Pentingnya Kehadiran 4 Kesultanan di Festival Moti Veerbond

Konten Media Partner
1 April 2019 19:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Camat Pulau Moti, Hasan M Matdoan saat diwawancarai cermat di Pulau Moti. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
zoom-in-whitePerbesar
Camat Pulau Moti, Hasan M Matdoan saat diwawancarai cermat di Pulau Moti. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
ADVERTISEMENT
Camat Pulau Moti, Hasan M Matdoan, berharap Festival Moti Veerbond yang bakal digelar pada 27-28 April mendatang, bisa menghadirkan empat kesultanan di Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
"Terkait dengan Festival Moti Veerbond ini, saya sendiri berharap bisa menghadirkan empat kesultanan di Maluku Utara," ujar Hasan saat disambangi cermat di pelataran kantor Kecamatan Pulau Moti, Ternate, pada Minggu (31/3).
Menurut Hasan, kehadiran empat kesultanan ini untuk memastikan lokasi pertemuan atau persekutuan yang dilaksanakan empat kesultanan.
"Ya meskipun berbeda usia dan masa ya. Tapi setidaknya ada kesepakatan dan kesepahaman untuk mendudukan kembali tempat pertemuan itu," katanya.
"Karena biar bagaimana pun, selama ini, mengenai lokasi ini saja, masih saja ada versi-versi cerita. Ada yang bilang lokasinya di Kelurahan Tafamutu, ada yang bilang di Tadenas," lanjutnya.
Batu Sultan di Kelurahan Tadenas. Batu ini dipercaya masyrakat sebagai lokasi pertemuan empat sultan pada tahun 1322. (Rajif Duchlun/cermat)
Moti Veerbond atau peristiwa persekutuan Moti sendiri dituliskan oleh M Adnan Amal dalam bukunya Kepulauan Rempah-Rempah, terjadi di Pulau Moti, pada tahun 1322 untuk membahas konflik yang terjadi sesama kesultanan.
ADVERTISEMENT
Persekutuan yang dihadiri empat kesultanan, yakni Jailolo, Bacan, Tidore, dan Ternate ini, membuat ketegangan dan intrik yang terjadi selama 20 tahun itu dapat diredam.
Kendati begitu, sejarah tersebut, menurut Hasan, perlu dilakukan penelitian lanjutan. Sebab selama ini, diakuinya penelitian mengenai Moti Veerbond masih sangat sedikit.
"Ya mungkin juga bisa dibuat Seminar, supaya ini bisa dipastikan menjadi wisata sejarah, karena kami juga di sini ada benteng peninggalan kolonial," pungkasnya.
---
Rajif Duchlun