Melihat Teater Wayang Golek Den Kisot di Ternate

Konten Media Partner
22 Desember 2019 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengisi teater wayang golek Den Kisot saat tampil di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Pengisi teater wayang golek Den Kisot saat tampil di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
Suasana di sisi Kantor Dinas Kebudayaan Kota Ternate, yang juga berada di dalam Benteng Oranje, pada Minggu malam (21/12) tampak ramai. Teater boneka Den Kisot--kesatria kelana yang ditampilkan itu sesekali mengocok perut orang-orang yang menyaksikannya.
ADVERTISEMENT
Kata-kata bernada lelucon dengan bahasa melayu Ternate kerap dipakai si dalang. Den Kisot merupakan naskah pertunjukan yang ditulis Goenawan Mohamad dengan mengangkat kembali mahakarya Miguel de Cervantes, yakni Don Quijote. Sebuah novel dari Spanyol yang dibuat sejak abad ke-17.
Bela Gamalama saat bertarung dengan Den Kisot dalam pertunjukkan teater boneka di Benteng Oranje, Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
Penyelaras naskah teater yang ditampilkan di Ternate ini, berasal dari Maluku Utara, yakni Nukila Amal, seorang sastrawan yang familiar dengan Novel Cala Ibi-nya.
Den Kisot, sosok kesatria dengan segala petualangannya bersama pengawalnya Sancho Panza, sosok sederhana serta kocak, tampak lucu saat keduanya sesekali menyelipkan kata-kata melayu Ternate.
“Novel ini sudah diterjemahkan ke hampir seluruh bahasa. Yayasan Cervantes minta diperkenalkan ke masyarakat Indonesia. Ya saya pikir yang paling baik ya dengan golek,” ujar Goenawan Mohamad, di hadapan awak media, usai teater.
ADVERTISEMENT
Goenawan bilang, alasan memilih mementaskannya di Ternate karena daerah ini tidak bisa lepas dengan sejarah Spanyol. Sebelumnya, teater ini juga ditampilkan di Tidore. Sebuah kota pulau yang juga punya hubungan masa lalu dengan bangsa Spanyol.
“Dan itu memang ide dari Yayasan Cervantes. Kami semua tidak membayangkan akan ke sini, rencana kami ya Bandung, Jogja, Semarang, Bali. Waktunya memang tepat, ulang tahun Kota Ternate dan 500 tahun Magelhaens,” kata Goenawan. Ia mengakui--ini kali pertama ia sampai di Ternate.
GM, sapaan Goenawan Mohamad tidak menyangka, respons penonton sangat baik. “Saya kan khawatir ya, karena ini kan pertama kali di luar. Di Bandung, itu kan familiar dengan golek. Apalagi orang Sunda. Di Jakarta, ya di Salihara, pusat kesenian. Di sini sama sekali tidak menyangka. Dan di sini orang tidak mengenal main golek, tapi apresiasi itu ada,” ucap pendiri koran Tempo ini.
ADVERTISEMENT
Mengenai pesan yang ingin disampaikan lewat teater, kata dia, semua dikembalikan kepada penonton. Ia menyebut, pengarangnya sendiri bahkan tidak menganggap dirinya sebagai pusat pemaknaan. “Yang memaknai kita, seperti pementasan kita hari ini,” ungkapnya.
Foto bersama usai pementasan teater wayang golek Den Kisot di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun
Pementasan teater ini sendiri sudah dilakukan di 4 kota dengan 5 kali pertunjukan, yakni 2 kali di Bandung, dan masing-masing 1 kali di Jakarta, Tidore, serta Ternate.
Sutradara teater, Endo Suanda, saat diwawancarai berada di sebelah GM. Ia menceritakan, awalnya ia menerima naskahnya dari GM, lalu Endo berusaha menerjemahkannya ke dalam bentuk teater.
“Kadang-kadang sebuah bentuk itu tidak hanya dilahirkan dari gagasan, tapi melalui kerja. Lahirnya ini melalui suatu proses. Karena ini kita kan butuh suara, butuh akting,” ucap pakar etnomusikologi, seni tari topeng dan wayang ini.
ADVERTISEMENT
Endo mengatakan, wayang yang dimainkan kali ini berbeda dengan wayang tradisional. Namun, ia merasa sangat senang, karena ini langsung dari pembuat wayang tradisional. “Saya pesankan kepada seseorang yang membuat wayang, jadi alhamdulilah, kami puas sekali dengan wayang tradisi di kampung,” jelasnya.
Pementasan ini, kata dia, melibatkan empat pemain musik, yaitu Agung Maulana pada gitar, Ricky Subagja suling dan kecapi, Erlan Suwardana pada perkusi, dan Ricky Viool pada Violin.
Selain itu, dalang teater Den Kisot ini dimainkan oleh Arie Majenun, dengan dua asistennya, yaitu Gilang Jaya Handika dan Dedi Darmadi. Sementara naratornya diisi oleh Darto Je.
Penyelaras naskah, Nukila Amal, kepada awak media, mengaku bahasa melayu Ternate yang dipakai dalam teater ini, sebenarnya tidak ada dalam naskah aslinya. Ia juga mengatakan, teater ini sampai ke Ternate idenya juga dari Kedutaan Besar Spanyol yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Karena dong (mereka) punya Dubes ini awal tahun, pernah datang ke sini. Kalau tidak salah dua kali, saya dapat info begitu,” ucap penulis buku Laluba ini.
Kedatangan itu, kata dia, membuat pihak Kedutaan Besar Spanyol terkesan dengan jejak-jejak sejarah yang pernah ditinggalkan pendahulunya di Maluku Utara.
“Selain itu, ada perayaan 400 tahun Yayasan Cervantes. Ini di sana kan di luar negeri tokoh tertentu sering dibikin perayaannya. Dan Cervantes ini kan bukunya sudah dibuat dalam banyak bahasa,” kata Nukila.
Pementasan ini juga dihadiri Wali Kota Ternate Haji Burhan Abdurahman, Kepala Dinas Kebudayaan Ternate Arifin Umasangaji, Kapolres Kota Ternate Azhari Juanda, para seniman, sastrawan, hingga pegiat literasi.
Teater Din Kisot ditutup dengan tak terduga, saat sosok wayang Cervantes muncul dan mengatakan bahwa dirinya bukan pencipta cerita Don Quijote.
ADVERTISEMENT
“Tapi saya hanya mereka-reka, tidak menciptakan. Tuan Sahid inilah pangkal dari semuanya,” ujar Cervantes.
“Bukan-bukan Cervantes, ceritaku datang dari keinginan Den Kisot sendiri,” timpal Sahid, sosok boneka wayang dengan ciri sorban di kepalanya.
Cahaya lampu panggung sontak redup dan cerita Din Kisot itu akhirnya usai juga. Tepuk tangan bergemuruh dan tiba-tiba rinai hujan turun membasahi Ternate begitu saja.