Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten Media Partner
Menikmati Durian Kulaba di Bekas Lava Letusan Gunung Gamalama, Ternate
4 Februari 2020 19:09 WIB
ADVERTISEMENT
Buah durian kulaba sudah cukup familiar di Ternate, Maluku Utara. Rasanya yang manis dan legit, membuat durian ini selalu diburu pembeli maupun pengunjung destinasi wisata Batu Angus.
ADVERTISEMENT
Wisata Batu Angus yang berada di Kelurahan Kulaba, Ternate Barat, merupakan bekas lava letusan gunung Gamalama. Kata ‘angus’ sendiri berasal dari kata hangus. Hamparan batu-batu ini sekilas seperti terbakar, saling melekat, bertumpukan, dan beberapa bagian menjulang dengan bentuk yang indah.
Di sepanjang bahu jalan, terlihat jajanan durian dari warga sekitar. Warga Ternate kerap berakhir pekan di sini. Kru cermat sempat berkunjung pada Minggu (2/2) lalu, sambil menikmati buah durian kulaba di tengah batu angus yang membentang.
Seorang penjual durian, Jubaida Kene, mengatakan, setiap musim durian, Wisata Batu Angus cukup ramai. Pengunjung bisa menikmati di tempat jajanan atau mencicipinya langsung di bawah pohon durian.
“Tapi kalau ke kebun agak jauh. Jalan ke kebun kurang bagus, apalagi kalau hujan. Harus pakai motor,” ujar perempuan paruh baya itu.
ADVERTISEMENT
Jubaida bilang, ada beberapa durian di Kulaba yang selalu diburu. Nama-nama durian ini pun terbilang cukup unik. Ada durian kopiko, roti coe, panada, dan poga. “Kalau yang saya jual ini durian kopiko dengan roti coe,” ucapnya.
Harga durian, kata dia, bervariasi. Tergantung jenis dan ukuran buah. Ada yang dijual Rp 50 ribu perbuah. Ada juga Rp 25 ribu perbuah.
Sensasi makan buah durian di sini terasa berbeda dengan tempat lain. Aroma sejarah lokasi ini sangat kuat. Bentukan batu-batu ini layak menjadi taman alam atau geopark.
Sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Irfan Ahmad, mengatakan, bekas lava dari letusan Gamalama ini diperkirakan terjadi pada 5-7 September 1775.
“Bukti nyata keganasan letusan gunung api Gamalama selain terjadi tumpukan lava juga terjadi sebuah mara di sekitar Desa Soela Takomi, atau 1,5 km sebelah barat daya dari Desa Takomi sekarang. Terbentuknya lubang yang kemudian dikenal dengan Tolire Jaha (Lubang Besar) tersebut didahului dengan gempa bumi tektonik berskala besar,” jelas Irfan, saat dihubungi cermat.
ADVERTISEMENT
Namun, ia mengaku, sejauh ini belum ada penelitian yang mengemukakan secara detail peristiwa penumpukan lava, apakah terjadi saat letusan 1775 atau letusan sebelumnya, yaitu tahun 1608, 1635, 1653, 1673, 1686, 1687.
Budayawan Maluku Utara, Sofyan Daud, dalam sebuah diskusi di lokasi Wisata Batu Angus, dua pekan lalu, menyebutkan, memang layak disebut geopark. Menurut dia, cerita terbentuknya batu-batu ini bukan legenda. Namun, tercatat dalam sejarah.
“Meninggalkan bukti otentik yang bukan saja unik tapi tersendiri. Keunikan bentuk, kontur, sejarah kejadiannya, adalah faktor-faktor yang menjadikan geopark batu angus layak dijadikan destinasi wisata ikonik,” ungkap Sofyan.
Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara ini bahkan menyarankan, ke depan harus dibangun museum mini di lokasi ini. Museum ini, kata dia, setidaknya memiliki empat ruangan, yakni ruang lobi, ruang pamer, studio film, dan tempat penyimpanan dokumen arsip mengenai peristiwa letusan gunung Gamalama.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, petugas Wisata Batu Angus, M Rivaldi Rahim, mengatakan, destinasi ini sebenarnya sangat menjanjikan. Karena selain hamparan batu dari bekas lava yang luas, juga dimanjakan dengan pamandangan laut serta Pulau Hiri.
Namun, fasilitas yang ada di lokasi ini diakuinya masih perlu perhatian pemerintah daerah. Salah satunya ketersediaan saluran air ke titik destinasi.
“Toilet yang tersedia di lokasi batu angus masih belum digunakan selama empat tahun karena saluran air belum ada, sehingga apabila ada pengunjung yang rasa buang air kami petugas selalu arahkan ke rumah warga yang dekat dengan lokasi batu angus,” ucap Rivaldi.
Harga karcis masuk juga bervariasi. Kendaraan motor Rp3000, mobil Rp10.000, sementara perorang Rp2000. Fasilitas lain yang tersedia, yakni gazebo dan menara yang bisa dipakai untuk mengabadikan momen dari atas ketinggian.
ADVERTISEMENT
Kru cermat memang sempat berfoto dari atas menara tersebut. Ke arah selatan, kata dia, terlihat sebuah tugu, yang dipercaya warga sekitar merupakan penanda kuburan masal tentara Jepang di masa lalu. Tidak disebutkan secara jelas, sejak kapan peristiwa itu.
Sementara ke arah gunung, ia mengaku, ada juga sebuah jejak reruntuhan benteng. Warga sekitar mengenal dengan nama Benteng Kota Bebe. Narasi benteng ini juga belum teridentifikasi dengan baik. “Masih ada sedikit bekas-bekas benteng itu. Ada di belakang rumah warga,” kata Rivaldi.