Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tingginya Harga Pangan, Rendahnya Gizi Masyarakat
26 Januari 2018 16:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari CIPS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemenuhan gizi pada bayi, anak dan orang dewasa sangat penting selama masa hidupnya. Namun pada sebagian kalangan, hal ini terbilang sulit untuk dilakukan. Penyebabnya antara lain adalah minimnya pemahaman akan gizi dan tingginya harga pangan. Harga pangan yang tinggi menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizinya, terutama untuk mereka yang termasuk orang miskin.
ADVERTISEMENT
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, lima bahan pokok yang relatif mengalami kenaikan harga per satuan di bulan Mei hingga Desember 2017 adalah beras, daging sapi, garam, kedelas dan susu. Kenaikan harga lima bahan pokok makanan ini dipicu oleh beberapa hal, di antaranya adalah kenaikan harga beras yang terbilang cukup signifikan hingga menyentuh harga di atas Rp 12.000 per kilogram. Naiknya harga beras disebabkan oleh tingginya jumlah permintaan akan beras yang tidak dapat dipenuhi oleh jumlah beras yang diproduksi.
Harga daging sapi mengalami kenaikan sebesar 52,7% di bulan Juni dan 11,37% di bulan Desember. Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab melojaknya harga daging sapi di bulan tersebut adalah tingginya permintaan menjelang hari besar keagamaan (Idul Fitri dan Natal) dan tahun baru. Selain itu, isu kelangkaan sapi betina produktif di wilayah Australia Utara juga menjadi pemicu lain.
“Isu kelangkaan sapi betina produktif di Australia Utara harus berhadapan dengan kebijakan pemerintah dalam impor sapi, yaitu mengharuskan satu dari enam ekor haruslah berupa sapi betina. Kebijakan ini juga berpotensi menyebabkan turunnya jumlah persediaan daging sapi nasional,” terang Novani.
ADVERTISEMENT
Selain beras dan daging sapi, tingginya permintaan atas garam konsumsi yang tidak dapat dipenuhi oleh hasil produksi dalam negeri. Terbatasnya jumlah pasokan juga menyebabkan tingginya lonjakan harga garam per satuan. Rendahnya produksi garam diduga karena kondisi iklim di Indonesia yang kurang mendukung.
Permasalahan tingginya harga pangan ini menjadi salah satu hambatan kecukupan gizi terutama untuk masyarakat menengah ke bawah. Selain beras yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan karbohidrat nasional, daging sapi juga dikategorikan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein nasional. Kalau harga kebutuhan sumber nutrisi nasional terlampau tinggi, secara tidak lagsung akan berpengaruh pada tingginya prosentase stunting (gizi buruk kronis).
Data TNP2K pada pertengahan 2017 menjelaskan, angka gizi buruk pada anak di Indonesia terus berada di atas 10%. Hal ini menjelaskan bahwa gizi buruk pada anak masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Terdapat beberapa faktor yang menentukkan jumlah gizi buruk pada anak, di antaranya adalah kurang bergizinya asupan makanan pada bayi atau ibu hamil yang mengalami anemia. Kondisi ini dapat menyebabkan anak dilahirkan dengan berat badan rendah.
ADVERTISEMENT
“Menanggapi persoalan gizi buruk di Indonesia, lebih baik pemerintah jangan hanya fokus pada langkah memberikan makanan sehat atau memperbaiki lingkungan. Pemerintah juga perlu memastikan pasokan kebutuhan pangan untuk kebutuhan dalam negeri dan memastikan harga pangan menjadi lebih terjangkau terutama untuk orang miskin,” tegasnya.