Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Takut Masuk Pondok Pesantren? Baca Kisah Saya Ini
14 Agustus 2019 13:19 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Cerita Santri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masuk pesantren jujur sih bukan kemauan saya sendiri. Keinginan sendiri hanya 40 persen saja, sisanya dan yang terbesar ya from my parents.
ADVERTISEMENT
Awal-awal masuk sih sedih. Nangis-nangisan pengin pulang. Gimana enggak? Ini momen pertama kalinya jauh dari orang tua di mana kita apa-apa harus sendiri, apa-apa serba ngantri. Belum lagi ketemu teman-teman dari berbagai macam daerah dengan beragam budaya dan sifatnya. Pftt…. bener-bener ekstra batin deh!
Tahun pertama masuk itu tahun 2015 dan untuk pertama kalinya saya hidup di asrama. Satu, dua hari, pertama sih mungkin biasa aja, soalnya kan belum ada kegiatan yang jadi daily activity banget. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, kok makin jenuh, makin kerasa tuh monoton daily activity-nya, hati sudah campur aduk. Apalagi masuk pesantren juga belum bawa bekal apa-apa. Semuanya masih dari nol. Hafalan belum ada, ilmu agama juga masih ya tergolong sedikit.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana saya menghadapi hari-hari di pesantren? Saya membaginya menjadi tiga fase yang kira-kira seperti inilah:
Masuk ke awal jadi fasl ‘Asyr (kls X)
Pokoknya ini masa paling berat. Selalu pengen pulang. Pokoknya kagak betah dah. Mau dikasih motivasi model bagaimana juga ya pokoknya ingin pulang. Sampai akhirnya berada pada satu titik memutuskan pindah dari pondok. Awalnya sih selalu minta izin untuk pulang ke rumah. Hingga mungkin orang tua bosan dan membolehkan saya pindah. Saat itu rasanya senang banget.
Mungkin karena saking bosannya dengan keluhan saya, orang tua bertanya “memang mau pindah ke mana?”
Jelas pertanyaan ini membuat saya senang banget. Lalu akhirnya saya izin dari pondok dan istirahat di sebuah penginapan. Eh enggak tahu kenapa pas di dalam kamar hati saya kok tiba-tiba malah berat untuk pindah.
ADVERTISEMENT
Padahal belum beberapa lama sudah senang banget mau pindah. Ya sudah abis salat isya, setelah makan, abis itu ngobrol-ngobrol lagi sama orang tua bagaimanabaiknya? Hingga akhirnya larut malam dan saya memutuskan untuk istirahat dan sebelumnya berdoa meminta Allah untuk dibangunkan jam 3 pagi untuk salat tahajud untuk selanjutnya isthikoroh.
Alhamdulillah bener-bener bangun walaupun lewat 10 menit dari jam 03.00. Langsung deh bergegas salat minta sama Allah untuk ditunjukkan jalan keluar terbaik. Apakah tetap di Daqu atau harus benar-benar pindah dari Daqu.
Waktu perizinan habis dan saya harus kembali ke pondok. Saat itu orang tua sudah kasih kesempatan untuk mikir-mikir lagi. Hingga saat Halaqah sore, enggak tahu kenapa rasanya sedih banget. Kebayang muka lelahnya orang tua, akhirnya teman-teman juga bertanya apakah benar saya mau pindah. Hingga akhirnya ustazah tahu pertarungan dalam batin saja dan bertanya benarkah mau pindah?
ADVERTISEMENT
Masih dalam kekalutan, lalu diajak ngobrol. Saat itu ustazah ngingetin lagi soal kerja keras orangtua. Meski saat itu saya hanya terdiam, nasehat ustazah saya bawa ke kamar. Tepat dua hari setelahnya fix saya memutuskan untuk tidak pindah. Langsung saat itu juga saya telepon orang tua. Saat itu saya berpikir, "Emak, bapak gue sudah jauh-jauh sekolahin gue, pontang panting nyariin biaya buat sekolah, masa mau pindah gitu aja, mikir!".
Naik jadi Fasl Hadi’asyr (Kls XI)
Episode ingin pulang beralih dengan episode penuh dengan lelah. Kelas XI kita sibuk jadi pengurus ini dan itu. Ini adalah masa seringnya kesehatan menurun karena kelelahan. Kita akan sibuk sekaligus diasah kemampuan berorganisasi dengan yang namanya kepengurusan. Mulai dari pengurus pondok, asrama, sampai kamar. Jujur di SMP saya enggak menemukan nih model kegiatan seperti ini. Dalam kepengurusan kita tidak hanya mengurus diri kita sendiri tapi juga menangani santri dengan segala macam sifat dan jenis pendekatan yang berbeda. Yang jelas pada tahapan ini kita benar-benar diuji batin plus kesabaran.
ADVERTISEMENT
Naik jadi Fasl Nihaiyyah (Kls XII)
Nah disini nih teman-teman, sudah mulai enggak terasa mondoknya. Semua kegiatan sudah terasa biasa saja. Tapi hati, tenaga, dan pikiran yang kita keluarkan kudu ekstra. Saat kelas XII ini ada yang namanya 'Daqu Fest' atau panggung seni. Kegiatan yang diadakan setiap 1 tahun sekali untuk kelas 12 atau yang sering disebut santri akhir.
Pafest ini bukan festival ecek-ecek loh ya. Ini perjuangannya benar-benar dah. Mulai dari mencari proposal, menuangkan semua ide dan kreativitas yangdimiliki. Belum lagi baper-baper antara penanggung jawab ini dan penanggung jawab itu. Nah dari sini juga kita mulai bisa menilai sifat teman; mana yang mageran, mana yang bodoh amat, mana yang susah diatur dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Selesai Pafest, back to reality that is study hard. Saatnya kembali berjuang untuk Ujian Nasional, diwarnai juga dengan rutinitas Halaqah (setoran hafalan) yang tidak berujung. Belajar, belajar, dan belajar.
Belum lagi diwarnai sama yang namanya ngantuk. Namun begitu, tidak mengurangi semangat untuk terus berusaha yang terbaik. Sampai akhirnya UN datang, saya dan kawan-kawan bisa melalui dengan tenang. Kami pun bersyukur.
Perpisahan semakin di depan mata, latihan-latihan menuju wisuda purna pun mulai digelar. Mulai dari latihan bernyanyi (choir), latihan naik ke atas panggung, sampai pembagian jas purna.
Wisuda purna is coming...
Bangun, salat, persiapan, sarapan, on the way ke tempat wisuda, siap-siap lagi berhubung santriwati ya ada lah sedikit poles-poles untuk acara terakhir dan resmi ini.
ADVERTISEMENT
Satu persatu masuk menduduki tempatnya masing-masing. Alhamdulillah, tahapan acara berjalan lancar. Selesai sudah perjuangan selama di pondok, mulai meneteskan air mata perpisahan, bener-bener enggak terasa sih, yang awalnya saya pengin banget pindah tahu-tahunya sampe lulus di pondok hehe…
Satu yang saya dapat adalah soal kebersamaan yang gak mungkin kita dapatkan di institusi pendidikan umum. Juga momen di pondok, seperti nunggu-nunggu tamu besar yang mau datang. Menunggunya lama sampai kesal pengin kabur ke kamar, pengalaman itu enggak ada di luaran sana. Lalu mutung gara-gara kamar mandi diselak itu juga enggak ada di luaran sana. berantem mulu sama teman, saling kesal satu sama lain itu pun enggak ada di luaran sana.
ADVERTISEMENT
Intinya nyantren itu enak! Rasa hidup bareng-barengnya itu dapet, kebersamaannya juga dapet, pelajaran hidup nya juga lebih dapet. Lalu saat selesai nyantren? Rasa berpisahnya lebih-lebih dapat. So, buat kalian adik-adik kelas yang masih di pesantren, optimalkan waktu kalian, karena pengalaman kaya gitu enggak bakal kalian rasain kalo kalian sudah lulus. Oke?
Thx u for reading my story.
Dikisahkan oleh, Suci Fahdaniah, Alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Putri angkatan IX.