Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memanfaatkan Pekerja Asing di Indonesia via 'Knowledge Transfer'
21 Februari 2018 10:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari CIPS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pekerja Indonesia seharusnya tidak perlu takut atau curiga terhadap kehadiran para pekerja asing di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Kehadiran mereka harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas pekerja Indonesia itu sendiri lewat knowledge transfer. Kehadiran mereka juga sebaiknya dapat dimaknai sebagai berjalannya globalisasi di dunia. Untuk itu, para pekerja Indonesia seharusnya juga terpacu untuk terus meningkatkan kapasitas dirinya terkait pekerjaan dan juga profesi tertentu yang digelutinya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, pada dasarnya di era globalisasi seperti saat ini, kita tidak dapat menutup diri dari pergerakan manusia, khususnya dalam hal ini adalah pergerakan pekerja dari satu negara ke negara lain. Yang dilakuan pemerintah saat ini dengan cara deregulasi peraturan pekerja asing masuk ke Indonesia adalah suatu usaha untuk mengakomodir fenomena tersebut. Realitanya, lanjut Imelda, adalah memang ada permintaan terhadap pekerja yang memiliki skill tertentu di Indonesia yang belum dapat dipenuhi oleh pekerja lokal. Kehadiran pekerja asing adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak perlu takut dengan adanya pemangkasan persyaratan bagi para pekerja asing. Dengan masuknya para mereka ke Indonesia, kita harus memanfaatkannya melalui proses knowledge/skill transfer yang bermanfaat bagi para pekerja Indonesia. Kita bisa belajar banyak dari para pekerja yang dinilai ahli di sektornya masing-masing,” jelas Imelda.
Dengan knowledge transfer ini, pekerja Indonesia juga diharapkan untuk terus terpacu meningkatkan kapasitas dirinya. Para pekerja Indonesia bisa saja menjadi pekerja asing di negara lain selama memiliki keahlian dan expertise yang dibutuhkan oleh perusahaan atau institusi yang ada di negara tersebut. Sebagai pekerja yang memiliki keahlian, lanjut Imelda, regulasi yang sederhana dan jelas tentu menjadi salah satu pertimbangan saat menerima tawaran pekerjaan.
Selain itu, selama ini banyak pihak sering mengeluhkan sistem di Indonesia yang terlalu berbelit-belit dan jalur birokrasinya terlalu rumit. Jadi kebijakan pemerintah yang diniliai “melonggarkan” proses masuknya para pekerja asing ini seharusnya diapresiasi karena ini membuktikan bahwa pemerintah sudah berusaha untuk membuat aturan atau sistem yang lebih efektif.
“Kita tidak usah beranggapan kehadiran pekerja asing akan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia. Menurut saya hal ini tidak relevan, karena sesuai dengan revisi yang diajukan untuk Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, TKA yang diizinkan masuk adalah mereka-mereka yang dapat mengisi kekosongan skill yang memang tidak bisa dipenuhi oleh pekerja lokal dan bukan karena mereka mau mengambil lapangan pekerjaan yang disiapkan untuk pekerja Indonesia,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun sudah ditegaskan pemerintah, anggapan ini tidak bisa langsung hilang. Untuk itu, pemerintah sebaiknya menjalankan mekanisme pengawasan terhadap mereka dan perusahaan yang mempekerjakannya. Selama mereka memenuhi persyaratan ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah, maka seharusnya tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Berjalannya pengawasan akan membuktikan penegakan hukum dan aturan tetap terhadap para pekerja asing benar-benar dijalankan pemerintah.