Boyong Kolano Madoru ke Ternate, Nita Klaim sebagai Wali Kolano

Konten Media Partner
12 Maret 2023 20:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nita Budhi Susanti bersama dua putra kembarnya diarak masyarakat adat di Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate, Maluku Utara. Foto: Erdian
zoom-in-whitePerbesar
Nita Budhi Susanti bersama dua putra kembarnya diarak masyarakat adat di Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate, Maluku Utara. Foto: Erdian
ADVERTISEMENT
Kisruh internal Kesultanan Ternate, Maluku Utara, perihal klaim penerus takhta setelah mangkatnya Sultan Mudaffar Sjah pada 2015 silam, sepertinya akan berlanjut.
ADVERTISEMENT
Ini setelah Nita Budhi Susanti, istri keempat dari mendiang Sultan Ternate ke 48 itu pulang ke Ternate pada Minggu, (12/3).
Nita ke Ternate memboyong dua putra kembarnya, yakni Ali Mohamad Tajul Mulk Putra Mudaffar Sjah dan Gaja Mada Satria Nagara Putra Mudaffar Sjah.
Kedua anak itu disebut sebagai penerus takhta Kesultanan Ternate atau Kolano Madoru, berdasarkan Jaib Kolano (hak veto) dan surat wasiat dari Sultan Mudaffar Sjah.
Tiba di Bandara Sultan Baabullah Ternate menumpangi pesawat Garuda Indonesia sekitar pukul 06.30 WIT, Nita bersama Kolano Madoru dijemput ratusan masyarakat adat yang pro terhadapnya.
Dari bandara menumpangi mobil, rombongan Nita dikawal ketat menuju makam mendiang Sultan Mudaffar Sjah di belakang Masjid Sultan Ternate untuk berziarah.
ADVERTISEMENT
Masih dalam pengawalan ratusan masyarakat adat, agenda Nita berlanjut ke salah satu rumah warga adat di Kelurahan Dufa-Dufa, Ternate Utara.
Hanya mampir sekitar 15 menit, Nita bersama Kolano Madoru lanjut menyeberang ke Pulau Hiri melalui Pelabuhan Jikomalamo.
Satu unit kapal motor kayu yang telah dihiasi daun kelapa muda dan bendera pelangi, menjadi tumpangan rombongan Nita dan Kolano Madoru. Banyak perahu motor ikut mengawalnya.
Tiba di Pulau Hiri sekitar pukul 09.20 WIT, Kolano Madoru yang mengenakan jubah khas sultan serta penutup kepala Tuala Wari, disambut dengan prosesi adat injak tanah atau Joko Kaha.
Ketiganya ditandu warga menuju rumah Kapita Hiri, Aja Tidore, di RT 004 RW 002, Kelurahan Togolobe. Hadir pula anak dari isteri kedua mendiang Sultan Mudaffar Sjah, yakni Nuzuluddin M Sjah.
ADVERTISEMENT
Di rumah itu, sejumlah perangkat adat menggelar pembacaan doa yang dilanjutkan dengan makan siang bersama, dan pesta tarian adat.
Dalam kesempatan itu, Nita pun memberi keterangannya kepada sejumlah wartawan mengenai maksud kedatangannya di Ternate.
"Saya kunjungan kali ini setelah 8 tahun saya tinggalkan Ternate sebenarnya hanya ziarah saja," ujar Nita.
Ziarah tersebut dirangkaikan pembacaan doa untuk 8 tahun wafatnya almarhum Sultan Mudaffar Sjah, dan selanjutnya adalah silaturahmi.
Menurut Nita, kehadirannya mengobati rindu masyarakat adat yang selama ini seperti anak ayam yang kehilangan induk.
"Ou (sebutan untuk sultan) so tara (tidak) ada, boki (permaisuri) tara ada, gitu kan. Jadi Alhamdulillah, sekarang sudah bisa bergabung di sini. Kalau yang lain-lain itu nanti sajalah, gitu yah," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Jauh pada tahun-tahun sebelumnya, Nita mengaku sudah terus diundang pulang ke Ternate oleh masyarakat adat, baik yang ada di Pulau Hiri maupun Dufa-Dufa.
Alhasil, Nita memilih menetap sementara di Hiri. Karena dirasa lebih aman dan dirinya pernah diambil sumpah sebagai Boki dan wali kolano di Hiri.
Nita bercerita, status Kolano Madoru sudah jelas. Bahkan, di saat usia 45 hari, kedua anak kembar ini telah melalui prosesi sinonako sebagai pewaris takhta Kesultanan Ternate oleh Sultan Mudaffar Sjah.
"Mulai mereka umur 45 hari kan sudah sinonako untuk penerus daripada Sultan Mudaffar Sjah. Nanti saya kembalikan ke masyarakat adat, maunya bagaimana," ujarnya.
Menurutnya, sampai saat ini masyarakat adat masih berpegang teguh dengan Jaib Kolano atas status Kolano Madoru.
ADVERTISEMENT
Hak veto yang dianggap paling sakral itu menjadi alasan Nita mau kembali ke Ternate bersama kedua putra kembarnya.
Selain itu, Nita mengeklaim bahwa statusnya masih sah sebagai wali kolano selama kedua anak kembarnya belum baligh.
Hubungan dengan beberapa anak dari istri mendiang suaminya diakui masih terjalin baik, dan menganggapnya sebagai seorang ibu. Apalagi dia juga punya anak dari perkawinannya dengan Sultan Mudaffar Sjah.
Kasus pidana pemalsuan asal-usul putra kembar yang pernah menyeretnya, lanjut Nita, merupakan sebuah ujian yang telah ia lalui.
Ia menyebut, kasus itu sebagai sebuah kezaliman, karena persoalan hukum adat yang dibawa ke ranah hukum positif.
Meski begitu, Nita menilai pidana yang dilaluinya tidak mempengaruhi hukum adat yang diyakini oleh masyarakat adat Kesultanan Ternate.
ADVERTISEMENT
Persoalan hukum positif itu pun tidak dapat mengubah status Kolano Madoru putra kembarnya. "Karena mereka punya bukti kuat tentang status hak ini," tandasnya.
"Mereka punya video misalnya penobatan, kalau akta kelahiran misalnya ditahan untuk menghilangkan haknya Kolano Madoru, itu kan hukum negara," tambahnya.
Artinya, sambung Nita, itu bisa di print out dari internet. "Kan bisa juga. Jadi kamu tahan apanya, kita bisa ambil di internet," ujarnya.
Terkait keberadaan Hidayatullah Sjah yang saat ini telah menduduki takhta sebagai Sultan Ternate ke 49, menurut Nita, juga bagian dari proses.
"Biarkan. Setiap orang selalu punya kesempatan, keinginan. Tapi kan akhirnya penentu itu adalah rakyat. Karena kedaton itu milik rakyat," ujarnya.
"Dan kita harus tahu, bahwa menjadi seorang sultan itu adalah pilihan rakyat. Bukan maunya kita. Rakyat maunya siapa?" cetusnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, masalah takhta kesultanan bisa dibicarakan secara kekeluargaan. "Kalau tidak ada titik temu, ada jalan mediasi. Sekarang ini cooling down," ucapnya.
Mantan Anggota DPR RI ini menambahkan, keberadaannya di Ternate selama sepekan. Meski begitu, Nita mengaku tidak dapat menolak lebih lama lagi di Ternate jika ditahan oleh masyarakat adat.
"Kan kalau menjadi seorang ibu atau orang tua rakyat yang sangat dirindukan, apalagi Kolano Madoru-nya di sini, saya ini tara (tidak) sampai hati kalau menolak begitu," pungkasnya. (TS)
---
Erdian