Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Foto: Melihat Tradisi Petani Ternate Sambut Lailatulkadar
3 Juni 2019 21:01 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB

ADVERTISEMENT
Para ibu dan anak-anak perempuan memakai kebaya sembari memegang obor. Beberapa pemuda turun bukit sambil mengangkat buah-buahan hasil panen, sedangkan orang tua laki-laki membunyikan rebana sambil berzikir menyambut malam Lailatul Qadar di Tongole, Ternate, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai berzikir, beberapa laki-laki dewasa menuju tempat parut kelapa. Di sebelahnya, para ibu duduk beralaskan karung dan melakukan bacude atau aktivitas memisahkan buah cengkih dari batang.
Sambil menyanyikan pantun 'Aibom Capile', para orang tua memarut daging kelapa itu. Aktivitas petani di Tongole itu pun semarak di malam sambut lailatulkadar pada Senin (1/6).
Ketua RW 03 Tongole, Jauhar A Mahmud (55 tahun), mengatakan tradisi berpantun sambil mencukur kelapa sudah dilakukan masyarakat Tongole sejak zaman dulu.
“Tradisi ini namanya Kabata. Hampir mirip dengan tradisi di Tidore. Bedanya, kalau di Tidore alat musiknya menggunakan lesung,” kata Jauhar, satu-satunya tetua yang melantunkan Dalil Tifa dan moro-moro, sastra lisan dari Ternate.
Jauhar mengatakan semua masyarakat di Tongole melibatkan diri untuk membuat acara ini. Mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk mempersiapkan acaranya.
ADVERTISEMENT
Prosesi ini dibuat tepat di lokasi cengkih Afo, cengkih tertua di dunia—berusia 416 tahun, yang menjadi lokasi destinasi wisata. Lokasi tersebut berada 600 meter di atas permukaan laut.
Panitia Festival Ela-ela dari Dinas Kebudayaan juga turut hadir memeriahkan acara tersebut. Mereka menyaksikan obor dipasang di sepanjang ruas jalan.
Bunyi Fiol (alat musik tradisional seperti biola) dan gong bertalu membuat masyarakat dan para pengunjung yang mendengarkan alunannya pun hanyut dalam irama sembari ikut menari gala. Sementara itu, anak-anak juga terlihat asyik memainkan permainan tradisional seperti toki gaba-gaba, lengkalileng, hingga bola api.
Kris Syamsudin, pendiri Komunitas Cengkeh Afo dan Gamalama Spices (CGS), menyampaikan ada sembilan atraksi yang ditampilkan oleh masyarakat Tongole dan Komunitas CGS yang mendiami 'titik nol' rempah-rempah dunia itu.
ADVERTISEMENT
Kesembilan atraksi tersebut adalah Zikir, tradisi mempersembahkan hasil panen kebun, permainan tradisional, lantunan moro-moro dan kabata, memisahkan buah cengkih dari batang, pantun rakyat, gala massal, musik tradisional, dan ela-ela atau obor sepanjang kampung.
Kris menambahkan apa yang telah dilakukan selama tradisi Ela-ela ini untuk mengembalikan nilai-nilai tradisi orang Ternate, yang sebenarnya sebagian besar hampir hilang.
“Harapannya, semangat ela-ela ini menjadi spirit dalam kehidupan sehari-hari, memupuk persaudaraan, serta menjaga warisan budaya dan pusaka daerah,” ungkap Kris. (Faris Bobero)