Konten Media Partner

Melihat Wajah Oligarki dalam Film Sexy Killers

12 April 2019 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana nonton bersama film Sexi Killers di Rumah Aman Malut, Ternate. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana nonton bersama film Sexi Killers di Rumah Aman Malut, Ternate. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
ADVERTISEMENT
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Maluku Utara (Malut) menggelar nonton bersama film dokumenter Sexy Killers di Rumah Aman, tepatnya di Kelurahan Jati, Ternate Selatan, Ternate, Selasa (9/4).
ADVERTISEMENT
Film karya Watcdoc Documentary ini, membuat suasana malam itu cukup khidmat dan hening.
Berdurasi sekiranya satu jam lebih ini, Sexy Killers mengisahkan aktivitas industri batu bara yang berdampak terhadap masyarakat sekitar area industri.
Adlun Fiqri, staf Aman Malut, usai pemutaran, kepada cermat, bilang, film tersebut merupakan edisi terakhir dari Ekspedisi Indonesia Biru, yang dilakukan dua jurnalis, mengelilingi Indonesia.
"Film ini menceritakan industri ekstratif batu bara, dari hulu ke hilir, dan itu kita lakukan di sini, supaya teman-teman di sini memahani, apalagi di sini juga ada PLTU," ujar Adlun.
Menurut Adlun, dari film ini, bisa diketahui, ternyata persoalan pertambangan di Indonesia, tidak terlepas dari politik oligarki.
"Sehingga kita tahu, bahwa yang kita saksikan selama momentum Pilpres sering berkonflik cebong dan kampret, ternyata di belakang itu, soal tambang mereka sebenarnya mesra-mesraan," katanya.
ADVERTISEMENT
Melki Nahar, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang turut hadir sebagai pemantik film, mengatakan selama ini, hadirnya industri yang merusak itu kerap melupakan warga dan lingkungannya.
"Mereka bahkan sama sekali tidak peduli dengan rakyat dan lingkungannya. Industri ekstratif ini memang tidak pernah memikirkan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat," ujar Melki.
Melki bilang, kehadiran industri punya kaitan yang sangat kuat dengan politik oligarki. Politik oligarki sendiri lebih menekankan pada pemerintahan yang dikuasai atau dijalankan oleh beberapa orang dan kelompok saja.
"Orang-orang ini berada di wilayah kekuasaan, kelompok elit, yang punya peran, masuk dan beroperasinya industri seperti batu bara, emas, nikel, dan lainnya," paparnya.
Sementara itu, aktivis lingkungan, Astuti N Kilwouw, mengatakan, persoalan tambang tidak hanya terjadi di daerah-daerah seperti Kalimantan dan Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
"Namun juga ada di sini (Maluku Utara). Meski bukan tambang batu bara yang secara masif, melainkan seperti emas, nikel, dan lainnya, yang secara langsung berdampak terhadap lingkungan hidup warga di Halmahera," paparnya.
Ia bilang, selain industri tambang, juga ada perkebunan kelapa sawit yang masih terus menjadi persoalan di Maluku Utara.
"Selain itu ada yang luput dari kita, yakni PLTU di Tidore. Padahal warga sekitar PLTU kerap mendapatkan dampaknya," ucapnya.
---
Rajif Duchlun