Konten Media Partner

Mendengar Rima Raga Rempah di Benteng Oranje Ternate

25 Desember 2022 5:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Membunyikan Tifa di benteng Oranje, Ternate, menandakan Pertunjukan teater musikal Rima Raga Rempah dimulai dan puncaknya pada 14 Januari 2023. Foto: Faris Bobero/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Membunyikan Tifa di benteng Oranje, Ternate, menandakan Pertunjukan teater musikal Rima Raga Rempah dimulai dan puncaknya pada 14 Januari 2023. Foto: Faris Bobero/cermat
ADVERTISEMENT
Suara arababu dibarengi gambus, tifa, fiyol bergema lewat sound system di tengah kesibukan-orang lalu-lalang. Beberapa tifa dan alat musik kaste berjejer di panggung Rima Raga Rempah. Meski di tengah modernisasi, seketika, suasana membawa ke masa lalu. Malam itu, Jumat 23 Desember 2022 di Benteng Oranje, Ternate, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
“Rima Raga Rempah adalah pertunjukan teater musikal yang digagas melalui riset panjang. Kami bekerja sama dengan program Kemdikbud. (Dana Program Indonesiana). Puncaknya akan berlangsung pada 14 Januari 2023, (Ditargetkan) akan hadir 1.257 penonton. Angka target tersebut diambil dari tahun lahirnya Kesultanan Ternate,” ungkap Abdurrahman Soleman, Project Leader Rima Raga Rempah dari Lembaga Seni Budaya Moloku Kie Raha (Molokiyah).
Abdurrahman Soleman, Project Leader Rima Raga Rempah dari Lembaga Seni Budaya Moloku Kie Raha saat pers konferens bersama panitia Rima Raga Rempah di Benteng Oranje Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
Katanya, pertunjukan teater musikal ini, akan menampilkan 70 talent. Bahkan, pihaknya sudah mulai berlatih sejak Oktober untuk kesiapan pertunjukan tersebut.
Abdurrahman menjelaskan, tajuk Rima Raga Rempah ini diinisiasi atas dasar kesenian dan memperhatikan musik tradisional. Sementara kata rempah, adalah benang merah dengan icon Ternate, yang tidak terlepas dari sejarah panjang jalur perdagangan dunia.
Suasana pers konferens Rima Raga Rempah di Benteng Oranje Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
Abdurrahman bilang, output dari pagelaran tersebut akan dibuat dalam bentuk video dan akan diterjemahkan dalam 7 bahasa yakni Tionghoa, Persia, Arab, Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Ketujuh negara tersebut, kata Abdurrahman, yang memang dalam sejarah, pernah berhubungan dengan Ternate.
ADVERTISEMENT
Tahapan pagelaran ini tidak sekadar pertunjukan saja, kata Abdurrahman, ada penguatan. Pertama, ada workshop pengembangan data hasil riset musik tradisional dan lainnya, dari workshop ini kemudian tim penulis naskah yang akan menentukan pentas seperti apa.
“Workshop yang kedua tentang manajemen pertunjukan. Di sini alhamdulillah kita dibantu oleh beberapa teman yang diundang dari luar Maluku Utara yakni Bandung untuk memboboti manajemen pertunjukkan. Sementara workshop ketiga tentang teater Rima Raga Rempah yang akan menampilkan 70 talent,” kata Abdurrahman.

Perlu Penguatan Riset Musik Tradisional

Ternate dan Maluku Utara memiliki banyak ciri khas musik tradisional, yang dimainkan dalam berbagai acara maupun ritual. Sayangnya, belum ada penelitian secara serius ke arah ini. Meski begitu, Lembaga Molokiyah ini, terus berupaya melakukan riset. Selain itu, masih banyak yang mengatakan, beberapa musik tradisional di Maluku Utara dipengaruhi dari luar seperti Spanyol maupun Portugis.
ADVERTISEMENT
Lutfi Ali, Ketua Tim Riset Rima Raga Rempah mengatakan, dalam proses penelitian mereka menemukan bahwa musik tertua dan paling pertama di Ternate adalah musik Mango.
Lutfi Ali, Ketua Tim Riset Rima Raga Rempah saat berbicara dalam pers konferens bersama panitia lainnya di Benteng Oranje Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
“Kami punya sumber yang kuat, beberapa kali kami wawancara dan beberapa referensi (menunjukkan) bahwa ternyata benar, musik Mago adalah yang paling pertama, yang tua di Maluku Utara di Ternate. Musik itu biasanya digunakan saat ritual. Sekarang masih terdengar namun kelestarian nya masih lemah,” ungkap Lutfi.
Sementara itu, Lutfi bilang, soal klaim beberapa musik tradisional di Maluku Utara dipengaruhi dari luar, Lutfi mengatakan, ia belum bisa membenarkan itu. Seperti beberapa alat musik yang terbuat dari bambu.
Meski begitu, Lutfi menjelaskan salah satu musik yang terbuat dari bambu yakni bambu hitada. Katanya, musik tersebut adalah musik ritual suku Loloda, di Halmahera.
ADVERTISEMENT
“Dulu, orang Loloda ketika mensyukuri hasil pertanian, mereka menggunakan musik bambu hitada. Sekarang, anak-anak juga mengembangkan menjadi seni. Memang ada yang bilang beberapa musik adalah pengaruh dari luar namun biasa jadi ya bisa jadi tidak karena belum ada penelitian yang menguatkan itu,” ujar Lutfi.
Sementara itu, Hasan Ali, Ketua Lembaga Seni Budaya Molokiyah mengatakan, hingga saat ini, musik tradisional di seluruh Indonesia masih kebingungan dengan pernyataan adanya pengaruh dari luar.
Katanya, di Maluku Utara, soal sejarah musiktidak harus dilihat dari perspektif geografis pemerintahan sekarang. Namun, melihat dari sejarah panjang zaman Momole (Pra kesultanan) Moloku Kie Raha, yang secara geografis membangun hubungan yang luas secara geografis.
“Saya rasa itu (musik tradisional) bukan pengaruh karena secara geografis mungkin di Ternate ini timur nya Melanesia dan barat nya Austronesia jadi secara musik, misalnya pukulan tifa itu banyak dari Austronesia dan itu berkembang di sini. Instrumen melayu itu Melanesia,” ungkap Atadengkofia, panggilan akrab Hasan Ali.
ADVERTISEMENT
“Jadi, karena dulu, kita pada zaman Momole (Berhubungan dengan Austronesia dan Melanesia), soal perkembangan musik, kita menjadi mercusuar buat orang luar. Jadi, mungkin kita tidak dipengaruhi dari luar,” katanya.