Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cerita Guru Honorer Memondokkan 5 Anak di Pesantren Bermodal Yakin pada Allah
13 Desember 2021 14:26 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Cerita Santri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berawal dari sebuah acara di stasiun televisi nasional. Pasangan suami istri Riska dan Erik Ridwansyah menyaksikan tausiyah Ustadz Yusuf Mansur. Waktu itu, UYM, panggilan Ustadz Yusuf Mansur, sedang merintis Pesanten Tahfizh Daarul Qur’an.
ADVERTISEMENT
Kajian di Masjid Istiqlal, Jakarta, yang kerap tayang di layar televisi tak pernah mereka lewatkan. Kala itu UYM pun sudah aktif menulis buku. Riska yang memang hobi membaca tak ingin ketinggalan untuk melahap tulisan UYM.
Namun, kondisi keluarga dengan lima anak serta ekonomi yang pas-pasan, Riska tak sanggup membeli bukunya. Ia hanya berkeliling di beberapa toko buku, kemudian membaca judul-judul buku UYM. Yang paling berkesan baginya adalah buku Miracle of Giving, karya UYM yang terbit tahun 2008 silam.
Riska dan Erik adalah pasangan suami istri yang berasal dari Kota Cianjur, Jawa Barat. Dahulu, sang suami berkerja di sebuah perusahaan sebagai arsitek untuk proyek pembangunan. Sampai saat ini ia masih aktif sebagai arsitek, meski sifatnya independen dan hanya sebagai selingan. Pekerjaan utamanya guru honorer.
ADVERTISEMENT
“Cuma yang namanya di proyek itu jarang pulang, kadang ninggalin istri bisa sebulan. Mungkin karena dapurnya dua juga uang itu seperti yang tidak pernah cukup,” ujarnya perihal mengapa akhirnya ia memilih melepas pekerjaan tetapnya itu.
Penghasilan bulanan Erik sebagai guru honorer hanya berkisar tiga ratus ribu rupiah. Kala pandemi melanda, pekerjaan selingan sebagai arsitek pun sepi peminat. Menurutnya, hal itu lumrah sebab banyak orang mengalokasikan dananya untuk kebutuhan yang lebih penting, yakni kesehatan.
Alhasil, untuk membiayai kelima putranya di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an pun harus pasangan ini siasati. Apalagi megingat gaji pokok Erik berbanding terbalik dengan total pembiayaan bulanan yang harus mereka keluarkan untuk kelima anaknya di angka dua digit. Seperti yang diungkapkan sang istri, Riska.
ADVERTISEMENT
Namun, keyakinannya pada Allah SWT memang sudah tumbuh kala pertama kali memondokkan anak di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an. Mereka tak pernah khawatir akan ketidakmampuan membayar SPP dan biaya sekolah lain.
“Kalau saya sih mikirnya gini ya, mungkin rezeki yang dikasih Allah buat kita itu rezeki anak. Kita mah nebeng aja istilahnya,” tutur Erik.
Keyakinan itu tumbuh pertama kali ketika sang istri, Riska, mendapat pesan dari istri pengasuh Pesantren Al-Ittifaq, Ciwidey, Kabupaten Bandung, yang biasa ia panggil dengan sebutan Bi Haji.
“Kalau masukin anak pesantren, jangan bilang biaya pendidikan. Investasi bilangnya. Kalau investasi nanti kita akan memanen hasilnya,” kata Riska menirukan ucapan Bi Haji.
"Jangan berkecil hati tentang nominal di pesantren. Kita punya Allah yang Maha Besar," lanjut Riska meneruskan pesan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikuatkan pula oleh perkataan UYM pada mereka, “niatkan saja sedekah ke Daarul Qur’an,” kata Riska, kali ini menirukan ucapan UYM.
Erik dan Riska memondokkan anak ke pesantren Tahfizh Daarul Qur’an pertama kali langsung pada tiga anaknya. Si sulung, Melandri yang sekarang duduk di kelas 11 SMA; Dzikri Al-Ghifari, sekarang duduk di kelas 5 SD Shigor putra, Tangerang; serta Azfar Rayyan yang sekarang berada di kelas 3 SD Shigor Putra.
Kemudian menyusul dua anaknya lagi, Fawwaz Ghazi kelas 8 SMP dan Nazran Muharram yang ia daftarkan di Shigor Putra satu tahun lalu.
Melandri masuk pesantren atas permintaan sang ayah. Namun, Ridwan mengakui kalau Melandri satu-satunya anak yang ia suruh masuk pesantren. Keempat lainnya murni keinginan sendiri.
ADVERTISEMENT
Kala itu Melandri memasuki jenjang kelas 2 SD. Erik dan Riska mulai memupuk mimpinya menyekolahkan anak di pesantren. Melandri didaftarkan di Pesantren Al-Basyariyah, Bandung.
Riska sendiri merupakan lulusan pesantren, sehingga ia paham betul bagaimana didikan di pesantren. Riska mengaku terinspirasi dari keluarga Pesantren Al-Ittifaq yang semua anggota keluarganya mengabdi pada pesantren.
Riska mengenang pertama kali memasukkan anak di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an, di tahun 2013, sekaligus tentang pesan UYM yang ia ingat betul.
“Kata beliau (UYM), tidurnya anak di pesantren aja dapat pahala,” karena itu Riska bersama suaminya melapangkan hati melepas Melandri ke pesantren.
“Keajaibannya seperti itu, pas anak masuk pesantren, penghasilan saya melejit. Alhamdulillah tahun berikutnya malah dikasih rumah,” ujar Erik mengingat kejadian pada tahun 2014 tersebut. Bahkan, kata Riska, rumah yang mereka beli seperti layaknya di cerita yang sering UYM sampaikan dalam ceramahnya.
ADVERTISEMENT
Di tahun yang sama saat keduanya memasukkan sang sulung ke pesantren, Erik dan Riska berkeliling menggunakan sepeda motor, melihat-lihat rumah, lalu menawar rumah yang mereka suka. Saat itu keluarga mereka masih mengontrak. Setahun berikutnya, mereka membeli rumah yang mereka tawar tersebut.
Keajaiban-keajaiban silih berganti menghampiri pasangan ini, terutama rezeki yang berkaitan bagi sang anak. Tapi menurut mereka yang paling menggembirakan adalah perubahan yang terjadi pada anak-anak setelah mondok di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an.
“Kalau saya lihat Alhamdulillah anak-anak saya jadi lebih santun. Seperti Melandri itu kan pertama harus ke I’daad dulu. Di situ dia canggung. Saya mendengar kalau 'Al-Fatihahin aja anaknya, sholawatin aja anaknya.' Di situ mulai ada perubahan dan memang terasa. Ketika mulai masuk Pondok Tangerang (Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Tangerang), dianya juga sudah mulai tenang,” kata Riska.
ADVERTISEMENT
Riska mengakui, Melandri bersama adik pertamanya, Fawwaz, bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya yang masih SD kala mereka sekeluarga sedang berkumpul di rumah.
Di lembaga pendidikan Daarul Qur’an, termasuk Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an dan I’daad SD Shigor Putra, akan selalu diajarkan kemandirian. Kemandirian ini menjadi bahan bakar dalam mimpi-mimpi yang selalu diafiliasi.
Riska pun heran dengan salah satu anaknya yang ada di Shigor Putra, Azfar, ketika mendengar keinginan sang anak untuk sekolah di Yaman, tepatnya di Kota Tarim.
“Itu waktu kelas 2 SD. ‘Pokonya pengen jadi ulama,’ dia bilang. ‘Pengen punya pesantren besar yang canggih. Gratis buat yang gak mampu,” jelas Riska menirukan ucapan sang anak. Begitupun kedua anaknya yang lain yang ada di Shigor Putra. Selain sudah tak manja, mereka mulai bisa memetakan masa depan sedari dini.
ADVERTISEMENT
“Saya mah yakin, yang penting mah ikhlas, ikhtiar, berdoa, kalau bisa banyakin shalawat, shodaqoh juga, puasa juga. Anak-anak mah alhamdulillah sudah diajarkan buat menjadi anak yang sholih, orang tuanya juga harus belajar seperti itu. Biar rezekinya dimudahkan sama Allah,” terang Erik perihal amalan yang mereka lakukan, hingga bisa menuai kenikmatan dari Allah SWT ini.
Nothing to lose adalah kunci. Dibarengi dengan ikhtiar. Biarkan Allah yang berkerja dengan ke-Maha Kuasannya.
Tak cuma lima anak biologis mereka, saat ini keduanya pun memilki Rumah Tahfizh bernama Rumah Tahfizh Al-Mansur yang berada di Kota Cianjur. Riska menyebut kalau nama itu pemberian UYM. Santrinya berjumlah 120 anak, tanpa ada biaya yang dibebankan alias gratis bagi santri yatim dan dhuafa. Di luar kategori tersebut, infaq bulanan disesuaikan dengan kemampuan.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya keluarga ini dikaruniai mampu berangkat ke baitullah. Momen tersebut terjadi di tahun 2017. Tujuh orang anggota keluarga diboyong semua. Dan Erik masih dengan pekerjaan tetap sebagai gurur honorer.
Momen tersebut tak disia-siakan Melandri. Sembari berjalan mengelilingi berbagai tempat di tanah suci, ia terus berdoa agar suatu saat bisa bersekolah di sana. Kampus pilihannya Universitas Madinah. Di mana di kampus tersebut juga banyak alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an yang tengah menempuh studi.
“Jujur saja, sampai saat ini saya masih gak menduga. Kok bisa ya kelima anak saya di sini,” ungkap Erik. Meski tiap tahun ia dibuat pusing, nyatanya Allah selalu memberikan jalan.
Sang istri mengamini pernyataan suaminya. Baginya, ketika meminta rezeki, maka mintalah yang banyak. Apalagi untuk kepentingan anak. Dan harus ingat bahwa Allah SWT Maha Pemberi Rezeki.
ADVERTISEMENT
Dipilihnya pesantren Tahfizh Daarul Qur’an pun tidak sembarangan. Mereka sadar betul kualitas pesantren ini dengan para alumni yang sudah melanglang buana di 4 benua. Karena itu, keduanya juga punya mimpi yang tinggi untuk anak-anaknya kala memasukkan mereka di pesantren ini.
“Kan kita pengen rezeki anak yang VIP, ya sekolahin anaknya juga yang VIP,” tutur Riska.