Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Aktivitas masyarakat di tambang emas PT NHM di Halmahera Utara, Maluku Utara. Foto: AMAN Malut](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1558013276/skwuz1zy9x5tx5cvw339.jpg)
ADVERTISEMENT
Pengelolaan industri pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya di Maluku Utara perlu mendapat perhatian serius.
ADVERTISEMENT
Seperti pemberitaan cermat yang terbit pada Senin (29/4), mengenai nelayan ikan teri di wilayah Teluk Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara, yang mengeluhkan hasil tangkapan yang semakin berkurang.
Berkurangnya hasil tangkapan itu karena adanya aktivitas bongkar muat kapal perusahaan di wilayah Teluk Buli.
Tidak hanya itu, aktivitas salah satu perusahaan yang berada di Halmahera Utara pun berdampak pada perairan Teluk Kao.
Bukti dari dampak tersebut pernah diungkapkan akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Khairun (Unkhair), Reny Tyas Asrining Pertiwi, dalam sebuah Dialog Air Laut dan Limbah, yang digelar di pelataran Gedung FPIK Unkhair, Kamis (21/3).
Pernyataannya tentu sangat berdasar, sebab ia pernah melakukan penelitian di kawasan Teluk Kao.
"Memang benar, kami sudah melakukan penelitian kolaborasi dengan beberapa mahasiswa, seperti yang terdapat di Teluk Kao," katanya, kala itu.
"Beberapa ikan dasar sudah terkontaminasi, ada yang di bawah baku mutu, ada yang di atas baku mutu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Reny, ikan itu disebut layak atau tidak untuk dikonsumsi, mesti mengacu pada baku mutu. Sementara hasil penelitiannya menunjukkan, beberapa ikan mendekati batasan baku mutu tersebut.
Terkait hal itu, Direktur Pusat Kajian Pesisir dan Lautan (PKPL) Maluku Utara, Kismanto Koroy, saat dihubungi cermat, Kamis (16/5), mengatakan selama ini pengelolaan industri pertambangan belum terintegrasi dengan sektor perikanan.
"Memang ada ego, itu kelemahannya. Kalau bicara pengelolaan di masing-masing sektor. Kadang masih ada ego. Jarang kita bicara pengelolaan potensi sumberdaya yang integrasi," ujar Kismanto.
Ia bilang, padahal aktivitas pertambangan maupun pertanian tentu bisa berdampak terhadap sektor perikanan dan kelautan.
"Karena memang dari hulu, sehingga yang hilir akan mendapat dampak dari aktivitas itu. Makanya integrasi antarsektor tidak boleh ada ego. Pengelolaan potensi harus memikirkan sektor yang lain," kata dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pasifik Morotai itu.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, apabila aktivitas pertambangan atau industri yang berada di hulu tidak diseriusi, maka yang kerap mendapat kerugian adalah warga yang berada di wilayah pesisir.
"Iya perlu integrasi, sehingga aktivitas pertambangan jangan sampai berdampak terhadap perairan dan aktivitas nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan di laut," pungkasnya.
---
Rajif Duchlun