Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Pakar Hukum Tata Negara Dinilai Keliru Melihat Peluang MHB-GAS di MK
20 Februari 2021 10:21 WIB
ADVERTISEMENT
Tim Kuasa Hukum pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate Muhammad Hasan Bay-Asghar Saleh (MHB-GAS), Muhammad Konoras, menilai pernyataan pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis soal peluang di Mahkamah Konstitusi (MK) keliru.
ADVERTISEMENT
“Karena yang menentukan permohonan sengketa hasil itu harus diukur oleh hakim MK, dengan mempertimbangkan semua alat bukti yang diajukan oleh pemohon," ucap Konoras kepada wartawan, Jumat malam (19/2).
Konoras bilang, kendati penilaian tersebut dipandang sah-sah saja, namun Margarito sebagai seorang ahli tata negara mestinya tak sekadar melihat dari perolehan suara semata, namun juga dari sisi pelanggaran yang krusial dipraktekkan oleh penyelenggara, baik di tingkat KPPS bahkan hingga KPU.
"Karena paradigma penilaian MK telah berubah. Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang tata cara beracara di Mahkamah tidak lagi sebatas perbandingan hasil suara, tapi juga mempertimbangkan pelanggaran yang secara signifikan memengaruhi terpilihnya pasangan calon," ujarnya.
Ia menilai, Margarito keliru melihat sebuah permohonan sengketa hasil di MK yang hanya berdasarkan sebuah asumsi, tanpa mengetahui fakta dan bukti-bukti yang ada.
ADVERTISEMENT
Tim Hukum MHB-GAS sendiri telah menyiapkan semua pelanggaran yang terjadi di sekitar 43 TPS ke dalam dalil permohonannya.
"Dan kami siap membuktikan semua dalil-dalil tersebut pada saat sidang pembuktian lanjutan," terangnya.
Margarito, menurut Konoras, terlalu singkat menilai sebuah kasus hukum yang bersengketa di MK. Karena hanya berdasarkan pada apa yang dibaca dan informasi dari kerabat, tanpa melihat fakta dan data yang dimiliki tim hukum MHB GAS.
Mestinya, disampaikan juga soal sederet pelanggaran seperti menggunakan KTP orang lain untuk mencoblos, menggunakan undangan orang lain, komisioner KPU mengancam saksi untuk tidak melakukan keberatan, mencoblos lebih dari satu kali, hingga memobilisasi pemilih.
“Ya sebagai ahli di hadapan Persidangan MK, bukan merendahkan orang yang ingin menegakan Demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22 E UUD Tahun 1945.”
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, soal menang kalah di MK itu adalah bisa disebut berada di urutan ke-10 untuk dibahas. Namun, yang terpenting adalah bagaimana orang-orang di republik ini punya keinginan untuk menegakkan demokrasi secara adil, terukur, dan bermartabat.
“Jangan kemudian pihak yang memperjuangkan demokrasi malah dianggap sebagai upaya sia-sia, mestinya didukung dengan segala argumen agar bisa terjadi perubahan yang berarti untuk kepentingan kita semua,” pungkasnya.
______
Yunita Kadir