Pemerintah di Maluku Utara Dinilai Tidak Serius Atasi Masalah Sampah

Konten Media Partner
7 November 2022 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis seasoldier Maluku utara melakukan  kegiatan brand audit di Pantai Weda, Halmahera Tengah, berkolaborasi dengan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (6/11). Memunggut 300 keping sampah yang didominasi gelas dan botol air minum dalam kemasan dan softdrink. Foto: Tim Ekspedisi Sungai Nusantara
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis seasoldier Maluku utara melakukan kegiatan brand audit di Pantai Weda, Halmahera Tengah, berkolaborasi dengan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (6/11). Memunggut 300 keping sampah yang didominasi gelas dan botol air minum dalam kemasan dan softdrink. Foto: Tim Ekspedisi Sungai Nusantara
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah di Maluku Utara dinilai tidak ada upaya serius dalam mengurangi luberan sampah plastik ke laut. Sebab, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menemukan banyak muara sungai yang masih dipenuhi sampah.
ADVERTISEMENT
Menurut peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara, Prigi Arisandi, pemerintah daerah belum memahami roadmap pengurangan sampah ke laut hingga 70 persen, sehingga tidak ada regulasi, strategi dan aksi di daerah untuk mengurangi sampah plastik ke laut.
“Di Ternate, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, dan Halmahera Barat, sampah tidak terkelola, dibiarkan, ditimbun di jalan-jalan, dan mengalir ke selokan sungai yang akhirnya menuju ke laut," ungkap Prigi, kepada cermat, Senin (7/11).
Di Weda, Halmahera Tengah, kata Prigi, Seasoldier berkolaborasi dengan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menggelar kegiatan Brand Audit di pantai Weda pada 3-6 November 2022. Dalam kegiatan ini, tim menemukan banyak sampah botol air minum sekali pakai, gelas plastik, popok dan saset menghiasi pantai dan sungai.
ADVERTISEMENT
"Kondisi perairan yang dipenuhi sampah plastik menjadi indikator tidak seriusnya Pemerintah Halteng dalam pengelolaan sampah. Dan sama sekali tidak peduli dengan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi limpasan sampah plastik dari sungai menuju ke laut," tutur Prigi.
Karena saat ini, tambah Prigi, Indonesia memiliki roadmap pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada tahun 2030. Namun, temuan Tim ESN di perairan Provinsi Maluku Utara, masih banyak sampah di muara-muara sungai tanpa ada upaya serius dari pemerintah kabupaten dan kota untuk mengendalikan dan mengelola sampahnya.
Seperti di Weda, Halmahera Tengah, ditemukan sampah dari brand-brand terkenal seperti Mayora, Wings, Unilever, Indofood, Danone, Unicharm dan Coca-cola teronggok di muara sungai.
"Temuan itu menunjukkan packaging dari brand terkenal mendominasi sebesar 18 persen, disusul Wings 12 persen, Unilever 9 persen, Unicharm produsen popok Mamypoko 7 persen. Sementara Danone dan Coca-cola masing-masing 4 persen. Dan sampah plastik didominasi sampah botol plastik merk Asegar (45 persen) yang merupakan brand lokal," ungkap penggiat Seasoldier Halmahera Tengah, Baba Ali.
ADVERTISEMENT
Menurut Prigi Arisandi, pembiaran sampah plastik di perairan Maluku Utara akan menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut dan kesehatan warga. Karena keberadaan sampah plastik di perairan akan terfragmentasi menjadi mikroplastik, mikroplastik yang identik dengan plankton, dan ini akan dimakan ikan.
Ia menyebut perairan Weda sudah tercemar mikroplastik. Dari dua lokasi sungai dan pantai di Weda, tim ESN menemukan lebih dari 100 partikel dalam 100 liter air.
“Jenis mikroplastik yang mendominasi adalah jenis fiber yang berasal dari limbah cair domestik pemukiman, dengan tidak adanya instalasi air limbah di pemukiman maka air cucian yang membawa mikroplastik akan mencemari perairan Weda," kata Prigi.
Karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memprioritaskan penanganan sampah plastik dan mengimbau masyarakat di Maluku Utara untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti gelas plastik, botol plastik air mineral, soft drink, popok, sachet, styrofoam, dan tas kresek.
ADVERTISEMENT
Prigi bilang, pemerintah Malut tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik sehingga sampah plastik umumnya akan dibakar, ditimbun di lahan terbuka atau dibuang ke sungai yang besar potensinya menjadi mikroplastik. Dan, ujung-ujungnya akan hanyut di air dan menjadi konsumsi ikan.
“Kita belum sadar, apa yang kita buang akan kembali ke meja makan kita," tutup Prigi