Mendengar Kisah Inspirasi dari Risna

Konten Media Partner
26 Juni 2019 22:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Risna Hasanudin saat berbagi kisah tentang pengalamannya di Papua pada Bincang Inspriratif Satu Indonesia Award 2019 di Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Risna Hasanudin saat berbagi kisah tentang pengalamannya di Papua pada Bincang Inspriratif Satu Indonesia Award 2019 di Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tampilannya sederhana Ketika sampai di gedung Ballroom Gamalama, Hotel Grand Dafam, Ternate, Maluku Utara. Tak banyak yang akan menyangka bahwa perempuan kelahiran 1988 itu bakalan menjadi pembicara, duduk berjejer dengan Prof. Emil Salim, mantan menteri Perhubungan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ia adalah Risna Hasanudin, penggagas Rumah Cerdas Perempuan Arfak Papua Barat. Semangat serta rasa kemanusiaan membuatnya diganjar apresiasi Satu Indonesia Award tahun 2015.
Risna menjadi salah satu pembicara dalam bincang inspirasi yang digelar oleh Astra, di Ternate, Rabu (26/6). Hadir juga Prof. Emil Salim, Ir. Tri Mumpuni yang merupakan pendiri Institut Bisnis & Ekonomi Kerakyatan. Dua nama ini adalah juri yang bertugas menyeleksi para inspirator di seluruh Indonesia yang telah berbuat hal postif bagi bangsa.
Tri Mumpuni, salah satu juri Satu Indonesia Award saat menjelaskan tentang sosok-sosok inspirasi kepada Sekretaris Kota Ternate, Tauhid Soleman. Foto: Rizal Syam/cermat
Selain itu, hadir juga Chief of Corporate Affairs Astra Rizal Deliansyah dan juga Sekretaris Kota Ternate, M. Tauhid Soleman.
Dalam bincang-bincang dengan ratusan peserta yang terdiri dari orang-orang muda Ternate itu, Risna bercerita bahwa rasa penasaranlah yang membuat ia memutuskan untuk menginjakkan kaki di bumi cenderawasi.
ADVERTISEMENT
“Saya awalnya penasaran, apakah Papua itu seperti yang dinarasikan orang-orang selama ini,” ucap Risna.
Sekretaris Kota Ternate, M. Tauhid Soleman saat memberikan sambutan dalam acara Bincang Inspiratif Satu Indonesia Award 2019. Foto: Rizal Syam/cermat
Berbekal ilmu atas isu-isu perempuan yang ia geluti semasa kuliah, serta uang pinjaman dari orang tua, Risna berangkat ke Papua.
Ia awalnya melakukan survei selama dua bulan untuk bisa memutuskan menetap di Kampung Kobrey, Manokwari.
“Ternyata selama ini apa yang kita dengar tentang Papua itu salah, bahwa mereka itu keterbelakang, itu keliru,” jelas Risna.
Hanya saja, lanjutnya, sebagian masyarakat tempat ia menetap di Papua itu masih menganggap pendidikan bukanlah suatu hal yang penting. Mereka, kata Risna, merasa tak perlu untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Pembicara Bincang Inspiratif Satu Indonesia Award saat berfoto dengan para peserta. Foto: Rizal Syam/cermat
Untuk bisa berbaur dengan masyarakat setempat, Risna mesti turut andil dalam kegiatan sehari-hari. Ia ikut masuk-keluar hutan bersama mama-mama.
ADVERTISEMENT
Ia lebih cenderung menaruh perhatian pada kalangan mama-mama, sebab menurutnya, merekalah yang punya hasrat besar untuk belajar ketimbang anak muda.
Terkait mindset terhadap pendidikan yang masih minim, Risna punya jurus tersendiri. Ia mengaku menggunakan metode belajar sambil bermain. Selain itu juga, untuk mendekati para mama-mama, ia mesti sering memakan pinang –sebuah kebiasaan masyarakat Indonesia Timur pada umumnya.
Risna bilang, pendidikan tak kalah penting ketimbang infrastruktur. “Ternyata yang dibutuhkan masyarakat Papua bukan hanya infrastruktur, tapi juga pendidikan,” katanya.
Hidup bersama masyarakat Papua dengan niat mengambangkan pendidikan bukan tanpa kendala bagi perempuan lulusan FKIP Universitas Pattimura Maluku ini. Sebagai seorang Muslim yang kebetulan juga mengenakan jilbab, ia pernah dianggap mau melakukan islamisasi. Yang paling parah, ia pernah mengalami pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
“Saya pernah hampir diperkosa dua kali. Pelakunya remaja usia 15 tahun, sama papanya,” jelas Risna yang mengatakan saat itu ia begitu marah. Namun, ia menolak pelabelan yang mengatakan bahwa orang Papua itu jahat.
“Saya mau bilang kepada orang luar, jangan menganggap orang Papua itu jahat. Kekerasan seksual itu bisa terjadi di manapun.”
Terkait Satu Indonesia Award, Riza Deliansyah mengatakan, acara ini dibuat untuk memberikan inspirasi kepada generasi muda Kota Ternate atau Maluku Utara pada umumnya, untuk bisa berbuat sesuatu bagi bangsa.
“Astra membutuhkan anak muda untuk sama-sama mengambangkan daerahnya dan Indonesia,” katanya.
Ia bilang, Astra ingin mencari anak-anak muda yang berada di Ternate dan sekitarnya yang punya dedikasi terhadap masyarakat lewat tindakan-tindakan positif.
ADVERTISEMENT
Setiap tahunnya, Astra lewat program Satu Indonesia Award akan menyeleksi sosok-sosok yang dianggap telah memberikan dampak positif bagi masyarakat. Tahun ini, program ini sudah memasuki tahun ke-10.
Kriteria penilaian yang digunakan antara lain adalah terkait motif sosok dalam melakukan kegiatannya. Juga soal dampak yang dihasilkan.
Sementara itu, Sekretaris Kota Ternate, M. Tauhid Soleman mengapresiasi acara bicang inspirasi tersebut. Ia berharap lewat acara seperti ini bisa memunculkan para pemuda inovatif.
“Karena inilah ajang kita untuk memunculkan potensi orang muda di Kota Ternate yang kreatif,” kata Tauhid.
---
Rizal Syam