Konten dari Pengguna

Tidak Adanya Kesetaraan Menciptakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Catherine Wijaya
Saat ini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Matematika Peminatan Aktuaria di Universitas Katolik Parahyangan. Penulis suka membaca dan mendengarkan lagu di waktu senggangnya.
16 Januari 2022 14:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Catherine Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mayoritas kasus KDRT di Indonesia terjadi terhadap kaum wanita. Foto: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Mayoritas kasus KDRT di Indonesia terjadi terhadap kaum wanita. Foto: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Banyak kaum wanita yang memimpikan kehidupan pernikahan yang harmonis bersama pasangannya kelak. Setiap hari akan dilalui bersama, baik itu dalam suka maupun duka. Kehidupan pernikahan yang harmonis adalah kehidupan di mana suami dan istri saling menghormati, menyayangi, dan memercayai satu sama lain. Namun nyatanya, banyak sekali kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yang terjadi. Tak hanya itu, mayoritas korban KDRT adalah kaum wanita yang dijadikan sebagai bahan pelampiasan kekerasan oleh pasangan mereka. Salah satu penyebab KDRT dapat terjadi adalah karena adanya “hierarki” di mana sang suami, sebagai laki-laki, merasa kodratnya lebih tinggi dari pasangan mereka yang perempuan. Ini adalah salah satu bentuk ketidaksetaraan gender dalam kehidupan pernikahan. Untuk mencegah bertambahnya kasus KDRT, maka harus diterapkan pemahaman mengenai kesetaraan gender. Pemahaman kesetaraan gender yang baik merupakan kunci utama dalam upaya mencegah terjadinya kenaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi kepada siapa saja, baik itu terhadap suami, istri, maupun anak-anak. Namun, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mencatat bahwa terdapat setidaknya 36.367 kasus KDRT sepanjang tahun 2016-2021 dengan lebih dari 70% kasus tersebut menempatkan istri sebagai pihak korban. Peristiwa KDRT membawa dampak negatif terhadap korban, misalnya menjadi tertekan dan depresi. Hal ini menyatakan bahwa meskipun sudah ada jaminan perlindungan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kasus KDRT masih belum dapat ditangani dengan baik. Adapun beberapa faktor terjadinya KDRT adalah karena faktor individu perempuan, faktor pasangan, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya. Faktor-faktor penyebab KDRT ini sebenarnya dapat dicegah jika diterapkan konsep kesetaraan gender di dalam lingkungan rumah tangga tersebut.
ADVERTISEMENT
Kesetaraan gender merupakan suatu pandangan yang menyatakan bahwa semua orang harus diperlakukan dengan adil dan setara tanpa memandang jenis kelamin. Salah satu contoh penerapannya yang dapat dirasakan saat ini adalah adanya kebebasan bagi kaum perempuan untuk menempuh pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki. Selain dari sisi pendidikan, kesetaraan gender juga dapat diterapkan dalam kehidupan berumah tangga. Suami dan istri memiliki peran yang setara dalam lingkungan keluarga sehingga tidak ada pihak yang lebih berkuasa di atas yang lainnya.
Meskipun begitu, dalam praktiknya tetap saja terjadi ketidaksetaraan peran di antara keduanya yang pada akhirnya berujung pada kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, terutama terhadap kaum wanita atau pihak istri. Sebagian besar korban KDRT adalah pihak istri dikarenakan pihak suami masih memiliki pemikiran kuno bahwa kodratnya sebagai laki-laki lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada istrinya yang tidak berdaya sehingga memandang rendah istrinya.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat bahwa pemikiran yang salah dapat mengakibatkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan serta merugikan. Inilah alasan mengapa edukasi serta implementasi yang baik mengenai budaya kesetaraan gender merupakan kunci utama dalam mengurangi kenaikan kasus KDRT di Indonesia. Dalam sebuah hubungan suami istri, tidak ada kondisi di mana suami lebih berkuasa daripada istrinya ataupun sebaliknya. Hubungan suami istri bukanlah hubungan layaknya atasan dengan pegawainya. Jadi, tidak ada alasan bagi kaum laki-laki untuk menghina, mengancam, melakukan kekerasan seperti memukul dan menendang, bahkan melecehkan istrinya sendiri. Itu sebabnya diperlukan edukasi mengenai kesetaraan gender untuk menghilangkan pemikiran yang bias gender tersebut. Di zaman yang sudah canggih sekarang ini, sudah tidak diperlukan lagi sikap yang membeda-bedakan perilaku terhadap kaum wanita dan kaum laki-laki.
ADVERTISEMENT
Jika pemahaman mengenai kesetaraan gender dapat memengaruhi terjadinya kasus KDRT di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa implementasi dan pemahaman kesetaraan gender di Indonesia masih tergolong rendah. Tentu saja hal ini dapat diatasi dengan baik, dimulai dari diri masyarakatnya sendiri. Bentuk perbuatan sederhana yang kiranya dapat dilakukan secara langsung oleh kita sebagai masyarakat adalah dengan melakukan sosialisasi pendidikan mengenai kesetaraan gender dalam rumah tangga serta melindungi korban dari pelaku kekerasan, terutama terhadap korban perempuan.
Peristiwa KDRT yang terjadi di lingkungan masyarakat tidak boleh diabaikan begitu saja. Jika dibiarkan begitu saja, pihak suami yang melakukan kekerasan tersebut pasti akan merasa bahwa hal yang ia lakukan merupakan suatu hal yang wajar dan lumrah untuk dilakukan. Perbuatan melindungi korban wanita tersebut merupakan bentuk keikutsertaan dalam implementasi kesetaraan gender. Diharapkan dengan adanya perbuatan sederhana dari masyarakat tersebut, implementasi kesetaraan gender di Indonesia dapat semakin membaik sehingga kasus KDRT juga dapat ikut berkurang.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
Asmarany, Anugriaty Indah. (2007). Bias Gender sebagai Prediktor Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jurnal Psikologi. 35/1. p. 1-20. Diakses tanggal 16 Januari 2022, dari https://media.neliti.com/media/publications/128786-ID-bias-gender-sebagai-prediktor-kekerasan.pdf.
Badruzaman, Dudi. dkk. (2020). Kesetaraan Gender untuk Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Justitia et Pax. 36/1. p. 127-141. Diakses tanggal 15 Januari 2022, dari https://ojs.uajy.ac.id/index.php/justitiaetpax/article/view/2475.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (19 Mei 2018). Perempuan Rentan Jadi Korban KDRT, Kenali Faktor Penyebabnya. KemenPPPA.go.id. Diakses tanggal 15 Januari 2022, dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-kenali-faktor-penyebabnya.
Kusumawati, Erna Dyah. dkk. (22 Februari 2021). Pendidikan Mengenai Kesetaraan Gender dan Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat (JIPEMAS). 4/1. p. 100-110. Diakses tanggal 16 Januari 2022, dari http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/jipemas/article/view/9048/8245.
ADVERTISEMENT
Maharani, Tsarina. (28 Septermber 2021). Sepanjang 2004-2021, Komnas Perempuan Catat 544.452 Kekerasan dalam Rumah Tangga. KOMPAS.com. Diakses tanggal 15 Januari 2022, dari https://nasional.kompas.com/read/2021/09/28/10181941/sepanjang-2004-2021-komnas-perempuan-catat-544452-kekerasan-dalam-rumah?page=all.