Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kondisi Pesisir Moronopo, Halmahera: Tergerusnya Daerah Tangkapan Nelayan
16 April 2021 21:12 WIB

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun, suasana itu terlihat 16 tahun lalu. Moronopo hari ini menjadi perhatian publik bukan karena eksotismenya. Dua warga yakni Udin Abubakar bersama seorang rekannya Irwanto Hanza memperlihatkan kondisi terkini pesisir Moronopo yang sudah dipenuhi lumpur.
Foto yang beredar, Udin dan Irwanto berdiri tepat di atas lumpur setinggi pinggang orang dewasa. Titik mereka berdiri adalah kawasan operasi PT Aneka Tambang (Antam) Site Moronopo, Desa Maba Pura, Kecamatan Maba.
“Saya turun di lokasi itu pada Rabu 7 April 2021,” ucap Udin kepada wartawan melalui aplikasi pesan singkat Kamis (8/4).
Ia bilang, mulai dari sungai hingga wilayah pesisir nyaris dipenuhi lumpur. Di lokasi itu, terdapat tiga anak sungai yang bermuara hingga ke Moronopo. Ia mengaku, sebelum ditambang, kondisi sungai memang tampak jernih.
ADVERTISEMENT
“Itu mulai terlihat sejak 2006. Saat itu PT Antam yang beroperasi,” terangnya.
Ia bersaksi, lumpur tersebut berasal dari hulu lokasi PT Sumber Daya Arindo dan PT Semarak Teknindo Nusantara, sub kontraktor PT Antam.
“Dua perusahaan ini yang aktif mengeruk di Moronopo,” ungkap Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Halmahera Timur ini.
Setelah aktif beroperasi, lambat laun terjadi sedimentasi di area bibir pantai. Hasil pantauan di lokasi pada Kamis (8/4), kedalaman lumpur sekira dua hingga empat meter. Sedangkan luasnya hampir dua hektare.
ADVERTISEMENT
“Tapi sekarang pola hidup masyarakat nelayan di sini sudah berubah. Terutama nelayan ikan ngafi (teri),” ujarnya.
Nasib Mangrove Maronopo
Lokasi tersebut memang terdapat hamparan mangrove. Ketika perusahaan tambang beraktivitas, nasib mangrove semakin kritis. Sempat ditanam kembali pihak perusahaan, namun pertumbuhannya tak maksimal.
Akademisi Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Ikbal Marus, kepada wartawan mengungkapkan, jenis mangrove yang ditanam di Site Moronopo adalah Rhizophora Mucronata, Rhizophora Pilosa dan Rhizophora Apiculata.
Ikbal bilang, mangrove jenis ini memiliki perakaran dalam serta adaptasi lingkungan yang rendah. Sehingga jenis yang sesuai di tanah berlumpur adalah Sonneratia Alba.
Sonneratia Alba memiliki adaptasi lingkungan cukup tinggi, serta sistem perakaran yang timbul dan menjalar ke dalam.
ADVERTISEMENT
“Jadi dalam pertumbuhannya nanti, dapat mengikat lumpur menjadi keras,” terang Ikbal yang juga Pemantau Biota Darat dan Laut untuk PT Antam ini.
Terkait lumpur yang menyasar hingga ke laut, Ikbal menduga akibat patahan tanggul yang disebabkan proses reklamasi di bekas penambangan.
Termasuk hujan deras yang diduga menjadi pemicu. Tapi sebelum itu pihak perusahaan sudah bikin jalur air.
Dugaan lain, kata dia, lumpur tersebut mengandung sedikit bahan polutan, sehingga menghambat pertumbuhan bibit mangrove.
“Sistem pneumatofora (akar napas pada pohon jenis mangrove) terhalang lumpur,” tandasnya.
Terkait masalah ini, kru cermat berupaya mengonfirmasi Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara, Abdullah Assagaf.
Namun panggilan masuk di nomor ponselnya tak kunjung diangkat hingga berita ini ditayangkan.
ADVERTISEMENT
DLH Sehari di Lokasi Lumpur
Jumat (9/4) atau sehari setelah foto Udin Abubakar dan seorang rekannya Irwanto Hanza tersebar di media sosial facebook, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara menurunkan empat orang petugas ke Moronopo.
Petugas yang oleh DLH disebut Tim Investigasi itu dipimpin Kepala Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup DLH Maluku Utara, Wajihuddin Fabanyo.
Namun keempat orang itu hanya sehari di lokasi atau hanya sampai Sabtu (10/4). Setelah itu, mereka balik dari Halmahera Timur pada Minggu (11/4).
“Genangan lumpur yang terjadi di bagian aliran sungai itu disebabkan jebolnya kolam penahan endapan,” ujar Wajihuddin, Selasa (13/4).
Akibatnya lumpur mengalir hingga ke pesisir pantai. Meski begitu, Wajihuddin mengaku belum bisa memastikan dugaan pelanggaran.
ADVERTISEMENT
Apakah positif tercemar atau tidak, pihaknya belum bisa memastikan. Karena faktor kimia, kata dia, perlu uji coba laboratorium.
Ia menjelaskan, terkait lumpur dengan kedalaman dua hingga empat meter karena terjadi akumulasi material. Selain itu disebabkan faktor hujan.
“Saat ini perusahaan sedang membersihkan area genangan lumpur. Termasuk memperbaiki tanggul yang jebol dengan kayu,” katanya.
Ditanya soal sikap atau sanksi, Wajihuddin bilang, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke pihak perusahaan untuk melakukan perbaikan.
Namun, sebelum itu, Kepala DLH Provinsi Maluku Utara, Fachrudin Tukuboya, menegaskan akan menindak tegas perusahaan yang sudah mencemari lingkungan.
“Torang (kami-DLH) akan beri sanksi,” ucap Fachrudin beberapa waktu lalu.
Semua karena Hujan
Manajemen perusahaan plat merah membuat pembelaan atas kasus ini. Presiden Corporate Social Responsibility PT Antam Tbk Unit Buli, Koko Susetyo, menegaskan lumpur yang menutupi kawasan pesisir Moronopo disebabkan curah hujan yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
“Intensitas curah hujan pada Maret 2021 mencapai 982 mm (milimeter) per hari. Sedangkan hujan itu maksimumnya 250 mm per hari,” ujar Koko, Sabtu (10/4).
Senada diungkapkan General Manager Unit Bisnis Pertambangan Nickel PT Antam Maluku Utara, Ery Budiman. Cuaca di Moronopo pada Maret, kata dia, cukup ekstrem.
“Bahkan melampaui curah hujan yang ada. Jadi memang seperti itu kondisinya,” kata Ery saat ditemui di Kadato Kesultanan Tidore, Senin (12/4)
Terkait temuan dari DLH Maluku Utara bahwa kolam penahan endapan di Site Moronopo jebol, Ery membantah. Sejauh ini, kata dia, kawasan tersebut dijaga dengan baik.
“Kalau jebol tentu berbahaya bagi lingkungan. Malah sedimennya masuk ke sungai. Saat ini kami sedang melakukan perbaikan secara terus-menerus,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia bilang, setiap tahun di hulu Moronopo dilakukan reklamasi. Bahkan itu sudah disetujui oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan perencanaan, lanjut dia, sedang dilakukan reklamasi yang terhitung sejak 2019 hingga 2023.
Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan DLH Maluku Utara. Mereka juga menerima semua masukkan dari instansi tersebut soal pengelolaan lingkungan.
Soal pemulihan, pihak Antam akan menambah alat untuk pengerukan agar lumpur tambang tidak mengarah ke sungai, karena di Moronopo ada sungai besar.
Kondisi mangrove yang tumbuh tak maksimal dan kini dipenuhi lumpur diakuinya adalah jenis mangrove yang ditanam pihak Antam sekitar tahun 2015-2016. Mereka menanam sekitar 40.000 anakan mangrove.
“Kami juga akan mengundang para ahli untuk mengkaji lingkungan di Moronopo. Termasuk mendatangkan praktisi yang bisa memberikan teknologi terbaik untuk pengelolaan,” ungkap Ery.
ADVERTISEMENT
____
Nurkholis Lamaau - Julfikar Sangaji