Kurikulum PBPM: Integrasi Sistem Kehidupan Tradisional Papua dan Modernisme

Cerita Masa Depan Papua
Cerita dan data tentang keberhasilan pendidikan dan pengembangan masyarakat di Tanah Papua
Konten dari Pengguna
29 Maret 2022 10:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cerita Masa Depan Papua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerita Masa Depan Papua
Tradisi dalam Modernitas
Modernitas menghancurkan tradisi—merupakan kalimat pertama yang ditulis oleh Anthony Giddens dalam pembahasan mengenai tradisi masyarakat di bukunya yang berjudul Living in a Post Traditional Society (1994). Begitupun kami sering mendengar mengenai pesimisme komunitas masyarakat yang masih berpegang pada tradisi ketika modernitas masuk dan mengarah pada modernisasi pada berbagai aspek kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Masih mengutip Anthony Giddens, bahwa fase perkembangan sosial modern didukung oleh aspek penting, yaitu kolaborasi antara modernitas dan tradisi—sampai kemudian hal ini sulit diwujudkan ketika muncul sebuah karakter yang disebut sebagai modernitas reflektif atau modernitas tinggi. Akibatnya, tradisi kemudian menerima sebuah karakter yang sama sekali berbeda dengan tradisinya, hal ini yang kemudian membuat masyarakat tradisional ‘kesulitan’ menerima perbedaan karakter modernitas yang warnanya sangat kontras.
Sebagai pengingat dan gambaran, masyarakat tradisional bersifat segmental dan dualistik. Aktivitas-aktivitas yang bersifat politik dan kepemimpinan tidak menembus ranah sehari-hari dalam kehidupan tradisional. Banyak hal ditabukan. Tapi bukan berarti masyarakat tradisional tidak rasional.
Rasionalisasi tidak bertentangan dengan tradisi; sebaliknya meskipun buktinya belum muncul, kita curiga bahwa rasionalisasi telah memungkinkan keberadaan bentuk-bentuk lebih tradisional berjangka panjang di luar segala sesuatu yang ditemukan dalam kebudayaan lisan. Kami akan contohkan dengan kehidupan masyarakat dengan tradisi kuat seperti di Papua. Banyak hal dilakukan dengan pertimbangan rasional—terutama yang akan kami bahas berkaitan dengan pendidikan berbasis budaya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Inisiasi Anak Papua
Kebudayaan di Pegunungan Bintang memiliki sistem pendidikan inisiasi yang disebut dengan Ap Iwool. Mengejutkannya, setelah kami kaji Ap Iwool ternyata memiliki sistem pendidikan tradisional yang terstruktur dimulai dari usia pendidikan dasar—jika ini dipadankan dengan berdasarkan logika fungsi yang sama, pendidikan dan pengenalan segala skill dan kemampuan untuk mencapai segala pengetahuan yang lebih luas dilakukan pada usia pendidikan dasar (6-11 tahun). Secara tradisional ternyata Ap Iwool memiliki kesepadanan fungsi dan rasionalisasi yang sama dengan pendidikan modern. Dalam Bahasa Ngalum (Bahasa daerah di Pegunungan Bintang), Ap Iwool berarti sebagai rumah; rumah yang memiliki 4 tiang dan 4 tungku sebagai representasi marga. Memiliki kemiripan seperti pada Suku Asmat, pendidikan inisiasi juga dilakukan di sebuah rumah adat bernama Jew yang mewakili suatu klan dalam rumpun adat tertentu dalam sistem kekerabatan di Suku Asmat.
ADVERTISEMENT
Dalam Ap Iwool setiap marga memiliki otoritas dan wewenang akses terhadap bidang keahlian vital dan krusial seperti berburu, pemanfaatan sungai, dan pengelolaan hutan. Tiap marga memiliki peran masing-masing dalam sistem kemasyarakatan mereka, oleh karenanya pendidikan yang diberikan pun sangat spesifik dan kontekstual. Pemberian pendidikan yang bertujuan mendapatkan skill tertentu dilakukan dalam pendidikan yang terbuka. Persoalan akan menjalankan peran apa sesuai dengan otoritas yang telah ditentukan atas masing-masing marga, itu perihal lain.
Apabila logika fungsi ini dianalogikan sebagai nafas pendidikan modern, seharusnya sistem yang dianggap tradisional ini dapat diterapkan untuk menjalankan pendidikan modern pada anak-anak yang memiliki titik berangkat dari sistem kemasyarakatan tradisional. Cara terbaik dan terdekat untuk mengantarkan seorang anak (Papua) kepada pendidikan modern adalah dengan mendidik menggunakan pola dan barang budaya mereka sendiri. Dalam pola pendidikan tradisional (di Papua) telah ada upaya tersirat yang kurang lebih compatible dengan world view seorang anak.
ADVERTISEMENT
Merdeka belajar, jika dimaknai sebagai mengubah tatanan, menciptakan strategi belajar baru, dan menghadirkan konteks yang sebelumnya tidak ada, maka apa yang kami lakukan dalam PBPM (Pengkajian Budaya Papua dan Modernisasi) merupakan bentuk konkret Merdeka Belajar.
Mengutip istilah dekonstruksi, apa yang kami lakukan berdasarkan premis di atas adalah tentu sebuah dekonstruksi. PBPM bagi kami merupakan strategi, model, dan cara berpikir yang baru dari sebelumnya—setelah banyak sekali kebuntuan-kebuntuan yang kami hadapi di lapangan. Jika dekonstruksionisme digadang sebagai aliran posmodernisme dalam Filsafat Barat yang dikembangkan oleh Jacques Derrida untuk mengkritik aliran filsafat lama yang dinilai kedaluwarsa atau obsolete; maka jika dilihat secara analogi rasional dan logika fungsi—meski ketepatan penggunaannya tidak presisi: kami sedang mendekonstruksi pendidikan melalui PBPM.
ADVERTISEMENT
Ada banyak alasan mengapa dekonstruksi cocok diterapkan secara rasional dalam PBPM begitupun sebaliknya dalam hal logika fungsi;
1. PBPM adalah strategi baru, lembaran baru, cara berpikir baru—meskipun tidak sepenuhnya baru, PBPM mengkhususkan konteks. PBPM tidak menyeragamkan kondisi. PBPM tidak lagi berpatokan pada buku teks pelajaran yang dicetak massal, tanpa pernah tahu siapa saja anak yang mempelajarinya, bagaimana kondisi dan titik mulainya. PBPM melibatkan pihak eksternal yang sama sekali baru—sumber belajar dan bertanya bukan hanya guru; belajar kepada ahli suatu bidang yang spesifik sehingga terjadi pertukaran nilai dalam Multisite Learning. Siswa belajar pada ahli listrik, pada artis digital, pada pengusaha, pada bankir, pada Lembaga pemerintah, pada perajin keterampiran. Semua diluar kemampuan guru, yang harus diakui sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
2. PBPM merupakan bentuk kritik terhadap sistem yang sudah ada—yang tidak compatible dengan kondisi pendidikan Papua secara khusus, dan dengan kondisi masyarakat Papua baik secara ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. PBPM memasukan aspek budaya ke dalam bahan belajar pendidikan modern, ke dalam Matematika, Linguistik, Ilmu Pengetahuan Alam, kajian sosial, bahkan ke dalam pengamatan sistem ekonomi. PBPM mengkaji budaya lokal tempat seorang anak tumbuh dan beridentitas.
3. PBPM menjadi kritik dan koreksi terhadap oposisi biner dalam pendidikan: pintar–bodoh, jiwa–badan, kurikuler–ekstrakurikuler, kelas–luar kelas, modern–tradisional, guru–siswa dan sebagainya. Dalam PBPM, batas yang menegaskan oposisi biner tersebut dikikis pelan-pelan maupun secara sekaligus. Segala bentuk kecerdasan, kemampuan, keterampilan diapresiasi dalam banyak ruang. PBPM adalah pendidikan yang terbuka dan berusaha mendobrak oposisi biner. Tidak menutup kemungkinan, sebuah materi belajar di kelas didapat dari penjelasan seorang siswa berdasarkan latar belakang budayanya—guru turut belajar, dan mengaitkan itu dengan pembelajaran formal; oposisi biner guru dan siswa sudah pudar di sini. Dari sudut pandang seorang guru, mungkin ini seperti bekerja dua kali; dia harus mempelajari latar belakang budaya si anak, lalu mengaitkan dengan pembelajaran formal, lalu memfasilitasi kembali model belajar yang terlihat baru tapi akrab bagi si anak.
ADVERTISEMENT
Muara dari konstruksi—proses pembelajaran PBPM secara kolektif berusaha mempersuasi setiap stakeholder untuk mengajak betapa pentingnya
Siswa SMP Bulangkop, Distrik Ok Aom, Kabupaten Pegunungan Bintang -- Pendidikan Berbasis Budaya Papua sebagai jembatan menuju modernisme
untuk merumuskan dan membangun solusi konkret yang bermanfaat bagi kehidupan kolektif masyarakat—alamnya, sehingga sistem kehidupan tradisional akan terhubung dengan modernisasi secara kolaboratif, tidak saling menjatuhkan dan meninggalkan.
@ceritamasadepanpapua ; adalah sebuah gerakan pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat di pedalaman Papua yang mengusung metode belajar berbasis skill dan budaya Papua yang disebut Pengkajian Budaya Papua dan Modernisasi (PBPM).