Penunjukan Bulog sebagai Importir Tunggal, Bijaksanakah?

CIPS
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyediakan analisis kebijakan dan rekomendasi kebijakan praktis bagi pembuat kebijakan.
Konten dari Pengguna
18 Januari 2018 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CIPS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja di gudang Bulog. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja di gudang Bulog. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah kembali menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai satu-satunya pihak yang memiliki wewenang dalam mengimpor beras. Padahal Bulog sebagai importir tunggal rawan monopoli dan rawan penyelewengan. Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi mengatakan kerawanan ini timbul karena posisi Bulog. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), posisi Bulog sebagai pengimpor beras sangat tergantung pada keputusan pemerintah. Hal ini menyebabkan Bulog tidak memiliki kemampuan untuk membaca kebutuhan pasar. Akibatnya peran Bulog menjadi tidak efektif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menjadi pengimpor tunggal juga berarti menutup adanya pasar bebas di Indonesia. Selama ini pihak swasta memang diizinkan untuk mengimpor beras tapi hanya untuk beras khusus dan keperluan industri (Permendag nomor 103 tahun 2015). Padahal seharusnya pihak swasta juga diberikan kewenangan yang sama dengan Bulog agar ada persaingan sehat dan menutup kemungkinan adanya kartel beras.
“Pihak swasta ini harus bisa membuktikan kemampuannya dalam membaca situasi pasar beras di Indonesia dan juga di pasar internasional. Hal ini sangat memengaruhi keputusan yang mereka ambil dalam menentukan importasi beras,” jelas Hizkia.
Pemerintah sebaiknya berperan sebagai regulator, seperti menentukan kriteria dan memverifikasi informasi yang diberikan oleh pihak swasta tersebut terkait kualifikasi mereka. Pemerintah juga harus memastikan asas keadilan dan adanya transparansi dalam semua proses terkait impor.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, CIPS juga mendorong pemerintah untuk menghapuskan Permendag nomor 103 tahun 2015 pasal 9 ayat 1b yang memberikan monopoli impor beras kepada Bulog. Pihak swasta seharusnya juga diberikan izin untuk mengimpor, tidak hanya untuk beras untuk keperluan industri dan beras khusus saja.
“Pendeknya jalur distribusi beras impor dapat menjadi solusi permasalahan panjangnya rantai distribusi beras lokal. Indonesia juga akan lebih terintegrasi dengan pasar internasional yang harganya lebih murah,” jelas Hizkia.
Pemerintah batal menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton. Pemerintah kembali menunjuk Bulog sebagai pihak yang melakukan impor. Pemerintah juga menugaskan Bulog untuk menyerap gabah dan beras hasil panen petani.