Pesan Dua Sultan dari Tanah Igobula, Halmahera Utara

Konten Media Partner
15 Maret 2022 8:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sultan Tidore Husain Sjah dan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah, saat menghadiri hari jadi ke-528 Kampung Igobula di Galela Selatan, Halmahera Utara. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sultan Tidore Husain Sjah dan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah, saat menghadiri hari jadi ke-528 Kampung Igobula di Galela Selatan, Halmahera Utara. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Lautan manusia menyambut kedatangan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah dan Sultan Tidore Husain Sjah.
ADVERTISEMENT
Keduanya diundang dalam hajatan hari jadi ke-528 Kampung Igobula di Galela Selatan, Halmahera Utara, Maluku Utara, Senin (14/3).
Dalam kesempatan itu, Sultan Ternate Hidayatullah Sjah lebih banyak menekankan soal status dan hak kelola tanah.
Ia berujar, saat ini daratan Halmahera menjadi idola bagi para investor. Mereka tertarik mengelola kekayaan yang terkandung.
"Tapi ingat, investasi harus menjadi alat untuk mensejahterakan rakyat. Mampu menyelamatkan generasi 30-50 tahun ke depan," ujarnya.
Sebagai langkah serius, Kesultanan Ternate bakal membuat suatu keputusan untuk disampaikan ke Presiden, Gubernur, Bupati, hingga Wali Kota.
"Khususnya di wilayah Kesultanan Ternate. Jadi, seluruh tanah adat tidak boleh lagi diperjualbelikan," tegasnya.
"Kasihan rakyat saya. Mau berkebun diusir. Jadi, saya imbau masyarakat Galela, jaga ngoni (kalian) pe tanah," tambahnya.
Sultan Tidore Husain Sjah dan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah disambut warga Desa Igobula, Galela Selatan, Halmahera Utara. Foto: Istimewa
Selain itu, Hidayatullah juga mengaku akan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk pembibitan pohon.
ADVERTISEMENT
"Jadi mungkin ngoni di sini ada lahan 40 hektare, torang (kita) bikin pembibitan, dan itu (bibit) diberikan secara cuma-cuma," jelasnya.
Investor cukup dengan kontrak kerja sama. "Jadi mau kelola 50 tahun, 100 tahun, silakan. Tapi tidak menjadi hak milik. Karena lahan itu demi generasi mendatang," ujarnya.
Bagi ia, sangat tidak manusiawi bila generasi mendatang memikul beban berat, akibat dari kebijakan generasi hari ini.
"Karena saya pernah urus masalah tanah di Morotai. Di sana tanahnya hanya dibayar Rp1.000 per hektare, naudzubillahiminzalik. Itu tidak boleh terjadi di Galela," ujarnya.
Bahkan, persoalan tanah membuat sang sultan kerap bertikai dengan pemerintah daerah.
"Mau manfaatkan lahan tanpa barekeng (berhitung) dengan torang (kami) di Kesultanan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Padahal, negara ini terbentuk baru 70 tahun, kami sudah 800 tahun," tandas Hidayatullah.
Bahkan, kata ia, dalam hukum adat di wilayah Kesultanan Moloku Kie Raha, hampir tak ada pertikaian masalah tanah.
"Ada Aha (lahan) Kolano yang dikuasai Sultan, Aha Soa atau kampung yang dikuasai marga, dan Aha Cucatu yang dikuasai pribadi," ujarnya.
"Jadi bukan berarti setelah kesultanan bergabung ke dalam NKRI lantas hak-hak itu hilang, tidak bisa seperti itu," tegasnya lagi.
Sultan Tidore Husain Sjah dan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah foto bersama yang dilatari warga Desa Igobula, Galela Selatan, Halmahera Utara. Foto: Istimewa
Sultan juga mengajak Pemda untuk bersama membangun negeri ini. "Bukan jalan sendiri-sendiri dalam membangun," pungkasnya.
Senada dengan itu, Sultan Tidore Husain Sjah menegaskan, pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap seluruh masyarakat adat di jazirah Moloku Kie Raha.
Karena menurut ia, setiap anak yang lahir di Maluku Utara punya ikatan dengan adat istiadat.
ADVERTISEMENT
"Itu menunjukkan seperti yang Pak Jasmin Rainu bilang tadi, Auuu.. Auuu..." tutur anggota DPD RI Dapil Maluku Utara ini.
Kalimat Au, sambung Husain, orang Tidore menyebut Au se Rehe. "Itu baku campur antara darah dan ikatan batin, tubuh ini menjadi satu," paparnya.
Sebab jika hanya Au tanpa Rehe, maka Au tidak akan melahirkan kehidupan. "Jadi hari ini, Au se Rehe bercampur jadi satu," tandasnya.
Generasi hari ini hari harus bangkit membangun negeri. "Karena di sini pernah lahir satu peradaban besar," tegasnya.
"Dan torang (kita) lebih tua dari peradaban yang ada di republik ini," ucap Husain menambahkan.
Dalam penyampaian terakhir, Husain mengaku Kampung Igobula adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kesultanan Ternate dan Tidore.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan Husain, dari sisi historis, dulu terdapat seorang wanita bernama Boki Bobola yang dinikahi salah satu pangeran dari Tidore.
"Salah satu keturunannya dibawa ke Tidore dan dipercayakan menjadi Gimalaha hingga imam masjid Sigi Kolano," papar Husain.
Bahkan di perkampungan Soakonora, Galela, disebut Husain, berasal dari Tidore. Lalu berhijrah ke Ternate hingga ke Igobula, dan kembali berkhidmat di Tidore.
"Ini adalah ikatan yang saling berkelindan antara satu dengan yang lain. Ternate dan Tidore itu bersaudara," tandasnya.
Bagi Husain, momentum kali ini sangat berharga. Karena mempertemukan dua orang Sultan sekaligus.
"Belum pernah terjadi dan peristiwa ini bisa menjadi sebuah catatan sejarah untuk dikenang oleh warga Igobula," pungkas Husain.
---
Nurkholis Lamaau
ADVERTISEMENT