Konten Media Partner

Cerita Pembuat Sagu Setir, Panganan Khas Pulau Hiri, Ternate

23 Juni 2019 22:18 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ainun Boli, perajin Sagu Setir di Kelurahan Togolobe, Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate. Foto: Olis/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Ainun Boli, perajin Sagu Setir di Kelurahan Togolobe, Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate. Foto: Olis/cermat
ADVERTISEMENT
Umumnya, makanan sagu di Kota Ternate, Maluku Utara, berbentuk lempeng, bahkan ada juga yang kotak memanjang berkisar 15 sentimeter. Namun, di Pulau Hiri, ternyata ada sagu yang bentuknya unik. Sagu Setir, namanya.
ADVERTISEMENT
Di pulau ini, para perajin Sagu Setir yang masih eksis adalah Ainun Boli, warga Kelurahan Togolobe dan Sarifa dari Kelurahan Mado, Pulau Hiri.
Pembuat sagu lempoeng di Pulau Hiri, Ternate, Maluku Utara. Foto: Faris Bobero/cermat
Siang itu, Minggu (23/6), Sarifa belum berhasil ditemui. Hanya Ainun Boli yang berada di kediamannya. Kepada Cermat, Ainun pun bersedia menceritakan proses pembuatan makanan yang dalam bahasa Ternate disebut Huda Raru Saya'. Sayangnya, Cermat belum berkesempatan melihat proses pembuatan Sagu Setir secara langsung.
Ainun bercerita, alasan makanan sagu ini dinamakan Sagu Setir. Bentuknya yang mirip dengan setir mobil inilah yang membuat nama makanan ini Sagu Satir. Bahan dasar makanan ini terbuat dari tepung singkong, untuk cara pembuatannya pun sederhana. Pertama, setelah mengupas kulitnya, singkong dimasukkan ke mesin parut. "Waktunya (memarut) tidak sampai satu jam," tutur Ainun.
Bentuk cetakan adonan Sagu Setir yang berbahan dasar tanah liat. Benda ini dibuat oleh perajin dari Pulau Maitara, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Olis/cermat
Setelah halus, kata Ainun, singkong parut dimasukkan ke dalam kain atau karung bekas tepung, lalu dijepit dengan sebuah alat tradisional sederhana. Tahapan ini untuk memisahkan air dari singkong yang sudah halus tadi.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, singkong dimasukkan ke dalam cetakan yang sebelumnya dipanaskan di atas api. "Prosesnya sampai sore. Nanti (besok) paginya baru dijemur supaya keras," tuturnya.
Alat tradisional sederhana yang digunakan untuk memisahkan air dari adonan tepung Sagu Setir. Alat ini tersimpan di rumah Sarifa di Kelurahan Mado, Kecamatan Pulau Hiri. Foto: Olis/cermat
Dalam sehari, Ainun dapat menghasilkan 100 lempeng Sagu Setir. "Biasanya pemesannya dari Ternate," katanya. Saat ini, Ainun mengaku tidak membuat Sagu Setir secara rutin. Ia hanya akan membuat jika ada yang pesanan saja.
Ainun bilang, cetakan berbahan dasar tanah liat ini adalah buatan para perajin di Pulau Mare, Kota Tidore Kepulauan. "Ini (cetakan) harus dipesan dulu baru mereka bikin. Saya punya tiga buah. Waktu itu harganya masih murah, Rp 50 ribu untuk 3 buah. Tara (tidak) tahu kalau sekarang harganya berapa," katanya.
Alat tradisional sederhana yang digunakan untuk memisahkan air dari adonan tepung Sagu Setir. Alat ini tersimpan di rumah Sarifa di Kelurahan Mado, Kecamatan Pulau Hiri. Foto: Olis/cermat
Dulunya, kata Ainun, pembuat Sagu Setir di Pulau Hiri cukup banyak. Namun sekarang tinggal beberapa orang saja, termasuk Sarifa warga Kelurahan Mado. "Mungkin di beberapa kelurahan juga ada. Tapi tinggal sedikit. Kalau dulu banyak," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk lima lempeng Sagu Setir, Ainun memasang tarif sebesar Rp 20 ribu. Namun, menurut Ainun kebanyakan orang-orang memesannya dalam jumlah banyak. "Biasa orang pesan sampai 50 lempeng, jadi totalnya Rp 200 ribu," tuturnya.
Saat Festival Pulau Hiri pada tahun 2017-2018, Ainun mengaku mencetak 400 lempeng, dan semua Sagu Setirnya pun laku terjual.
"Saat itu banyak para pejabat yang beli. Dorang (mereka) suka. Katanya bentuknya unik dan rasanya enak, apalagi colo (celup) dengan teh atau makan dengan gohu ikan," tuturnya.
---
Olis