Konten Media Partner

Melihat Makam Belanda di Ternate yang Tak Terurus

21 Agustus 2019 19:28 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sampah rumah tangga tertumpuk di beberapa sisi Makam Belanda. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Sampah rumah tangga tertumpuk di beberapa sisi Makam Belanda. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
Pekuburan orang-orang Eropa atau dikenal dengan Makam Belanda di Kelurahan Santiong, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara, tampak tak terawat.
ADVERTISEMENT
Selasa siang (20/8), cermat mendatangi area tersebut. Selain rerumputan, sampah rumah tangga pun tertumpuk di beberapa sisi makam. Letak pekuburan Belanda ini berdekatan dengan pekuburan China dan Islam.
Pada beberapa sisi, makam-makam tersebut seolah menyatu dengan pemukiman warga. Sementara di bagian utara makam, terdapat jalan kecil dan berdiri sebuah tanda menyerupai gerbang.
Tepat di sisi jalan, tampak seperti sebuah tugu. Di sampingnya tertulis 'Makam Belanda' dengan logo Pemerintah Kota Ternate. Ada juga papan informasi mengenai makam tersebut. Dituliskan, kawasan pekuburan ini diduga mulai ada sejak abad ke-17, atau setelah kehadiran bangsa Belanda di Ternate sekitar tahun 1607.
Terdapat sebuah papan informasi mengenai Makam Belanda ini. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Selain militer Belanda bersama istri dan keluarga yang dimakamkan di sini, ada beberapa nama besar orang Eropa pada masa itu, yang juga terbaring di makam ini, seperti Heinrich Agathor Bernstein, seorang naturalis dan penjelajah asal Jerman yang wafat di Ternate pada April 1865.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Kapten Komandan dan Mayor Kehormatan Belanda di Ternate, Maarten Dirk van Rennese van Duivenbode, juga dimakamkan di sini. Dia juga seorang saudagar kaya yang memiliki sejumlah kapal untuk melayani perusahaan dagang Belanda.
Pendiri Ternate Heritage Society (THS), Maulana Ibrahim, kepada cermat menuturkan, kawasan makam tersebut terlihat seperti tidak diurus oleh pihak manapun, termasuk pemerintah, sehingga kondisinya memprihatinkan.
Padahal, menurut Maulana, pekuburan ini sudah beberapa kali didatangi wisatawan, khususnya asal Belanda dengan maksud melihat atau menziarahi.
Makam Belanda di Ternate. Foto: Rajif Duchlun/cermat
"Kami dari THS pernah dihubungi, beberapa di antara mereka datang untuk ziarah. Yang satu adalah keturunan pekerja Pemerintah Belanda di zaman Residen Ternate, dia generasi kelima yang datang ziarah ke makam buyutnya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Maulana bilang, seseorang itu datang membawa catatan, bahwa kakek buyutnya lahir dan dibaptis di Gereja Ternate, yang kemudian menjadi Bioskop Benteng. Setelah dewasa, kakeknya bekerja di kantor Residen yang saat ini sudah menjadi Kantor Walikota Ternate.
"Wisatawan ini datang bernostalgia sambil membayangkan kehidupan kakek buyutnya di Ternate. Dia prihatin melihat kondisi makam yang tidak terawat dan banyak telah hilang nisannya. Saya menemaninya mencari kuburan kakek buyutnya dan tidak ketemu," cerita Maulana.
Wisatawan yang berikutnya datang sekeluarga. Pada Maret 2019, mereka mencari batu nisan kakek buyut yang dahulu pernah terpasang di area pekuburan Belanda. Namun dipindahkan oleh tante mereka pada 1998, dengan alasan keamanan.
Nisan tersebut diamankan ke dalam Kedaton Kesultanan Ternate. Namun, setelah terus mencari, mereka baru bisa menemukan nisan yang dimaksud di dalam salah satu gedung Museum di Benteng Oranje.
ADVERTISEMENT
"Perasaan haru menyelimuti mereka, meneteskan air mata karena generasi tersebut baru pertama melihat dan menyentuh langsung nisan yang selama ini hanya dilihat melalui foto," ungkapnya.
Menariknya, nisan tersebut adalah untuk makam Maarten Dirk van Rennese van Duivenbode, yang disebutkan sebelumnya, seorang pengusaha kaya raya di Ternate.
Rerumputan menjalar menutupi makam orang-orang Belanda. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Maarten Dirk van Rennese van Duivenbode juga yang memberikan salah satu rumahnya, untuk ditinggali Alfred Russel Wallace yang kemudian menulis Paper From Ternate di rumah tersebut.
Maulana menyarankan, kawasan pekuburan ini perlu perhatian dari sejumlah instansi pemerintah, terutama mengenai tata kawasannya.
"Bukan untuk tujuan wisata, tetapi untuk menghargai kemanusiaan dan sebagai media edukasi ke warga dan pengunjung tentang sejarah dan peradaban Ternate di masa lampau," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, penataan dapat dilakukan dengan mempertegas batas lahan terbangun dan penindakan bangunan yang sudah terbangun, pembersihan, serta penguatan nilai kawasan.
"Bukan berarti membangun bangunan baru, tapi dapat dilakukan dengan pembersihan dan penguatan bangunan lama yang telah ada," pungkasnya.
Kawasan pekuburan ini selain untuk pihak Belanda juga untuk orang Eropa lainnya. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Ternate, Rinto Taib, saat dihubungi cermat, menyebut Makam Belanda telah terdaftar di registrasi nasional sebagai Cagar Budaya Ternate.
Bagi Rinto, hal ini diperlukan langkah yang lebih, seperti penetapan Surat Keputusan (SK) Walikota sebagai Cagar Budaya, agar alokasi anggaran pemeliharaan serta perlindungan makam menjadi dasar instansi terkait untuk saling bersinergi. Seperti pengamanan, pemagaran hingga fasilitas taman atau pendukung lainnya.
"Kita sudah siapkan rancangan draft SK penetapan Cagar Budaya Kota Ternate dan Insyaallah dalam waktu dekat diserahkan ke bagian Hukum Setda Kota untuk dikaji guna ditandatangani Walikota," tutupnya.
ADVERTISEMENT
---
Reporter: Rajif Duchlun
Editor: Olis