Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kerisauan Nakes saat Jadi Prioritas untuk Penerima Vaksin Corona
5 Januari 2021 13:35 WIB
ADVERTISEMENT
Vaksin Sinovac telah tiba di Maluku Utara pada Senin (4/1) kemarin. Rencananya, tenaga kesehatan akan menjadi kelompok pertama yang menerima vaksinasi.
ADVERTISEMENT
Atas kebijakan inilah sejumah tenaga kesehatan mengaku risau. Informasi tentang vaksin yang masih minim, serta belum adanya hasil uji coba menjadi sebabnya.
Fitri, misalnya, tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Maluku Utara ini mengaku belum memutuskan apakah akan bersedia divaksin atau tidak. Ia bimbang sebab sampai saat ini informasi detil mengenai vaksin Sinovac masih simpang siur.
“Masih belum tahu. Tapi tergantung ada sosialisasi atau tidak dari pemerintah. Harusnya sih ada sosialisasi tentang vaksin soal apakah ada efek sampingnya, kalau ada ya apa saja. Biar jelas,” katanya, Selasa (5/1).
Ia bilang, kabar tentang vaksinasi terhadap tenaga kesehatan ini sudah merebak di kalangan sejawatnya. Tak sedikit, kata dia, yang mengaku takut dengan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kondisi nyaris serupa juga dialami oleh Nani (bukan nama sebenarnya). Pegawai di salah satu puskesmas di Kota Ternate ini juga mengiakan tentang ketakutannya terhadap vaksinasi COVID-19. Sama seperti Fitri, ia tak memiliki informasi yang bisa menyakinkannya untuk bersedia divaksin.
“Sampai sekarang kan belum ada informasi yang jelas. Apalagi ada kabar yang bilang kalau vaksin ini belum ada hasil uji cobanya,” terangnya.
Jika nanti ada informasi yang lebih jelas serta hasil uji coba menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman digunakan, keduanya mengaku dengan senang hati bersedia menerima vaksin.
Pengamat Kesehatan dr. Fatir Natsir mengatakan wajar saja jika para tenaga kesehatan merasa gelisah mengenai vaksinasi terhadap mereka. Selain karena uji coba vaksin yang dilakukan oleh Bio Farma belum menunjukkan hasilnya, ketiadaan sejumlah syarat juga menjadi persoalan yang mesti diselesaikan.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana tidak resah, vaksin tiba duluan daripada hasil uji coba. Berapa persen efek samping yang didapatkan dari vaksin kan sampai saat ini torang (kita) tidak tahu,” katanya saat dihubungi cermat.
Ia bilang, tak masuk akal jika pemerintah menggunakan hasil uji coba yang dilakukan oleh negara lain sebagai acuan. Sebab ada perbedaan secara genetik antara manusia di Indonesia dengan negara lain.
“Yang torang menunggu ini adalah hasil uji coba yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri,” katanya.
Selain itu, belum adanya emergency use authorization oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menjadi penyebab mengapa merebaknya ketakutan terhadap vaksinasi. Terakhir, vaksin juga harus dilengkapi dengan sertifikat kehalalan, mengingat hal ini juga dapat menjadi penentu bagi masyarakat untuk menerima vaksin atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Tiga hal itu yang jadi syarat agar keresahan di masyarakat itu hilang,” kata Fatir.
Kalau tidak, lanjut dia, maka potensi penolakan atau bahkan konflik di daerah bisa saja terjadi. Menurutnya, urgensitas saja tak cukup menjadi alasan untuk melangkahi segala peraturan. Sebab urgensi vaksinasi ini terletak pada kelayakan penggunaannya, “bukan sekadar keharusan karena pandemi. Karena vaksin bukan obat, ia adalah pelindung yang bekerja untuk meningkatkan imun terhadap virus.”
Kepala Dinas Kesehatan Kota Ternate Nurbaity Radjabessy mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum memiliki regulasi mengenai sanksi terhadap mereka yang menolak pemberian vaksin. Ia bilang, kemungkinan besar jika ada masyarakat yang tidak bersedia divaksin, pihaknya akan mewajibkan untuk membuat surat pernyataan mengenai alasannya.
ADVERTISEMENT
“Tidak bisa sanksi, itu kan hak asasi manusia, yang penting mereka kasih tahu alasannya yang bisa diterima dari segi kesehatan,” katanya.