Konten Media Partner

Paji Nyili-nyili, Mengenang Kisah Sultan Nuku Memimpin Revolusi Tidore

13 April 2019 9:49 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ritual Paji Nyili-nyili pada perayaan Hari Jadi Tidore ke-911. (Foto: Faris Bobero/cermat)
zoom-in-whitePerbesar
Ritual Paji Nyili-nyili pada perayaan Hari Jadi Tidore ke-911. (Foto: Faris Bobero/cermat)
ADVERTISEMENT
12 April 1797 adalah tanggal yang bersejarah bagi masyarakat Tidore. Pagi itu, armada yang dipimpin oleh tokoh bernama Nuku Muhammad Amiruddin mengepung Tidore dari berbagai penjuru. Sepasukan perahu kora-kora berpatroli dan menahan armada kompeni di Ternate, agar tidak mengirimkan bantuan ke Tidore.
ADVERTISEMENT
Maswin A. Rahman, dalam Mengenal Kesultanan Tidore (2006), menceritakan bahwa di atas anjungan kapal Resource, Nuku memimpin langsung pendudukan atas Tidore, yang saat itu masih dikuasai oleh adiknya sendiri, Sultan Kamaluddin. Nuku mengirim utusan bernama Abdul Jalal untuk menghadap Kamaluddin, untuk menyampaikan pesan agar Kamaluddin menyerahkan takhta Sultan Tidore kepadanya.
Kamaluddin menolak dan menyerukan perlawanan bersenjata terhadap Nuku. Seruan Kamaluddin ditanggapi dingin oleh rakyat Tidore. Bahkan, seluruh kampung, melalui Sangaji (semacam kepala kecamatan), Gimalaha (semacam menteri), Fomanyira (kepala kampung), dan Mahimo (sesepuh), menyatakan setia dan mendukung Nuku sebagai Sultan Tidore, meliputi Papua dan Seram.
Ritual Paji Nyili-nyili diperingati setiap tahun. (Foto: Faris Bobero/cermat)
Melihat kondisi yang tidak terkendali, Kamaluddin dan beberapa pengikut setianya minggat di kegelapan malam. Dengan perahu kora-kora, Kamaluddin melarikan diri dan memohon perlindungan kepada Belanda di Ternate.
ADVERTISEMENT
Di Tidore, Nuku disambut dengan sorak-sorai oleh pengikutnya. Tidak ada perlawanan dan pertumpahan darah di bumi Tidore. Nuku pun dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Said’ul Jehad Muhammad el Mabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Jou Barakati.
Selama sepekan, Sultan Nuku bekerja siang dan malam, menyusun pemerintahan dan mengatur roda ekonomi. Segalanya ditata, diatur sebagaimana sebuah negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Putra kedua Sultan Jamaluddin itu juga menetapkan pemberian otonomi khusus ala Tidore (fara se filang) kepada Papua dan Seram.
Selama pemerintahan Sultan Nuku dari tahun 1797-1805, Tidore, Papua, dan Seram, serta wilayah-wilayah di bawah daulat Sultan Tidore menghirup udara kemerdekaan.
"Dua kali dalam setahun, Nuku mengunjungi Papua dan Seram, usai Maulid Nabi dan hari Raya Idul Adha," tulis Maswin A. Rahman, dalam catatan 'Nuku Memimpin Revolusi Tidore' yang tertuang dalam Mengenal Kesultanan Tidore (2006).
ADVERTISEMENT
Nuku tidak mau terikat dengan perjanjian dari pihak mana pun, yang menurutnya, merugikan kedaulatan bangsanya. Seluruh alokasi persenjataan dan amunisi perang dibayarkan secara tunai atau dibarter dengan rempah-rempah.
Begitu juga dengan kapal Resource yang dipinjamkan Inggris kepadanya. Sultan Nuku tidak mau menerima kapal itu dengan cuma-cuma. Nuku baru mau menggunakan kapal itu untuk menginspeksi wilayahnya bila harga carter-an telah disepakati dan dilunasi.
"Termasuk di-carter untuk merebut Tidore dari genggaman Kamaluddin, sultan boneka kompeni," tulis Maswin A. Rahman dalam Mengenal Kesultanan Tidore (2006).
Napak Tilas setelah 9 Abad Revolusi Tidore
Kamis malam (11/4), liukan api obor mulai menyala terang. Ratusan pria berpakaian adat khas Tidore berjalan beriringan. Dalam arak-arakan tersebut, mereka membawa bendera dan obor, pertanda dimulainya acara Paji Nyili-nyili, sebagai bagian dari perayaan Hari Jadi Tidore ke-911 pada tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Secara harfiah "paji" berarti bendera dan "nyili" berarti daerah. Di sepanjang jalan, lampu-lampu di rumah warga sengaja dipadamkan.
"Dorang (mereka--peserta Paji Nyili-nyili) berjalan mengelilingi Tidore mulai pukul 20.00 WIT sampai finis di Keraton Kesultanan Tidore pada pukul 08.00 pagi," ujar Dano Folasimo, warga Kelurahan Rum, kepada cermat, Kamis malam (11/4).
Pembawa paji atau bendera dalam ritual Paji Nyili-nyili pada perayaan Hari Jadi Tidore ke-911. (Foto: Faris Bobero/cermat)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Yakub Husen, mengatakan bahwa Paji Nyili-nyili selalu ditetapkan pada tanggal 12 April, setiap tahunnya.
"Karena tanggal ini bertepatan dengan Revolusi Tidore, ketika Nuku datang dan kembali merebut takhta kesultanan tanpa pertumpahan darah," terang Yakub di lokasi acara kepada cermat, Jumat (12/4).
Di samping itu, acara Paji Nyili-nyili bertujuan untuk menyatukan seluruh warga yang berada di wilayah Kesultanan Tidore. Termasuk dari Kecamatan Oba, Oba Utara, hingga Pulau Mare.
ADVERTISEMENT
"Malamnya (Paji Nyili-nyili) digelar di Pulau Mare," tambah Yakub. Pulau Mare terletak di bagian barat Pulau Tidore. Secara administrasi, pulau ini masuk Kecamatan Tidore Selatan.
Ratusan pria berpakaian adat khas Tidore membawa sejumlah paji atau bendera dalam perayaan Hari jadi Tidore ke-911. (Foto: Faris Bobero/cermat)
Yakub mengatakan, Paji Nyili-nyili bergerak dari tiap daerah menuju satu titik, yakni Keraton Kesultanan Tidore. Titik inilah yang menjadi asal mula Nuku memberontak, untuk merampas kembali kekuasaan tanpa pertumpahan darah.
"Paji Nyili-nyili ini lebih didorong pada semangat masyarakat adat. Jadi semua paji digiring ke semua tempat. Dari situ kita doakan. Dibuatkan ritual sendiri sebelum paji-nya dibawa ke kampung-kampung hingga berakhir di keraton," jelasnya.
Yakub juga mengatakan, untuk sementara disebut Nyili Seba-seba, yang berarti wilayah terdekat, karena melibatkan juga Kecamatan Oba. Oba sendiri masuk wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan.
ADVERTISEMENT
"Mereka di Oba perangkat adatnya sudah dibentuk oleh sultan. Makanya utusan dari Oba hingga Oba Utara, masuk melalui Pulau Mare," katanya.
Sebab, menurut Yakub, dulunya konsolidasi kekuatan Nuku membentang di wilayah Oba, Oba Utara, hingga Maba, Weda, dan Patani. "Di sini masuk melalui Pulau Mare," ungkapnya.
Peserta ritual Paji Nyili-nyili pada perayaan Hari Jadi Tidore ke-911. (Foto: Faris Bobero/cermat)
Menurut Yakub, Paji Nyili-nyili adalah bendera-bendera kehormatan sekaligus simbol kekuatan Nuku, yang bergerak mengitari Tidore dalam upaya merebut takhta. "Jadi sebenarnya, ini hanya mengingatkan kembali perjuangan Nuku saat merebut takhta di tanggal 12 (April) itu," tuturnya.
Terkait jumlah paji, kata Yakub, saat ini mereka sudah mendapatkan sekitar 550 buah. Paji tersebut berasal dari Maluku Tenggara, seperti Pulau Seram, Tanimbar, hingga Kei. "Mereka juga punya masing-masing paji. Dan itu kita sudah dapat," tutupnya.
ADVERTISEMENT
***
Jumat pagi (12/4), barisan pasukan pembawa paji tiba di Keraton Kesultanan Tidore, setelah semalam berjalan mengelilingi pulau yang memiliki luas wilayah 1.550,37 kilometer persegi itu.
Di keraton, acara dilanjutkan dengan upacara peringatan Hari Jadi Tidore Ke-911. Seluruh rangkaian acara berlangsung khidmat, usai sepekan sebelumnya Kota Tidore Kepulauan diwarnai dengan sejumlah kegiatan bernuansa adat.
Sultan Tidore ke 37, Husain Alting Sjah, usai memberikan sambutan pada upacara puncak perayaan Hari Jadi Tidore Ke-911 di Keraton Kesultanan Tidore. (Foto: Olis/cermat)
Sultan Tidore ke-37, Husain Alting Sjah, dalam kesempatan itu mengucapkan terima kasih dan mengaku bersyukur atas kehadiran sejumlah tamu undangan dalam momentum ini.
"Ini kehormatan yang luar biasa," kata Husain kepada wartawan di Keraton Kesultanan Tidore, Jumat (12/4).
Di usia yang sudah menginjak 9 abad ini, eksistensi Kesultanan Tidore masih terjaga dengan baik. Terkait hal itu, Husain berpesan, agar budaya yang telah diwarisi para leluhur harus dijaga. "Karena budaya adalah identitas yang harus dipertahankan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Husain, jika kita kehilangan budaya berarti kita kehilangan identitas. "Itu tidak boleh terjadi dan negeri ini harus punya identitas. Ini harus dijaga dan dilestarikan dengan baik," tandas Husain.
---
Olis