Konten Media Partner

Pembuangan Limbah Nikel di Obi Jadi Ancaman bagi Kehidupan Nelayan

12 Maret 2020 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi ketika membentangkan spanduk berisi protes tentang pembuangan limbah nikel di Obi
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi ketika membentangkan spanduk berisi protes tentang pembuangan limbah nikel di Obi
ADVERTISEMENT
Puluhan orang yang tergabung di dalam Front Perjuangan Rakyat Obi (FPRO) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor cabang PT. Harita Group di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan, Kamis (12/3).
ADVERTISEMENT
Aksi tersebut dilakukan menyusul adanya kebijakan pemerintah Maluku Utara (Malut) yang mengizinkan pihak perusahaan PT. Trimegah Bangun Persada, anak usaha Harita Group, untuk membuang limbah sisa pengolahan nikel di laut Pulau Obi, Halmahera Selatan.
“Masih belum luput dari ingatan kita akan kebakaran hutan di Kalimantan hingga reklamasi pantai yang kian marak di Malut. Kini kita sedang diperhadapkan dengan sebuah proyek pembuangan limbah (Deep Sea Tailing Placement) yang turut memperpanjang deretan kerusakan lingkungan,” bunyi agitasi yang dibagikan massa aksi.
Ada empat tuntutan yang disuarakan demonstran, pertama menuntut penghentian pembuangan limbah (tailing) di Pulau Obi. Kedua, menutup tambang PT Trimegah Bangun Persada, termasuk PT Harita Group. Ketiga, menuntut Gubernur Malut mencabut SK No. 502/12/DPMPTSP/VII/2019 tentang Izin Pemanfaatan Tata Ruang Laut sebagai pembuangan Tailing di pulau Obi. Keempat, menolak pembuangan tailing serta menutup semua tambang yang ada di Malut.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui sebelumnya, pada 2 Juli 2019 silam, Gubernur Malut, KH. Abdul Gani Kasuba meneken Surat Keputusan terkait izin lokasi perairan. SK itu disebut-sebut sebagai legitimasi bagi perusahaan untuk leluasa membuang limbah ke laut.
Melky Nahar, juru kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) saat dihubungi cermat mengaku pembuangan limbah itu menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan.
“Pembuangan limbah ini jelas menambah kehancuran, mulai dari ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai sumber penghidupan,” katanya.
Tak hanya itu, aktivitas tersebut juga mengancam kesehatan masyarakat, baik karena terpapar secara langsung, maupun terpapar secara tidak langsung karena mengonsumsi pangan dari laut yang sudah tercemar.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, lanjut Melky, nasib 3.343 keluarga nelayan di Pulau Obi juga akan dipertaruhkan dengan adanya aktivitas pembuangan limbah tersebut.
“Pada prinsipnya, kami menuntut Gubernur Malut untuk mengkaji ulang izin yang telah dikeluarkan. Termasuk menghentikan rencana pembuangan tailing di wilayah Obi. Itu sangat-sangat berisiko bagi masyarakat,” pungkasnya.