Konten Media Partner

Pentingnya Menjaga Karst Sagea, Halmahera Tengah

3 Januari 2023 10:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Air sungai mengalir dari dalam gua Bokimaruru, salah satu kawasan Karst di Sagea, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Foto: Supriyadi Sudirman/jalamalut
zoom-in-whitePerbesar
Air sungai mengalir dari dalam gua Bokimaruru, salah satu kawasan Karst di Sagea, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Foto: Supriyadi Sudirman/jalamalut
ADVERTISEMENT
Kawasan Karst Sagea yang membentang dari Desa Gemaf sampai ke Desa Fritu, Halmahera Tengah, Maluku Utara, terancam hilang akibat operasi salah satu perusahaan. Selain itu, fenomena warga menjual lahan perkebunan di area lokasi tersebut menjadi pekerjaan rumah, bagi daerah itu.
ADVERTISEMENT
Hal ini mencuat dalam diskusi bertajuk 'Ancaman Terhadap Lingkungan dan Hilangnya Ruang Hidup di Kawasan Karst', yang diselenggarakan alumni Yogyakarta di Maluku Utara (Jogja Ma Fala)di Jenggala Raya, sebuah kedai di Ternate, pada Senin, 2 Januari 2023, malam.
Ketua IAGI Maluku Utara Deddy Arief mengatakan, persoalan karst tersebut mulai didiskusikan sejak pertengahan 2021. Namun, hingga saat ini, hasil yang diharapkan, terlindungi kawasan karst di lokasi tersebut, belum bisa tercapai.
Diskusi yang diselenggarakan alumni Yogyakarta di Maluku Utara di Jenggala Raya, sebuah kedai di Ternate, pada Senin, 2 Januari 2023, malam. Foto: Istimewa
"Berkaca pada daerah lain, seperti di Kendeng, Jawa Tengah, kerja-kerja lapangan mengawal isu seperti ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, katakanlah lebih dari satu hingga dua tahun," kata Deddy, melalui keterangan resmi yang diterima cermat,Selasa (02/01/23)
Stalagtit dan stalagmit di dalam goa Boki Moruru, Halmahera. Foto: Dok. Madjid Alting
Deddy bilang, kawasan karst bagaimanapun harus dilindungi. Pasalnya, kawasan tersebut merupakan sumber air masyarakat di sekitar wilayah konsesi. Di samping itu, kawasan itu digunakan sebagai satu dari sekian destinasi wisata dan edukasi. Bahkan, masyarakat lokal masih melakukan ritus kebudayaan, seperti berziarah, di kawasan karst tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi, perjuangan karst di Halmahera Tengah bukan sekadar perjuangan geopark, karst lebih tinggi nilainya jika harus dibandingkan dengan geopark,” ujarnya.
Ironisnya, kata Deddy, isu tersebut hanya mendapat perhatian segelintir orang di Maluku Utara. Lembaga pendidikan tinggi dan akademisi masih belum terlibat secara masif dalam melindungi kawasan karst tersebut. Itu sebabnya, gerakan selamatkan karstyang ada masih belum bertenaga.
"Sebagai perbandingan, di sejumlah wilayah, seperti Flores dan Papua, akademisi dan kampus ikut berteriak, dan kekuatannya masif," ungkapnya.
Pegiat geopark Maluku Utara itu juga mendorong orang muda yang peduli pada isu lingkungan untuk memanfaatkan sosial media dalam membentuk gerakan sosial menjaga kawasan karst tersebut. "Cukup satu konten dalam satu minggu. Yang penting ialah, itu dilakukan secara rutin," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ical, pemuda Sagea mengatakan, saat ini, warga gencar menjual lahan kepada pihak perusahaan, dan lahan mereka terletak tidak jauh dari wilayah konsesi. "Permasalahannya, kepala desa justru menjadi contoh buruk dengan menjadi orang pertama yang menjualnya. Jadi, masyarakat pun mengikuti jejaknya," ungkap Ical.
“Ruang diskusi dan kampanye karst Sagea harus masif dan konsisten dilakukan, untuk terus membangun kesadaran kolektif terhadap pentingnya karst sebagai sumber hidup dan kehidupan,” tambah Ical.