan terkait layanan keuangan dari konvensional ke arah digital kemudian dapat menyebabkan terjadinya disrupsi bagi berbagai jasa keuangan konvensional. Terkait hal ini, OJK—sebagai lembaga dan badan otonom yang meregulasi dan mengawasi sektor jasa keuangan—sudah cukup tanggap dan efektif dalam menghadapi digitalisasi yang begitu pesat dalam sektor jasa keuangan di Indonesia, termasuk dalam mengatasi risiko dan dampak negatif akibat adanya disrupsi.
Kendati demikian, OJK harus terus meningkatkan sistem pengawasannya, terutama dalam menghadapi berbagai isu yang berkaitan dengan fintech ilegal yang merugikan masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan, globalisasi, pandemi COVID-19, dan digitalisasi terbukti berdampak besar bagi sektor jasa keuangan yang dapat dilihat dalam praktiknya melalui perkembangan fintech di Indonesia.