Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bisnis Thrift Mematikan Bisnis Start-up
4 Januari 2022 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Carlos Carmelo Simarmata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bisnis thrift merupakan usaha yang menjual barang-barang bekas, seperti pakaian. Pakaian bekas yang dijual adalah pakaian yang masih layak, sehingga membuat banyak orang tertarik untuk membelinya. Bisnis ini sudah banyak diminati khalayak umum, sehingga membuat bisnis ini cukup menjanjikan untuk dicoba. Selain banyak diminati, bisnis ini juga mampu meraup omzet yang tinggi dengan modal yang minim. Menjamurnya bisnis thrift saat ini akan mematikan bisnis start-up busana yang dimiliki oleh generasi Z. Kehadiran bisnis thrift tentunya mempengaruhi juga bisnis start-up, karena dengan peminat yang banyak akan memudahkan bisnis thrift untuk merebut pangsa pasar.
ADVERTISEMENT
Kehadiran bisnis ini akan membuat dunia cukup merasa dilindungi, karena dapat mengurangi penggunaan kapas, wol, dan bahan lainnya yang biasanya digunakan untuk memproduksi pakaian jadi. Natural Resources Defense Council (NDRC) menyatakan air yang digunakan untuk memproduksi satu ton kain bahan celana dan kaus yang setiap hari kita pakai adalah 200 ton. Lembaga non-profit berbasis di New York itu juga mengatakan bahwa seperlima dari polusi air di dunia berasal dari pabrik tekstil. Ini karena dalam memproduksi kain, digunakan 20 ribu bahan kimia. Data lainnya dari Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau yang biasa dikenal dengan Environmental Protection Agency (EPA) menunjukkan bahwa setiap tahunnya, satu orang membuang 31,75 kg pakaiannya. Data tersebut telah menunjukkan bahwa pembuatan pakaian baru secara terus menerus akan memperburuk lingkungan, sehingga kehadiran bisnis thrift ini sangat baik untuk menetralisir kerusakan lingkungan yang lebih parah.
ADVERTISEMENT
Bisnis thrift kini sudah menguasai berbagai kalangan, terkhususnya anak muda. Terlepas dari pakaian bekas, namun pakaian-pakaian tersebut masih layak pakai dan bisa dibeli dengan harga mulai dari Rp 20.ooo per satu potong pakaian. Berbeda dengan pakaian bekas, pakaian baru yang diproduksi oleh sebuah start-up, sebut saja Erigo yang memiliki harga jual di angka Rp 70.000 hingga harga ratusan ribu per satu potong pakaian, dengan demikian membuat tidak semua orang sanggup untuk membelinya. Hal tersebut makin membuat masyarakat lebih memilih thrift store sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan busana setiap harinya.
Pakaian-pakaian yang dijual di thrift store selalu unik dan biasanya hanya terdapat satu setiap modelnya. Hal tersebut membuat konsumen berbahagia, karena dapat memilih pakaian terbaik di thrift store dan tanpa harus takut ada yang menggunakan pakaian yang sama. Menjamurnya bisnis thrift di Indonesia juga menjadi pelipur lara bagi masyarakat, di tengah jeratan pandemi saat ini, masyarakat masih bisa memakai outfit kece dengan berbelanja di thrift store. Harga yang lebih terjangkau daripada membeli pakaian baru di sebuah start-up, membuat bisnis thrift makin melambung tinggi di bumi pertiwi. Melambungnya bisnis ini ditandai dengan adanya berbagai ‘surga’ pakaian bekas hampir di seluruh penjuru negeri ini. Sebut saja Pasar Cimol yang berada di Gedebage, Bandung, kemudian di Makassar ada Pasar Terong, di Surabaya ada Pasar Gembong, dan di Bali ada Pasar Kodok. Hal ini kemudian mampu memenuhi fesyen masyarakat setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Menjamurnya bisnis thrift tentunya menjadi bumerang tersendiri bagi start-up busana yang dirintis oleh generasi Z. Harga yang terjangkau, kualitas yang tidak kalah, model pakaian yang bervariasi, dan sudah menjamurnya toko-toko thrift di penjuru negeri menjadi senjata yang kuat bagi bisnis thrift untuk mematikan start-up busana generasi Z. Melakukan inovasi dengan mengikuti perkembangan zaman, melakukan riset kembali, dan mengutamakan kepuasan konsumen yang merupakan beberapa solusi yang dapat digunakan oleh start-up busana. Satu yang terpenting adalah jangan menjual pakaian di atas kemampuan finansial konsumen, karena dengan harga yang tinggi akan membuat konsumen berpikir dua kali dan hingga akhirnya akan kembali ke pelukan bisnis thrift.