Konten Media Partner

Masalah Polusi Debu Batu Bara dari PLTU Tidore Selimuti Rumah Warga

2 April 2022 12:22 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerobong pembuangan akhir hasil pembakaran batu bara pada sistem kelistrikan PLTU Tidore. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Cerobong pembuangan akhir hasil pembakaran batu bara pada sistem kelistrikan PLTU Tidore. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
ADVERTISEMENT
Harapan warga Kelurahan Rum Balibunga, Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan, untuk segera terbebas dari polusi debu batu bara belum terwujud.
ADVERTISEMENT
Para penghuni masih menemukan material halus berupa batu bara di lantai rumah hingga masjid.
Meski sudah disapu, tapi sesaat kemudian lantai rumah kembali kotor. Ini bisa dilihat dari telapak kaki yang tampak hitam pekat.
Beberapa waktu lalu, asap kecoklatan membumbung deras dari cerobong milik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore.
Cerobong pembuangan akhir hasil pembakaran batu bara pada sistem kelistrikan PLTU Tidore itu, kalah tinggi dengan bukit di sebelahnya.
Asap disertai embusan angin seakan sulit melewati barikade bukit, tapi cukup mudah beterbangan di udara terbuka hingga memasuki rumah warga.
Ketua RT 04, Yunus Sinen menduga, performa filter pada cerobong pembuangan sudah menurun. Menurutnya, jika sudah rusak, harus segera diganti.
Warga menyapu lantai Masjid Al-Awwabin di Kelurahan Rum Balibunga, yang dipenuhi debu batu bara. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
"Jangan tunggu debu masuk rumah warga baru bertindak," tegas Yunus.
ADVERTISEMENT
Lantaran resah, warga pun menggelar pertemuan bersama Managemen PLTU Tidore pada Selasa (29/3). Tapi tak ada hasil.
Pertemuan pun kembali digelar pada Jumat (1/4) di Kantor Lurah Rum Balibunga dan dihadiri Ketua RT, RW, tokoh masyarakat dan pemuda setempat.
Dalam kesempatan itu, Manager Unit PLTU Tidore, Budi Wijaya mengaku kejadian ini di luar kendali. "Kami mohon maaf," katanya.
Sementara, tuntutan warga seperti pembangunan Dome untuk meminimalisir debu, disebut Budi, dibutuhkan anggaran yang cukup besar.
"Saya juga tidak bisa memutuskan, karena kewenangannya di PLN Maluku-Maluku Utara yang berkedudukan di Ambon," terangnya.
Lantaran tak ada solusi, warga mendesak pihak PLTU Tidore kembali menjadwalkan pertemuan di waktu berikutnya.
"Tapi harus hadirkan pihak yang bisa mengambil keputusan," tegas Wahid Din, tokoh pemuda Rum Balibunga.
ADVERTISEMENT
Penelusuran cermat, PLN sempat menjadwalkan pemeliharaan stack atau cerobong pembuangan PLTU Tidore pada Selasa (16/11/2021).
Artinya, tahap pemeliharaan baru berlangsung sekira 4 bulan. Namun kejadian yang dikeluhkan sejak 2017, 2018, 2019, 2020, 2021, kembali terulang di 2022.
Menanggapi hal itu, Manager Komunikasi PT PLN Maluku-Maluku Utara, Hairul Hatala mengaku kejadian seperti beberapa hari kemarin, jarang terjadi.
"Karena sesuai SOP, filternya diganti 3 bulan sekali," tandas Hairul kepada cermat, Selasa (29/3).
Hairul menduga, sebaran debu bisa dari faktor filter atau kualitas batu bara yang digunakan PLTU Tidore.
Berdasarkan dokumen UKL-UPL yang diperoleh cermat, PLTU Tidore menggunakan batu bara jenis low rank 4000 kcal.
Lantai Masjid Al-Awwabin Kelurahan Rum Balibunga, tampak dipenuhi debu batu bara. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
Material berjuluk 'emas hitam' itu diproduksi PT. Dinamika Energitama Nusantara. Nilai kalorinya tergolong rendah, yaitu 3.200-4.200 kkl/kilogram.
ADVERTISEMENT
Soal evektivitas dari paranet atau jaring yang terpasang di areal PLTU Tidore, Hairul menilai, itu belum maksimal. Karena cerobong lebih tinggi.
"Makanya kami pasang filter untuk meminimalisir," katanya. "Proses pergantian filter untuk satu unit memakan waktu 1-2 pekan."
Terkait kualitas batu bara, Hairul mengaku belum bisa berkomentar panjang lebar. "Nanti koordinasi lagi, kira-kira secara teknis bagaimana," katanya.
Sebelumnya, Manager PLTU Tidore, Whyni Primadasa bilang, banyak faktor yang membuat asap hasil pembakaran batu bara tampak kecokelatan.
"Batu baranya basah. Itu yang membuat pembakaran kurang bagus. Karena tidak sempurna, batu bara terbakar di ujung boiler," tutur Whyni kepada cermat, Jumat awal Juni 2021.
Bahkan, disebut Whyni, dari hasil uji emisi, kondisi tersebut masih di bawah ambang normal. "Jadi secara aturan, tidak masalah," katanya.
ADVERTISEMENT
Kontradiksi Data dan Fakta
Meskipun warga telah merasakan dampaknya secara nyata, namun hasil uji sampel tergolong masih di bawah ambang baku mutu.
Amrul, salah satu kepala seksi di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Ternate, menerangkan dalam uji kualitas, awalnya mengacu pada Kepmenkes Nomor 892 Tahun 1999 - Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Lalu kembali diisyaratkan berpatokan pada Kepmenkes Nomor 1407/Menkes/SK/XI/2002 - Tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara.
Tapi pihaknya diminta kembali merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 - Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Debu batu bara di lantai rumah warga Kelurahan Rum Balibunga. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
"Jadi kualitas udara, debu, baku mutu mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1999," terang Amrul.
Dalam PP Nomor 41 Tahun 1999, maksimal standar baku mutu untuk debu di angka 230 ug/Nm3 (micogram/cubic meter).
ADVERTISEMENT
Sementara, hasil uji sampel yang dilaksanakan DLH Tidore pada Agustus 2021 masih di angka 16 ug/Nm3. Untuk wilayah pemukiman 9 ug/Nm3.
"Makanya, Labkesda beri keterangan memenuhi syarat," kata Rahmawaty, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Tidore kepada cermat, Rabu (30/3).
Terkait fakta yang dirasakan masyarakat, Rahmawaty mengaku sudah membuat kesepakatan dengan PLTU Tidore sekira 2 tahun lalu.
"Mereka janji tanam pohon, buat penghijauan di sekitar PLTU. Termasuk bangun Dome," katanya.
Tapi entah kenapa, janji tersebut tak kunjung terealisasi. "Akhirnya dipasang paranet, tapi mungkin belum maksimal," ujarnya.
Alarm Bahaya Kesehatan Warga
Di Rum Balibunga, penderita Inveksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) tercatat paling tinggi di antara 10 penyakit terbanyak.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Unit Pelaksana Tugas (UPT) Puskesmas Rum Balibunga, pada 2019 dari jumlah 1.688 penduduk, total penderita sebanyak 1.293 orang.
Angka ini bervariasi. Mulai dari usia 1 hingga 60 tahun. Rinciannya, laki-laki 542 orang dan perempuan 751 orang.
Memasuki 2020, tercatat 568 orang. Rinciannya, laki-laki 291 orang dan perempuan 277 orang.
Sedangkan pada 2021 kembali naik menjadi 591 penderita. Rinciannya, laki-laki 314 orang dan perempuan 277 orang.
Jauh sebelumnya, pada 2014 tercatat 209 orang. Di 2015 sebanyak 338 orang. Memasuki 2016 sebanyak 391 orang. 2017 tercatat 429 orang dan pada 2018 sebanyak 152 orang.
Menurut Kepala UPT Puskesmas Rum Balibunga, Farida Salim, penyebab tingginya angka ISPA belum bisa dikaitkan dengan dampak debu batu bara.
ADVERTISEMENT
"Bisa saja asap kenalpot atau rokok," katanya. "Intinya, angka ISPA di Pulau Tidore masih tertinggi," tambahnya.
Apalagi, kata Farida, baru-baru ini Indonesia dilanda COVID-19. "Jadi virus Corona digolongkan ISPA," ungkapnya.
Cermat coba membuat perbandingan dengan Puskesmas Soasio, yang jaraknya berkisar 24 kilometer dari PLTU Tidore.
Memang, angka ISPA tergolong tinggi. Seperti pada 2019 tercatat 1.756 orang. 2020 sebanyak 1.022 orang.
Dan di 2021 sebanyak 1.053 orang. Tapi angka yang dirilis Puskesmas Soasio mencakup 13 kelurahan.
Kepala Puskesmas Soasio, Zullaiha Ali menuturkan, sejak dulu ISPA di Tidore tertinggi.
"Bahkan sebelum COVID-19," kata Zullaiha, yang menjabat sebagai Kepala Puskesmas Soasio sejak 2014.
Debu batu bara di lantai rumah warga Kelurahan Rum Balibunga. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
Menurutnya, salah satu peningkatan ISPA adalah faktor lingkungan.
Sebelumnya, dokter yang bertugas di UPT Puskesmas Rum Balibunga, dr. Evi, kepada cermat, mengaku belum ada acuan jelas terkait penderita ISPA akibat dampak debu batu bara.
ADVERTISEMENT
Karena ketika diberi gambaran hasil rontgen, dipastikan ada bakteri atau virus.
"Jadi untuk membuktikan ISPA akibat pengaruh debu batu bara agak susah," kata perempuan yang pernah bertugas di Papua ini.
Bagi Evi, dibutuhkan penelitian secara mendalam terhadap warga yang permukimannya berdekatan dengan areal PLTU.
"Apakah sepanjang proses pengolahan batu bara, dampaknya terhadap warga biasa-biasa saja atau tidak," ucapnya.
Kemudian dikaji lagi, berapa radius dari areal batu bara. "Mungkin ini wewenang DLH," katanya.
Tapi sejauh ini, kata dr. Evi, keluhan warga rata-rata debu batu bara. "Sayangnya, kita belum bisa buktikan itu," tandasnya.