Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Menjelajahi Keindahan Pulau Meti, Maluku Utara
26 Juni 2019 9:55 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
Gugusan pulau merebak di depan mata. Siang itu, terik matahari terpancar saat kru cermat menumpangi perahu ketinting di Desa Mawea, Utara Halmahera, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Sekitar 10 menit perahu berlayar, dari kejauhan keindahan Pulau Meti 'menyapa'. Di bibir pantai, terlihat anak-anak pulau sibuk bermain. Mulai dari bersampan hingga membawa kayu bakar, sisa ranting dari pohon yang telah tumbang.
Pulau Meti, kian mencuri perhatian wisatawan sejak adanya Meti Cottage atau Pondok Meti, tempat peristirahatan bagi para pelancong yang berkunjung ke Pulau Meti.
“Kalian pasti lelah. Mari minum dulu,” ujar Juti, salah satu perempuan Suku Tobelo yang kerja di Meti Cottage itu menawarkan kami minum beberapa gelas jus wortel, Minggu (23/6). Rata-rata, penduduk di Pulau Meti adalah suku Tobelo.
“Perjalanan ke sini kan jauh, ngoni (kalian) ibu bapak pasti capek. Jadi, setelah minum jus, makan dulu sebelum berenang nanti,” ujar Juti sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Beberapa pulau-pulau kecil tak berpenghuni juga menjadi daya tarik pengunjung. Juti bilang, tidak jauh dari Pulau Meti, ada pulau kecil berpasir putih.
“Orang-orang sering berfoto di situ. Kalau nelayan di sini mencari ikan, juga sering ke situ. Banyak ikan di sana,” katanya.
Badan Pusat Statistik tahun 2016 mencatat, Halmahera Utara merupakan Kabupaten Bahari, terletak di Timur Indonesia, berbatasan dengan Samudera Pasifik, memiliki 216 pulau. Luas keseluruhan mencapai 22.507,32 km2 (22%) dan lautan 17.555,71 km2 (78%).
Selain itu, jejak Perang Dunia II masih terlihat di sini, seperti meriam peninggalan Jepang, bangkai pesawat yang tenggelam di kedalaman 25 meter, menjadi salah satu spot diving menarik.
“Tamu yang datang ke sini, selalu ingin melihat meriam jepang, jadi kami antar,” kata Yeni Nyonyie (50), penduduk Pulau Meti yang bekerja di Meti Cottage.
Arsitektur Meti Cottage dibangun dengan limbah kayu yang terapung di laut. Hal ini tampak terlihat dari tempat duduk dan meja yang ada di Meti Cottage. Tiang bangunannya dibuat dari bambu yang diambil dari seberang pulau di daratan besar yang tak jauh dari Pulau Meti.
ADVERTISEMENT
Supriadi, pengelola Meti Cottage, menyebut ide membangun tempat wisata atau Meti Cottage awalnya adalah ia ingin berkontribusi untuk Indonesia, terutama di daerah-daerah yang tertinggal.
Dua tahun sebelumnya, Supriadi masih berada di Jerman, mengambil gelar Master of Business Administration. Ia memang sudah merindukan pulang ke Indonesia. Saat itu, ia melihat beberapa surat kabar di sana, dan mencari daerah yang jauh dari akses. Maluku Utara adalah salah satu daerah yang menarik di hatinya.
“Karena di daerah yang tertinggal infrastrukturnya masih sulit, guru juga masih sulit, inilah alasan kita ingin membangun Meti Cottage,” ungkap Supriadi.
Dengan konsep pariwisata yang berkelanjutan, Supriadi menambahkan, ia lebih mementingkan lingkungan dan pendidikan bagi masyarakat setempat. Sebanyak 20 persen dari hasil pendapatan, ia sisihkan untuk program pendidikan bagi anak-anak usia sekolah dasar dan menengah pertama.
ADVERTISEMENT
“Saat ini, kami buat program belajar Bahasa Inggris, setelah itu Bahasa Jerman, dan Prancis. Saya meyakini, pendidikan adalah solusi untuk anak-anak di daerah tertinggal,” ujar Supriadi.
Ia juga mengajak siapa saja yang peduli terhadap pendidikan anak-anak Pulau Meti, bisa menjadi relawan, bahkan berdonasi.
“Lihat saja, kami belajar dengan keadaan seadanya. Papan tulis kami masih menggunakan meja” ungkapnya.
Antina Samsia, Sekretaris Desa Pulau Meti, terlihat senang lantaran sekitar 100 anak-anak di Pulau Meti belajar bahasa Inggris, bahkan membersikan lingkungan dari sampah plastik.
Memang, pengelola Meti Cottage selalu mengkampanyekan menjaga lingkungan. Dengan memberikan contoh seperti tidak menebang pohon dan menyampaikan kepada pengunjung agar tidak membawa makanan menggunakan pembungkus plastik.
“Saya sadar, dengan keberadaan tempat wisata ini, tidak hanya membuat pendapatan warga bertambah. Tapi, ini juga hal baik. Karena lebih mengedepankan pendidikan untuk generasi kita,” kata Antina.
ADVERTISEMENT
Antina mengatakan, ia juga meminta Supriadi mengajarkan Pemerintah Desa soal pengelolaan wisata. Sebab, rencananya mereka akan membuka lokasi baru yang nantinya akan dikelola oleh Pemerintah Desa.
---