Bayanullah, Sultan Ternate Pelopor Anti Poligami

Konten Media Partner
8 Maret 2019 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TELAAH
Kadaton Kesultanan Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Kadaton Kesultanan Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
ADVERTISEMENT
Merupakan suatu hal yang lumrah tatkala sebuah kesultanan begitu lekat dengan aroma patriarki. Atau bahkan boleh dibilang kedua hal tersebut bagaikan dua sisi dalam satu keping mata uang. Adalah biasa ketika menemukan di dalam lembar sejarah para sultan maupun jajarannya di lingkungan istana bebas dalam memiliki selir atau gundik.
ADVERTISEMENT
Namun hal tersebut rasanya tak berlaku bagi Sultan Bayanullah (1500-1521), dalam sejarah kesultanan Ternate. Bayanullah menjabat sebagai sultan setelah ayahnya, Sultan Zainal Abidin mangkat pada tahun 1500. Zainal Abidin adalah raja pertama yang menyandang gelar sultan. Darinyalah Islam kemudian dikenal oleh masyarakat Ternate, dan juga terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan yang semula berupa kerajaan menjadi kesultanan.
Memiliki ayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai dalam agama Islam nampaknya memengaruhi diri Bayanullah. Jika ayahnya berperan besar dalam mengenalkan Islam, maka Bayanullah punya peran dalam mengidentikkan kadaton dengan ajaran Islam.
Di masa kekuasaannya Bayanullah membuat kebijakan yang cukup signifikan dalam perubahan wajah kesultanan, ia membuat syarat bagi mereka yang hendak menjadi bobato –perangkat kesultanan—dengan mengharuskan telah beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Bayanullah bukanlah tipe sultan yang hanya bermodal garis keturunan semata, tetapi ia memiliki integritas dan kecerdasan dalam memimpin rakyatnya. Hal itu terlihat dari pujian yang disampaikan oleh para pedagang asing yang pernah menemuinya.
Dalam Sejarah Kepulauan Rempah-rempah Adnan Amal mengungkapkan, bahwa para pedagang asing begitu menghormati sosok Bayanullah. Bukan tanpa alasan memang, sepanjang kekuasaannya sultan yang satu ini memang kerapkali mengeluarkan kebijakan yang cenderung melampaui zaman.
“Peraturan-peraturan yang dikeluarkan Bayan memperoleh pujian orang barat dan dia dianggap sebagai pelopor civilisasi rakyat Maluku,” tulis Adnan Amal dalam buku Sejarah Kepulauan Rempah-rempah.
Seorang penjelajah asal Italia, Ludovico di Varthema, dalam salah satu tulisannya menyebut Sultan Bayanullah sebagai “seorang pria terhormat dari kota Roma”.
ADVERTISEMENT
Bayanullah juga dikenal dekat dengan Serrao, seorang penjelajah masyhur asal Portugis. Ia bahkan menjadikan Serrao sebagai penasehat kesultanan.
Tindakan humanis yang ditunjukkan Bayanullah tercermin dalam kebijakannya terkait perempuan.
Bagi Bayanullah, laku poligami yang akrab dengan kehidupan rakyat Ternate kala itu adalah kemunduran, oleh karena itu ia kemudian mengeluarkan peraturan untuk membatasi poligami. Kebijakan tersebut cukup berarti, dikatakan bahwa setelahnya hampir tak ada lagi celah bagi mereka yang ingin berpoligami.
Selain itu, kebiasaan memeiliki gundik di lingkungan kesultanan juga menjadi perhatian Bayanullah. Ia lantas secara langsung melarang praktek tersebut, Para pejabat kesultanan yang kedapatan memiliki gundik tanpa persetujuannya akan langsung dipecat.
Tak hanya itu, Bayanullah juga menaruh perhatian pada persoalan pernikahan. Seperti saat ini, kala itu jumlah uang yang diminta keluarga pengantin perempuan kepada pengantin lelaki kerapkali dipandang terlalu mahal. Oleh karena itu ia lentas mengeluarkan peraturan terkait larangan meminta biaya pernikahan yang terlalu mahal.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemimpin yang punya integritas, peraturan tersebut seakan tercermin dari dirinya. Sepanjang hidupnya, Bayanullah hanya memiliki satu istri, yakni Nyai Cili Boki Nukila. Setelah kematian Bayanullah, Nukila sempat memimpin kesultanan Ternate, dan menjadi Sultanah satu-satunya dalam sejarah Ternate.
Bayanullah mangkat pada tahun 1521. Berbagai versi mengiringi kematiannya. Namun satu hal yang pasti adalah, setidaknya, dalam sejarah kesultanan Ternate, pernah tercatat seorang sultan yang begitu memerhatikan nasib perempuan.
---
Penulis: Rizal Syam