Konten dari Pengguna

Merasa Paling Bodoh Di Pesantren, Kini Sudah Mau Lulus Kuliah di Sudan

23 Mei 2022 9:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cerita Santri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Merasa Paling Bodoh Di Pesantren, Kini  Sudah Mau Lulus Kuliah di Sudan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal masuk pesantren, Ikhsan Abdan Syakuro merasa dirinya bodoh dibanding kawan-kawan lainnya. Berbekal kerja keras dan semangat pantang menyerah, kini Ikhsan sudah hampir lulus kuliah di Sudan.
ADVERTISEMENT
Ikhsan Abdan Syakuro yang kerap dipanggil Ikhsan merupakan alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an al-Jannah Cariu, yang kini tengah berkuliah di Universitas Internasional Afrika di Sudan. Perjalanan yang panjang dan penuh perjuangan mewarnai kisahnya menjadi penghafal Alquran.
Ada 1 kejadian yang membuatnya memilih masuk pesantren begitu lulus dari Sekolah Dasar. Saat itu tawuran begitu marak di kalangan pelajar SMP dan SMA. Ikhsan bergidik dengan fenomena tersebut yang membuatnya berfikir ulang untuk masuk sekolah umum.
Di satu ketika, saat sedang menyaksikan televisi tidak sengaja Ikhsan menyaksikan kajian ustadz Yusuf Mansur yang juga pendiri Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an yang perkembangannya sangat cepat dalam beberapa tahun belakangan dan membuat Ikhsan tertarik untuk masuk pesantren tersebut.
ADVERTISEMENT
Tapi saat mendatangi pesantren tahfizh Daarul Qur’an Ketapang, Ikhsan terkendala dengan biaya pendaftaran. Namun sebelum semangatnya turun, Ikhsan disarankan ikut ujian di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an al-Jannah Cariu, yang full beasiswa. Ikhsan pun lulus ujian dan mimpinya masuk pesantren tercapai.
Awal masuk pesantren Ikhsan merasa paling bodoh dibandingkan kawan-kawan lainnya. Meski saat SD beliau selalu menduduki rangking pertama.
“Saya waktu SD hanya belajar ngaji dan agama seadanya saja. Jadi ngelihat kawan-kawan yang ngajinya dah lancar menjadi momok tersendiri” ujar Ikhsan.
Kenyataan tersebut tidak membuatnya minder apalagi menyerah. Sebaliknya itu menjadi pelecut baginya untuk belajar lebih giat lagi. Ia pun semakin giat belajar membaca dan menghafal Alquran.
“Jika kamu ingin berada di atas maka temanilah orang-orang yang sudah berada di atas” sebuah nasihat dari seorang ustadz memotivasi dirinya.
Maka mulai ia menanam mimpi sekaligus merawatnya. Beliau mencanangkan bisa kuliah di luar negeri saat mengetahui banyak program beasiswa dari sejumlah kampus bagi penghafal Alquran.
ADVERTISEMENT
“Maka saya semakin dekat dengan Alquran” ujarnya.
Semangat dan kerja keras Ikhsan dalam belajar mengantarnya menjadi hafizh 30 juz yang pertama di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an al-Jannah Cariu. Ia juga mendapat hadiah umroh beberap bulan setelah kelulusannya.
Lulus dari Pesantren, Ikhsan mulai mencari jalur kuliah di luar negeri. Beberapa kali ia mengikuti ujian masuk Universitas Madinah. Meski gagal ia tidak patah semangat. Bahkan  ia sama sekali tidak tertarik pada SBNPTN dan melewatkan kesempatan untuk kuliah di kampus dalam negeri.
Terus belajar dan berdoa, akhirnya ia mendapat tawaran dari kakaknya untuk mengikuti ujian masuk di Universitas Internasional Afrika yang berada di Khartoum, Sudan. Universitas yang juga menjadi magnet bagi banyak pelajar muslim dari penjuru dunia.
ADVERTISEMENT
“Qadarullah saya lulus dan saya yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha seorang muslim” ujar Ikhsan.
Kini Ikhsan sedang memasuki tahap akhir kuliah, meski harus mundur setahun karena pandemi covid-19 yang membuat aktivitas belajar dan mengajar terganggu.
Ikhsan pun mengaku akan kembali ke pondok begitu ia sudah lulus. Ia ingin berkhidmat di pondok karena dari sinilah segala perjuangannya bermula sekaligus membagi apa yang telah didapatnya kepada adik-adik kelasnya.
Satu juga impian Ikhsan adalah mewujudkan cita-cita kedua orangtuanya yang ingin membangun tempat pendidikan seperti madrasah.
“Kebetulan belajar dan membagikan ilmu menjadi satu hobi yang saya sukai” ujar Ikhsan menutup obrolan.
ditulis oleh Nur Taufik Alghifari