Kisah Para Bocah Mengais Rupiah di Pusara

Konten Media Partner
5 Mei 2019 18:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaki, salah satu bocah pembersih makam saat hendak membersihkan makam di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rizal Syam/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Jaki, salah satu bocah pembersih makam saat hendak membersihkan makam di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rizal Syam/cermat
ADVERTISEMENT
Hari sudah beranjak sore, kepulan asap berpilin-pilin di lokasi pekuburan Islam yang terletak di jalan Kesatrian, kelurahan Santiong, Ternate Tengah. Kawasan pekuburan paling besar di kota Ternate itu ramai oleh pengunjung. Beberapa kendaraan roda dua dan empat tampak terparkir di depan gerbang.
ADVERTISEMENT
Memasuki gerbang utama, tampak belasan bocah tengah duduk di salah satu bangunan. Mereka sigap setiap kali ada pengunjung yang datang--dengan sebuah sapu lidi yang selalu digenggam.
“Om, sapu, om?,” ucap mereka serentak.
Mereka tidak sedang menjajakan barang, dalam hal ini adalah sapu. Belasan bocah itu tengah menawarkan jasa membersihkan pusara. Sapu lidi adalah alat utama mereka mencari rupiah di kawasan tersebut.
Seorang anak kecil sedang menunggu peziarah. Foto: Rizal Syam/cermat
Satu di antara bocah-bocah tersebut adalah Jaki (8 tahun). Sore itu, ia mengenakan kaos hitam bergambar Monas, “Oleh-oleh dari Jakarta,” katanya saat ditemui cermat, Minggu (5/5).
Bocah pemalu ini mengaku setiap minggu selalu mendatangi kawasan pekuburan yang di salah satu sudutnya berbaring sultan Palembang, mendiang Sultan Mahmud Badaruddin II ini.
ADVERTISEMENT
Jaki mengatakan, ia dan kawan-kawannya rutin mendatangi kawasan tersebut tiap hari Kamis sore. Menurutnya, pada saat itu akan banyak peziarah yang datang. Namun kali ini berbeda, kendati hari Minggu, tetapi ia tetap datang untuk mencari rupiah.
“Soalnya besok puasa, jadi orang banyak (yang datang),” ujar Jaki sembari mengayun-ayunkan tumpukan lidi di tangannya.
Para anak perempuan saat ditemui di lokasi pekuburan. Mereka memegang sapu, menunggu peziarah. Foto: Rizal Syam/cermat
Memang menjadi lumrah--ketika mendekati bulan Ramadan--kawasan pekuburan ini selalu ramai. Kesan sunyi yang biasanya melekat dengannya hilang. Hiruk-pikuk masyarakat datang untuk sekadar memanjatkan doa, membuat hubungan antara yang nyata dan yang baka tetap berlangsung. Setelah mungkin selama setahun tak mampir, kini datang untuk sekadar membersihkan pusara.
Ci Ida--begitu ia biasa disapa-- merupakan pedagang daun pandan di kawasan tersebut. Ia sudah 8 tahun menjajakan perlengkapan ziarah bagi para pengunjung. Sebungkus kantong plastik berisi potongan daun pandan dijual dengan harga bervariasi. Untuk yang ukuran kecil Rp 5.000 dan yang besar--berisi daun pandan yang lebih banyak--dipatok seharga Rp 10.000. Harga itu biasanya sudah termasuk sebotol air mawar yang biasanya digunakan untuk menyiram makam.
ADVERTISEMENT
“Iya memang kalau dekat-dekat puasa begini ramai,” ucap Ci Ida sembari mengiris-iris lembar daun pandan.
Namun, ramainya peziarah yang datang tentu mendongkrak pendapatannya. Di hari biasa, ia hanya berhasil menjual satu sampai dua ikat daun pandan, sedangkan sehari sebelum Ramadan ini ia bisa menghabiskan 5 ikat dalam beberapa jam saja.
Suasana di pekuburan. Terlihat beberapa anak-anak yang menawarkan jasa sapu untuk membersihkan kubur. Foto: Rizal Syam/cermat
Begitu juga dengan Jaki. Bocah yang sedang duduk di bangku kelas 2 SD Ngidi ini mengaku senang dengan ramainya peziarah. Sebab, akan menambah pemasukannya. Namun, saat ditemui Jaki belum menghasilkan satu rupiah pun, maklum matahari masih cukup tinggi. “Sebentar lagi pasti ramai,” ucapnya optimis.
Untuk menggunakan jasa Jaki dan kawan-kawannya, para peziarah tak dipatok sebuah angka pasti. “Terserah saja dorang (mereka) mau kasih berapa,” kata bocah berambut cukup stylish.
ADVERTISEMENT
Hanisah--seorang peziarah sore itu--mengaku terbantu dengan adanya jasa pembersih makam ini. Ia yang datang sendirian dan juga faktor usia yang tak lagi muda, membuatnya tak sanggup jika membersihkan makam mendiang keluarganya yang berjumlah 4 makam.
Oleh karena itu, warga kelurahan Toboko ini menggunakan dua jasa pembersih makam. “Sekaligus bantu dorang (mereka) to,” ujarnya. Hasinah mengaku biasanya memberikan uang Rp 5 ribu-Rp 10 ribu untuk masing-masing pembersih makam.
Jaki sendiri mengaku dalam beberapa jam bekerja sebagai pembersih makam, ia bisa memperoleh uang sebesar Rp 35.000. Saat ditanya untuk apa uang tersebut digunakan, ia mengatakan untuk jajan dan sebagian ditabung.
---
Rizal Syam