Kata Akademisi Soal 6 Pemerkosa Gadis di Halmahera Tengah: Dihukum Mati

Konten Media Partner
24 Oktober 2021 19:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr Anshar. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr Anshar. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr Anshar, menilai pelaku pemerkosaan di Halmahera Tengah yang membuat gadis remaja (18 tahun) layak mendapat hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh enam pria bejat terhadap korban NU, pada (8/10), hingga berujung kematian kini tengah masuk tahap penyidikan oleh kepolisian.
Enam pria itu melakukan tindakan bejatnya di Desa Lelilef, tepatnya di sebuah kamar indekos. Setelah itu korban kemudian jatuh sakit hingga mengembuskan nafas terakhir saat dirujuk ke RSUD CB Ternate, Sabtu (16/10).
Pelaku yang sudah diamankan, di antaranya DN (22 Tahun), HN (22 Tahun), DK (22 Tahun), OG (21 Tahun), dan yang paling terbaru MJ (21 Tahun). Satunya lagi masih dinyatakan buron.
Dr Anshar menjelaskan, dilihat dari klaster tindak pidana, sebenarnya ada dua peristiwa pidana yang menimpa korban, yakni kejahatan kesusilaan dan pembunuhan atau hilangnya nyawa seseorang.
ADVERTISEMENT
Namun, ia menekankan perlu digali pada proses penyidikan. Apabila terbukti, maka tentunya dijerat pasal 340, yakni pembunuhan berencana.
"Hanya perlu digali lagi pada proses penyidikannya bahwa hilangnya nyawa orang lain itu diakibatkan oleh apa, karena ini masuk kategori delik materil. Jadi harus ada kejadiannya dulu, ada peristiwa terus melahirkan akibat hilangnya nyawa orang lain," jelasnya.
Ia bilang, untuk tindak pidana mati diakui dalam hukum positif di Indonesia. Hal itu diatur di pasal 40 KUHP, masuk dalam kategori pidana pokok.
“Jadi level pidana yang efek jeranya paling tinggi adalah pidana mati. Jadi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hukum pidana mati itu masih diakui di Indonesia,” katanya.
"Untuk kasus (pemerkosaan di Halmahera Tengah) ini sendiri, memenuhi kategori-kategori yang bisa diputuskan tindak pidana mati, masuk kategori ekstraordinary crimes karena menyangkut hilangnya nyawa seseorang," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Ditambah dengan unsur penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal, apalagi jika terbukti ada niat pembunuhan berencana. Terlebih lagi, korban masih tergolong usia anak. Tentunya, hal itu melukai rasa keadilan masyarakat," tambahnya.
Sementara, Daurmala sebagai salah satu LSM yang giat mengempanyekan isu-isu perempuan juga tengah melakukan pengawalan hukum dan berencana mengupayakan rehabilitasi lingkungan kepada keluarga korban.
Direktur Daurmala, Nurdewa, kepada cermat mengatakan proses rehabilitasi lingkungan akan diupayakan, hal ini dilakukan supaya keluarga korban dapat optimis melihat masa depan keluarga mereka.
Daurmala juga melakukan konsolidasi ke lembaga-lembaga terkait, baik itu lembaga pemerintahan, maupun jaringan perempuan yang lain.
"Kami konsolidasi untuk bentuk kuasa hukum bersama untuk mengawal kasus ini sampai pelaku dinyatakan oleh pengadilan hukuman mati." ucap Nurdewa.
ADVERTISEMENT
El Sahrul, yang juga memiliki hubungan keluarga dengan korban mengaku tengah melakukan pengawalan dalam bentuk giat mengampanyekan kasus ini sebagai kejahatan kemanusiaan yang patut diprioritaskan kepolisan Maluku Utara.
“Kami juga tetap melakukan konsolidasi untuk memperkuat pengawalan non litigasi. Tuntutan hukuman mati akan tetap kami suarakan. Karena hal itu juga adalah bagian dari tuntutan pihak keluarga korban,” pungkasnya. (OD)