Konten dari Pengguna

Strategi Brand Global Hadapi Efek Domino Perang Dagang AS-China

Celine Winardy
Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 jurusan International Business Managament di Universitas Ciputra Surabaya
1 Mei 2025 21:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Celine Winardy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Business. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy
zoom-in-whitePerbesar
Business. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China terus memanas dan efek dominonya mulai terasa ke berbagai belahan dunia. Ketegangan tarif impor, larangan ekspor teknologi strategis, hingga pembatasan investasi lintas negara membuat banyak brand global harus memutar otak untuk tetap bertahan dan mencari alternatif guna menjaga keberlanjutan operasional dan rantai pasok mereka.
ADVERTISEMENT
Sejumlah perusahaan besar seperti Apple, Samsung dan Nike mulai menerapkan strategi diversifikasi lokasi produksi. Selama bertahun-tahun, China menjadi “pabrik dunia” dengan biaya produksi yang kompetitif dan infrastruktur manufaktur yang sangat matang. Namun, dengan meningkatnya ketegangan dagang, banyak perusahaan global mulai mempertimbangkan relokasi produksi ke negara lain untuk menghindari resiko politik dan ekonomi yang meningkat.
Banyak dari mereka mengalihkan sebagian operasional manufaktur dari China ke negara-negara seperti Vietnam, India dan Meksiko. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap China sekaligus menghindari beban tarif tambahan yang diberlakukan oleh pemerintah AS, Presiden Donald Trump. Perusahaan Apple kini sudah mulai memindahkan sebagian produksi iPhone ke India. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap China, sekaligus menghindari beban tarif tambahan yang diberlakukan pemerintah AS. Meskipun begitu, transisi ini memakan waktu dan biaya besar, serta membutuhkan investasi besar di sisi SDM dan infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sektor teknologi, brand fashion seperti Nike dan H&M juga ikut terkena imbas. Mereka kini mulai memperluas jaringan produksi ke luar China demi menghindari dampak tarif dan menyesuaikan dengan kampanye konsumen yang semakin sensitif terhadap isu geopolitik dan hak asasi manusia. Ini mendorong banyak negara berkembang untuk berlomba-lomba menarik investor asing melalui insentif pajak, kemudahan regulasi, dan pembangunan kawasan industri.
Di sisi lain, beberapa perusahaan memilih untuk mendiversifikasi rantai pasok mereka dengan mengadopsi strategi “China Plus One”, yaitu mempertahankan sebagian produksi di China sambil membuka fasilitas baru di negara lain. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi resiko ketergantungan pada satu negara dan meningkatkan fleksibilitas operasional.
Indonesia berpotensi besar dalam menarik investasi dari perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi ini. Dengan populasi yang besar, biaya tenaga kerja yang kompetitif dan lokasi geografis yang strategis, Indonesia dapat menjadi pusat manufaktur baru di kawasan Asia Tenggara. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, pemerintah perlu terus meningkatkan infrastruktur, memperbaiki iklim investasi dan memberikan kepastian hukum bagi investor asing.
ADVERTISEMENT
Kedepannya, perang dagang diprediksi akan terus menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan bisnis. Oleh karena itu, kemampuan perusahaan untuk membaca arah kebijakan internasional dan mengantisipasi perubahan ekonomi menjadi kunci untuk tetap bertahan di tengah ketidakpastian global.