Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Cuaca cukup terik. Siang itu, jarum jam menunjukkan pukul 14.35 WIT. Waktu yang tepat untuk menikmati minuman dingin. Saya memilih untuk ke pekuburan Cina, Kelurahan Santiong, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate. Salah satu area pekuburan untuk warga Tionghoa yang menetap di Ternate.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan lokasi pekuburan umumnya. Area ini dijajakan minuman dingin. Kendati berjualan di tepi jalan dan berada sangat dekat dengan lokasi pekuburan, pembeli cukup ramai.
Saya memarkir motor di tepi jalan. Sekitar empat orang sudah lebih dulu memesan es cukur. Ada dua meja. Masing-masing meja ada empat kursi. Dan tampak satu kursi kayu memanjang, berada tepat di bawah pohon.
Saya duduk di kursi kayu itu. Hanya saja, cahaya matahari menyelinap masuk melalui cela-cela ranting pohon dan mengena wajah saya. Tempat ini memang tidak ada bangunan. Bermodal rindangnya pepohonan, pasangan suami-istri itu menjajakan minuman dinginnya di situ.
Saya berdiri kemudian memesan. Perempuan paruh baya tersebut dengan sigap mencukur es yang membatu. Sementara suaminya terlihat membersihkan meja. Dua pemuda tadi sudah berdiri. Saya mengganti posisi mereka di kursi itu.
Menikmati minuman dingin di kafe atau di taman itu biasa. Meneguk es cukur sembari melihat kubur-kubur Cina yang besar serta memanjang adalah suasana baru dan mungkin tidak biasa. Kendati begitu, bagi warga Ternate, lokasi ini sudah cukup familiar.
ADVERTISEMENT
"Ini sebenarnya sudah agak sore. Tapi kalau datang dari tadi, ramai sekali. Karena biasanya anak-anak sekolah ramai beli," ujar Kastono, penjual es cukur kepada saya, sambil berbagi kisahnya berjualan es selama di Ternate, Senin (22/4).
Laki-laki asli Lamongan, Jawa Timur itu, mengaku sudah 25 tahun berjualan es cukur di Ternate. Artinya sudah sejak 1994 mereka menetap di negeri rempah ini.
Hanya saja, Kastono bilang, 20 tahun ia berjualan dengan cara keliling, sementara 5 tahun, ia berjualan di area pekuburan China.
Bersama istri, Sukiswati, setiap hari berjualan es. Hanya pada musim hujan, mereka memilih istirahat. Kendati sudah lama menetap dan berjualan di Ternate, mereka kerap mendapat perlakuan tidak mengenakan dari beberapa orang yang sudah dipengaruhi minuman keras (miras).
"Yah kadang ada orang mabuk datang minta es gratis. Saya bilang, masa es cukur hanya Rp 5.000 saja kalian tidak bisa beli, tapi miras yang lebih mahal kalian bisa beli," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Kastono sesekali terlibat adu mulut dengan orang-orang itu. Ia tidak mau mengikuti semua keinginan mereka. Walaupun dalam beberapa kesempatan, ia kadang tak berdaya dan harus memberikan es cukur secara cuma-cuma.
Menurut Kastono, ia memilih berjualan di situ, sebab usianya sudah tua. Tidak seperti dulu lagi yang mampu dijajakannya secara berkeliling. Kini, mereka bisa menghasilkan omzet sekira Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu dalam sehari.
Perbincangan itu lumayan lama. Saya melihat beberapa orang juga sudah antre, menunggu kursi kosong dari pembeli lain yang sedang asyik menikmati es cukur. Saya menyudahi dan membayarnya.
Sebelum pergi, saya sempat melihat banyak sekali anak-anak kecil yang bermain di pekuburan. Seolah tidak takut cerita seram yang kerap melekat dengan lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Mereka berlarian dan beberapa kadang naik ke atas bangunan kuburan. Sementara di sudut yang lain, satu-dua tukang ojek, singgah serta memilih beristirahat di situ.
---
Rajif Duchlun