Cerita Ketua Tim Peneliti Stikmah Tobelo Kembangkan Penawar Virus Corona

Konten Media Partner
12 Februari 2020 19:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makariwo Halmahera Tobelo, Halmahera Utara, sekaligus ketua tim periset. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makariwo Halmahera Tobelo, Halmahera Utara, sekaligus ketua tim periset. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim periset Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makariwo Halmahera (Stikmah) Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, berhasil menemukan penawar dari bintang laut merah dan biru, yang diklaim bisa mengatasi coronavirus hingga HIV/AIDS.
ADVERTISEMENT
Tim yang beranggotakan 10 orang dan dinakhodai oleh Ketua Stikmah Tobelo, dr. Arend L Mapanawang, itu, telah melakukan riset sejak 2015-2016.
Arend bercerita, di awal riset, mereka menemukan senyawa pada dua jenis bintang laut itu, yang bisa menghambat virus HIV/AIDS.
"Sekarang pada tahap pengembangan," ucap Arend kepada cermat di ruangannya, Rabu (12/2/2020).
Dalam tim, mereka berbagi tugas. Ada yang membawa sampel, kajian ilmiah, pencarian data lewat google, hingga melakukan identifikasi.
Pada tahap awal di 2018, tim telah melakukan uji coba laboratorium, lalu dikembangkan pada 2019.
"Hasilnya kami utak-atik lagi. Dan di awal Januari 2020, kami terus eksplorasi seiring merebaknya coronavirus ini," jelasnya.
Alasan tertarik mengembangkan hewan tak bertulang belakang ini, karena dari hasil studi, terdapat salah satu bahan yang memiliki senyawa Imunomodulator.
ADVERTISEMENT
"Dia mampu meningkatkan imunitas. Juga membantu kesehatan tubuh karena memiliki senyawa-senyawa lainnya," jelasnya.
Dari hasil identifikasi, senyawa pada bintang laut merah terdapat 27 persen kandungan domperidone, salah satu senyawa yang digunakan menghambat virus.
"Bahkan hingga virus HIV/AIDS. Dia spesialis menghambat virus-virus RNA, mers, sars. Termasuk corona," jelasnya.
Sejauh ini, riset yang dilakukan Stikmah Tobelo lebih pada pengembangan herbal yang dibagi dua kategori, yakni tumbuhan dan marine."Untuk marine itu laor atau cacing laut," katanya.
Saat ini, kata dia, hasil riset untuk laor sudah dalam bentuk produk. Selebihnya, menunggu izin edar dari Balai Pengawas Obat dan Makanan.
"Herbal marine yang satu ini mampu mencegah stroke dan jantung. Dia juga kaya akan Omega komplet, 3, 6, 7 dan 9," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kembangkan 42 Herbal
Menurut Arend, seorang peneliti harus berpikir. Sebab peneliti bukan penjual obat. "Kami peneliti. Periset," katanya.
Bagi dia, jika sekadar menjual, hampir setiap daerah memiliki. "Istilahnya rorano (obat tradisional) itu. Ya karena kita peneliti, jadi tentu ada kaidah-kaidah yang harus kita lakukan," paparnya.
Sejak 2015-2016, timnya telah melakukan pengembangan kurang lebih sekitar 40-an jenis bahan alami herbal. Dan sampai saat ini, kurang lebih 42 jenis.
"Enam di antaranya sudah dipatenkan. Kemudian kurang lebih 5 sudah pengusulan. Jadi semua bertahap," ujarnya. Dalam mencari senyawa, lanjut dia, dibuatkan pemetaan.
"Misalnya, kelompok herbal yang ini dia lebih condong ke mana. Itu kita petakan. Kelompok yang menghambat bakteri itu seperti apa. Apakah dia dari daun-daunan, buah, atau kulit," paparnya.
ADVERTISEMENT
Untuk kelompok yang memiliki efek inhibisi terhadap virus, dipetakan lagi. Seperti yang ditemukan pada daun pangi, salah satu makanan khas masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara.
Arend bilang, dalam pemetaan, ada kelompok yang dominannya ke virus, bakteri, jamur, hingga ke penyakit-penyakit degeneratif. "Seperti jantung, diabetes, dan lain-lain," tuturnya.
Seriring merebaknya coronavirus, pihaknya segera membahas persoalan itu. "Jadi yang kelompok virus ini kita coba share. Jadi bukan tiba saat tiba akal, tidak. Kita ada SOP. Karena pemetaan itu penting," tandasnya.