Ketika DPRD Tak Berdaya Mengurusi Tambang Batuan Ilegal di Ternate

Konten Media Partner
28 Februari 2021 21:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Galian C di Ternate. Tampak titik galian sangat dekat dengan permukiman. Foto: Gustam Jambu/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Galian C di Ternate. Tampak titik galian sangat dekat dengan permukiman. Foto: Gustam Jambu/cermat
ADVERTISEMENT
Polemik tentang tambang batuan (galian C) di Ternate seperti tak ada habisnya. Meski pelbagai tindakan telah dilakukan oleh DPRD, praktik penambangan yang tak mengindahkan prosedur terus saja bermunculan.
ADVERTISEMENT
Awal tahun lalu, lembaga legislatif itu disibukkan dengan protes ihwal penambangan batuan yang terjadi di sejumlah titik di Ternate.
Menanggapi hal itu, Komisi III sempat memanggil pelbagai pihak guna menindaklanjuti persoalan. Puncaknya, komisi yang dipimpin oleh Anas U. Malik itu mengeluarkan rekomendasi terkait penambangan batuan kepada pemkot.
Dalam rekomendasi itu, Komisi III mendesak agar pemkot Ternate menghentikan sementara aktivitas tambang batuan yang belum memiliki izin pertambangan. Seperti diketahui, sejumlah aktivitas penambangan itu hanya mengantongi izin pemerataan lahan. Selain itu, Komisi III juga meminta pemkot memfasilitasi proses perizinan tersebut.
Protes paling anyar datang dari warga di Kelurahan Tobololo, Ternate Barat. Mereka memprotes kegiatan penambangan yang terus berjalan meski tanpa izin. Padahal usaha tersebut telah berlangsung sejak 2016. Pengusaha hanya berkedok menggunakan izin pemerataan lahan.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan dengan DPRD pada Selasa (23/2) lalu, Front Peduli Alam Ternate mempertanyakan sikap legislator yang dinilai tak tegas menindak masalah tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi NasDem Nurlaela Syarif berulangkali menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil sikap terkait persoalan tambang batuan, namun semuanya kembali pada keputusan pemerintah.
“Kami sudah berbuat, bahkan sudah ada rekomendasi yang disampaikan. Kami tidak punya kewenangan untuk menutup aktivitas pertambangan. Itu adalah kewenangan pemerintah,” katanya.
Anas U. Malik sendiri menyesalkan sikap pemerintah yang cenderung mengabaikan rekomendasi itu. Padahal menurutnya, tindakan penambangan itu sudah masuk dalam kategori pidana, sebab tak memiliki izin dan berdampak terhadap lingkungan.
“Itu yang disesalkan, semestinya ketika DPRD menyampaikan rekomendasi ke pemerintah sudah tidak ada lagi yang liar-liar. Cuma kan ada pembiaran oleh pemerintah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Komisi III Fahri Bachdar mengakui DPRD punya batasan-batasan kewenangan sehingga tak bisa terlalu mengintervensi lebih jauh persoalan ini.
Kendati begitu, kata Fahri, rekomendasi dari DPRD itu bersifat berat sehingga pemerintah semestinya menindaklanjutinya.
Ia mengatakan, keputusan untuk menerbitkan rekomendasi itu sudah melalui proses yang cukup panjang dengan pertimbangan yang sangat sulit. Karena di sisi lain, penghentian aktivitas tambang batuan akan berpengaruh pada pembangunan di Ternate, termasuk pembangunan rumah warga.
Akan tetapi, lanjut politisi PPP itu, karena ini adalah bagian dari tuntutan dan DPRD ingin melindungi warga, maka mau tidak mau lembaga yang berkantor di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan itu mesti menyampaikan rekomendasi untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan hingga segala izin terpenuhi.
ADVERTISEMENT
“Tapi lagi-lagi, eksekutornya di pemerintah. Kalau pemerintah merasa ini bersifat penting harusnya mereka menindaklanjutinya,” tuturnya.
Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Ternate, Junaidi Bahrudin saat dihubungi cermat mengatakan, dalam konteks pembinaan dan pengawasan, pihaknya merujuk pada UU nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Torang (kami) menggunakan instrumen UU itu. (Tapi) sebelum sampai ke situ, karena ini juga torang punya masyarakat, maka kami tidak mau kebutuhan pembangunan ini tidak bisa terpenuhi,” ungkapnya.
“Jadi kami mendorong pemerintah. Pemerintah memfasilitasi proses izin itu kan agar para pengusaha juga punya kepastian hukum. Ini kan ikhtiar yang bagus, tapi kalau pemerintah tidak menindaklanjuti berarti pemerintah tidak paham aturan,” imbuhnya.
Dalam UU nomor 32/2009, tepatnya pada pasal 76 angka (2) disebutkan soal sanksi administratif, salah satu poinnya tertera frasa “Paksaan Pemerintah”. Di pasal 80 dijelaskan bahwa paksaan pemerintah yang dimaksud terdiri dari penghentian sementara kegiatan produksi, pemindahan sarana produksi, penutupan saluran pembuangan air limbah, pembongkaran, penyitaan, hingga penghentian sementara seluruh kegiatan.
ADVERTISEMENT
Poin ini, menurut Junaidi, bisa digunakan oleh pemkot untuk memberi ketegasan terhadap penambang ilegal. Untuk penambangan batuan di Tobololo, Dinas Lingkungan Hidup telah mengambil sikap menutup seluruh kegiatan. Namun pertanyaannya adalah, sejauh mana tindakan tersebut dapat berpengaruh terhadap kemunculan usaha-usaha lain yang serupa.
“Kalau secara tata tertib DPRD, kekuatan kami yang pertama itu rekomendasi tadi. Kalau tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah, DPRD masih punya satu lagi, yaitu pembentukan pansus,” katanya.
Sebenarnya DPRD sudah pernah membentuk pansus mengenai persoalan ini. Itu terjadi pada periode 2009 – 2014. Namun nyatanya, kegiatan penambangan tanpa izin tetap saja bermunculan.
Tahun lalu sempat terdengar wacana pembentukan pansus hak angket tambang batuan oleh DPRD Ternate. Rencana ini diinisiasi oleh sejumlah fraksi, termasuk Fraksi NasDem dan Fraksi Demokrat. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, wacana tersebut surut dan tak terdengar lagi.
ADVERTISEMENT
Ditanya soal apakah akan ada rencana pembentukan pansus, Junaidi mengaku sampai saat ini belum mengarah ke sana. Akan tetapi, kata dia, jika pemerintah tidak menunjukan niat baik, maka DPRD akan menempuh jalan itu.
Secara kewenangan DPRD, hasil rekomendasi yang berasal dari pansus dapat mengarah ke ranah pidana, dan itu tak memerlukan persetujuan pemkot.
Soal ini, Nurlaela Syarif mulai memberikan sinyal terang. Saat diwawancarai usai pertemuan dengan pemerintah kota, ia menyatakan akan mengambil sikap dengan membentuk pansus.
“Besok torang proses suratnya. Semoga fraksi lain setuju,” katanya.
Sejatinya menurut Junaidi, ada banyak celah yang bisa diambil oleh masyarakat dalam menyikapi persoalan penambangan tanpa izin ini, salah satunya dengan menempuh jalur hukum.
“Kalau ada masyarakat yang merasa dirugikan, kemudian mengambil jalur hukum, ya, silakan menggugat pemerintah. Yang penting DPRD sudah mengikhtiarkan ke pemerintah ‘kan,” tandasnya.
ADVERTISEMENT