news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengunjungi Pasar Pakaian Bekas di Ternate: Tetap Modis dengan Harga Miring

Konten Media Partner
31 Agustus 2020 12:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deretan pakaian yang dipajang di pasar rombengan, Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Deretan pakaian yang dipajang di pasar rombengan, Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
ADVERTISEMENT
Suara A.M Saleem Abdul Majid menghentak dari pelantang yang tersembunyi di antara pakaian bekas yang tersusun rapi. Di tengah udara terik bercampur aroma mirip perkamen yang mengepung hidung, lengkingan vocalis Iklim itu menambah sesak suasana.
ADVERTISEMENT
Namun tak jauh dari sana Cafarudin tampak tenang menekuri tumpukan pakaian di depannya. Ibarat seorang pengontrol kualitas di pabrik-pabrik tekstil, ia cekatan memotong benang yang menjulur keluar dari jahitan.
“Mari, blouse tiga seratus (ribu). Ada celana juga, mari!” ucap Cafarudin tiap kali ada yang melintas di dekatnya.
Cafarudin adalah pemuda kelahiran Mangoli, Kepulauan Sula, Maluku Utara. Sehari-hari ia berprofesi sebagai penjual pakaian bekas di lantai 2 Pasar Higienis, Ternate. Lokasi tersebut begitu akrab di telinga masyarakat Ternate. Ada banyak sebutan untuk pasar ini, dari Rombengan –yang kemudian disingkat menjadi RB, cakar bongkar, hingga sebutan bernuansa satire yang mengerek nama salah satu perusahaan ritel besar di Indonesia, matahari.
Cafarudin, salah satu pedagang di Pasar RB yang sudah berjualan sejak 2008. Foto: Rizal Syam/cermat
Mereka yang masih berstatus mahasiswa hingga para pekerja kerah putih tahu tempat ini. Di sini, lapisan-lapisan sosial itu melebur seperti ribuan hanger pelbagai warna yang tergantung di setiap sudut. Jika ada yang membedakan satu sama lain di pasar ini, itu pasti adalah ketelatenan serta kesabaran.
ADVERTISEMENT
“Di sini asal jangan cepat lelah. Rajin mencari dan sabar. Orang sering bilang ini ‘Mall Basuar’ (Mall berkeringat),” katanya seraya tertawa, Sabtu (29/8).
Yulia, mahasiswi salah satu universitas di Manado, Sulawesi Utara, saat ditemui cermat pada Sabtu (29/8) mengaku sudah hampir satu jam berada di pasar itu. Bersama dua temannya, Yulia menyusuri lorong, mengambil satu demi satu celana maupun baju dari gantungan, menimbang-nimbang sekiranya pas di hati.
“Ini su kayak cari harta karun. Torang musti sabar, pasti dapat yang bagus,” ucapnya.
Ia mengatakan tak terlalu memusingkan perkara merk, selama itu dirasa cocok dari segi mode maupun harga pasti langsung ia beli.
Seorang pengunjung sedang memilih pakaian yang akan dibeli. Foto: Rizal Syam/cermat
Demikian juga dengan Dela, perempuan asal Halmahera Selatan ini mengaku mayoritas pakaian di lemarinya berasal dari Pasar RB. Dengan harga yang miring serta mode yang variatif, Dela mengatakan hampir setiap bulan ia menyambangi pasar tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kalau belanja di sini torang tidak perlu takut ketemu orang yang pakai baju sama dengan kita. Karena kalau dilihat yang dijual beda-beda semua,” katanya.
Perkara yang dibeli adalah pakaian bekas, keduanya mengaku tak mau terlalu ambil pusing.
Tak Melulu Pakaian Bekas
Cafarudin menolak anggapan yang menyebut semua barang di Pasar RB adalah pakaian bekas. Menurut pria yang sudah berjualan sejak 2008 itu, kendati ada pakaian bekas namun mayoritas barang di tempatnya itu adalah produk yang tak laku terjual di pasar-pasar luar negeri.
“Di luar negeri kan fesyennya cepat berganti, jadi barang-barang tidak terjual pasti langsung diturunkan. Istilahnya cuci gudang. Nah ini barang dari situ,” tuturnya sembari menunjuk deretan celana di depannya.
ADVERTISEMENT
Lagipula, kata dia, sekalipun itu bekas, namun kualitasnya masih jauh lebih bagus ketimbang produk yang dijual di emperan jalan yang menurutnya beberapa kali pakai benangnya sudah melar. “Yang di toko kan kalau sudah sekali pakai hitungannya sudah bekas juga kan,” kilahnya.
Suasana Pasar RB, Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
Ia mengaku seringkali menemukan jenama terkenal di antara dagangan yang dikirim dari Jakarta itu. jenama-jenama seperti Crocodile (Hongkong), Lacoste (Prancis), hingga Dickies (Amerika) tak jarang tercampur dalam kiriman berbentuk bal itu. Merk-merk itu dihargai Rp 50 ribu – Rp 100 ribu.
Namun ia bilang, para pedagang di Pasar RB menaruh harga yang sama pada pakaian yang bermerk maupun tidak. Sebab kata dia, pangsa pasar di Ternate tak terlalu mementingkan itu. “Mereka yang penting cocok dipakai. Bahkan ladies-ladies banyak yang langgan di sini,” katanya setengah berbisik.
ADVERTISEMENT
Walau mengamini semua barang yang dijual di Pasar RB berasal dari luar negeri, namun Cafarudin mengaku tak tahu pasti dari negara mana barang tersebut datang. Sebab semua penjual di situ hanya mengambil dari agen yang berada di Jakarta.
Tetapi ia mencurigai barang-barang tersebut datang dari negara-negara seperti Jepang dan Korea. Alasannya sederhana, karena tak jarang ia menemukan mata uang kedua negara itu terselip di dalam saku celana yang hendak ia jual.
“Makanya justru orang yang tahu kualitas yang datang ke sini,” katanya.
Pasar ini ramai didatangi pada saat akhir pekan. Foto: Rizal Syam/cermat
Jamian Kolengsusu, mantan penjual pakaian di Pasar RB yang sudah berjualan sejak 1999 itu mengaku ada stigma yang selalu dihadapi para penjual di sini. Isu tentang kebersihan pakaian sudah berembus sejak lama.
ADVERTISEMENT
“Ada yang bilang barang di sini tidak steril. Kalau pakai bisa kena penyakit kulit. Tapi selama ini tidak ada penjual yang mengalami itu. Baju-baju saya semua dari sini, termasuk yang saya pakai sekarang ini,” kata sosok yang saat ini menjadi anggota DPRD Kota Ternate.
Jamian berkisah, sejak menginjakkan kaki pertama kali di Ternate akibat kerusuhan yang melanda Maluku dua dekade silam, ia langsung berjualan pakaian rombengan. Lokasi pertama yang ditempatinya terletak di dekat Benteng Oranje. Dulu, kata dia, masih belasan orang yang berjualan pakaian tersebut. Barang-barangnya dikirim dari Baubau, Sulawesi Tenggara.
Waktu itu, animo terhadap pakaian rombengan ini sudah cukup tinggi. Ia baru bisa berjualan pada pukul 09.00 WIT atau setelah para pedagang sayuran selesai berjualan.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Cafarudin, Jamian Kolengsusu pun mengatakan, selama 20 berjualan ia banyak sekali memiliki pelanggan para orang penting di Kota Ternate, dari birokrat hingga anggota DPRD.
“Biasanya kalau mereka tahu ada barang yang baru masuk, mereka telepon minta disimpan,” katanya.
Jamian Kolengsusu berpose di antara deretan pakaian di pasar RB Ternate. Foto: Rizal Syam/cermat
Jamian merupakan orang yang pertama kali berinisiatif menjadikan lantai 2 Pasar Higienis sebagai pusat penjualan pakaian rombengan. “Dulu kan di sini kosong. Dari pada sudah dibangun tapi tidak difungsikan lebih baik kami sewa untuk jualan. Alhamduillah ramai kan,” katanya.
Saat ini, kata dia, tercatat sudah puluhan pedagang yang menempati lapak-lapak di pasar tersebut. Kehadiran mereka, lanjut Jamian, punya kontribusi kepada kas daerah. Setidaknya, dalam sebulan sebanyak Rp 28 juta disetor ke Pemerintah Kota Ternate.
ADVERTISEMENT
“Tapi di tahun ini mungkin ada penurunan, soalnya ada pandemi,” kata Jamian.
Pandemi COVID-19 yang datang tanpa permisi itu membawa dampak signifikan kepada penjual pakaian seperti Cafarudin. Menurutnya, Sebelum pandemi, dalam sehari ia bisa memperoleh uang hingga Rp 1 Juta, tapi selama pandemi angka tersebut berkurang drastis menjadi Rp 300 ribu per hari.
“Tapi Alhamdulillah sekarang sudah mulai stabil,” katanya.
Di sela-sela lapak, terdapat para tukang jahit. Ini dikarenakan pakaian yang dijual hanya memiliki satu ukuran sehingga tak jarang para pembeli langsung mengecilkan ukuran pakaian di lokasi pasar. Foto: Rizal Syam/cermat
Bukan hanya ke Ternate, distribusi barang ini juga menyentuh desa-desa di dataran Halmahera. Biasanya barang yang dijual ke Halmahera merupakan pakaian yang tak terjual di Ternate. Jamian mengatakan, setiap jadwal kedatangan kapal, tercatat ada 350 bal berisi pakaian yang dikirim dari Jakarta ke Maluku Utara.
“Coba bayangkan, setiap kapal datang ada 350 bal pakaian. Dalam satu bal saja ratusan pakaian. Pertanyaannya semua itu di mana. Itu kan tanda animo masyarakat sangat tinggi terhadap barang-barang di sini,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Pasar rombengan di Ternate adalah wadah bagi masyarakat dalam menunaikan hasrat berbelanja. Ia menjadi altar bagi manusia-manusia perkotaan dalam memenuhi kebutuhan fesyen. Tetap modis namun tak mengorbankan seluruh isi dompet.