Konten Media Partner

PLTU Tidore, Janggal Sejak Awal?

7 Agustus 2019 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore nampak dari depan. Foto: Olis/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore nampak dari depan. Foto: Olis/cermat
ADVERTISEMENT
Ribut-ribut soal kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, tak hanya terjadi sejak awal. Seiring waktu, warga di lingkungan Rum Balibunga, Tidore Utara, dibuat resah. Sebab belakangan ini, dampaknya mulai terasa. Bentuk protes sempat tertuang pada pertemuan dengan DPRD Tidore di awal Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Dari situ, PLTU berbenah. Seperti pemasangan jaring penangkal debu, mengganti filter cerobong pembakaran, serta rencana penanaman bambu dan pembangunan gudang tertutup untuk penyimpanan batubara. Namun klaim steril dari dampak polusi tak dapat digaransi.
Cerobong pembuangan hasil pembakaran batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore, sebelum filter diganti. Foto: Olis/cermat
Belum lama ini, Asisten Manager Pelayanan Distribusi Pembangkit Listrik Nasional (PLN) Kota Ternate, Syaiful Ali, mengatakan, upaya untuk meminimalisir sebaran debu telah dilakukan. "Tapi kami tidak bisa pastikan 100 persen," katanya.
Syaiful berdalih, PLTU tidak akan berdiri di lokasi itu, jika tak diizinkan Pemerintah Kota Tidore. "Kami dapat izin di era pemerintahan Pak Achmad Mahifa," tandasnya.
Perencanaan awal, kata Syaiful, PLTU hendak dibangun di Ternate. Namun tidak ada lahan, sehingga dialihkan ke Tidore. Bahkan Mahifa sendiri menjanjikan pembangunan jalur pengangkutan batubara yang dibuat melingkar. "Tapi tidak jadi. Mungkin pertimbangan anggaran," katanya.
Sebuah speedboat melintas di depan area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore. Nampak gundukan batubara di belakangnya. Foto: Olis/cermat
Sumber cermat di Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Tidore, menyebut RTRW 2013-2023 yang tengah direvisi saat ini diduga produk gagal.
ADVERTISEMENT
Sebab di era itu, ada kebijakan pemerintah pusat untuk mempercepat penyusunan RTRW di daerah. "Jadi untuk Ternate stresnya 2 tahun, di sini (Tidore) tidak ada stresnya. Main bawa ke Jakarta saja, langsung oke," kata sumber tersebut.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Fisik dan Prasarana, Bapelitbangda Kota Tidore Kepulauan, Halis, kepada cermat di Tidore, Rabu (7/8/2019), mengaku tidak tahu persoalan itu. Namun sebelum PLTU dibangun, kawasan Rum belum teraliri listrik selama 3 bulan.
"Mungkin kita bisa memahami, jadi orang main gampang-gampang saja. Mau difasilitasi (listrik). Jadi kira-kira bagaimana suasana kebatinan saat mereka dalam situasi gelap gulita selama 3 bulan," ujar Halis.
Halis bilang, masalah ini seperti 'masuk toilet umum'. "Harus disiram lebih dulu sebelum buang hajat. Memang PLTU ini bikin dilema. Apakah mau dipindahkan, ditutup, atau diganti bahan bakarnya yang ramah lingkungan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, indikasi programnya adalah merelokasi permukiman warga atau memperketat pembuangan jenis limbah. Namun yang menjadi kelemahan -- di luar konteks tata ruang -- adalah: penerapan terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Deretan speedboat terparkir di depan area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore. Nampak berdiri monumen Ferdinand Magelhaens di dekatnya. Foto: Olis/cermat
"Amdal itu setelah dibikin, disimpan rapi. Tidak pernah digubris. Kalau pun dokumen PLTU Tidore hanya UKL-UPL (Uji Kelayakan Lingkungan - Uji Pengelolaan Lingkungan) saya rasa tidak mungkin. Masak proyek sebesar itu tidak ada Amdal," katanya.
Halis bilang, dalam tata ruang, ada yang namanya pusat pelayanan kota dan kawasan strategis. Sedangkan kawasan strategis perekonomian dan kepelabuhanan di Rum Balibunga, bukan atas kehadiran PLTU.
Rum Balibunga menjadi kawasan strategis karena merupakan pintu masuk ke Tidore. “Kawasan strategis karena ada fungsi ekonominya. Bukan karena PLTU-nya. Kehadiran PLTU hanya tuntutan pola ruang saja," katanya.
Jaring penghalang debu mengitari area penampungan batubara di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore. Foto: Olis/cermat
Menurut dia, secara eksisting, terdapat beberapa ruang di kawasan tersebut. Seperti pelabuhan kapal ferry, permukiman warga, cagar budaya, hingga PLTU. "Memang ini beban bagi kami juga. Bukan secara personal, tapi terkait hajat hidup orang banyak," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, revisi RTRW Tidore masuk pada tahap transisi. Namun untuk diajukan ke DPRD, terdapat beberapa persyaratan yang belum dipenuhi, yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sebab ini akan dibawa ke gubernur untuk persetujuan.
"Tapi satu mekanisme yang memakan waktu lama adalah, persetujuan subtansi. Itu harus dibawa ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Kami belum sampai ke tahap itu," katanya.
Ia menilai, orang yang menyusun dokumen seakan tidak serius. Pun jika diseriusi, terkesan tak serius dijalankan. Sebab jika hal ini dijalankan dengan baik, maka tidak ada persoalan.
Ia mencontohkan, jika dikatakan tidak ada dampak Ispa (penyakit pernapasan) pada UKL-UPL, lantas siapa komisi Amdal yang meloloskan saat itu. “Kalau dibilang tidak ada pencemaran udara, cek kembali UPL-nya. Lalu apakah dipantau atau tidak, ada pencegahan atau tidak, ada sanksi atau tidak," bebernya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, masalah ini tidak hanya di perencanaan. Karena hal ini hanya dipandang sebagai administrasi semata. Padahal, izin lingkungan yang diterbitkan instansi terkait adalah keterwakilan dari kepala daerah. "Selalu ada pengkajian dalam setiap perencanaan," katanya.
Halis bilang, semisal di laut, terdapat terumbu karang yang bagus. Sementara pemerintah butuh ruang, sehingga perlu direklamasi. "Lalu dari dua hal itu, mana yang berpotensi mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)," katanya.
Bagi Halis, selalu ada pendekatan lain soal PLTU. Sayangnya, ia mengaku tidak memiliki data atas perencanaan itu. "Karena PLTU dibangun 2003, RTRW disahkan 2013. Saat itu saya belum jadi PNS," tutupnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kota Tidore Kepulauan, Muslihin, kepada cermat di Tidore, mengatakan, tidak bisa ada penggabungan dalam satu ruang.
ADVERTISEMENT
Seperti kawasan strategis perekonomian, pelabuhan, permukiman, hingga industri, harus dipisah. "Dipilah-pilah. Dipertegas mana kawasan industri, mana permukiman. Harus terukur dan dipisah," katanya.
Masalahnya, jauh sebelum PLTU hadir, sudah ada permukiman di wilayah tersebut. "Seharusnya ini di desain secara matang dari awal. Jadi ada pemisahan antara pemukiman dan industri. Jangan campur aduk seperti itu," katanya.
Akademisi Program Studi Ilmu Kehutanan, Universitas Nuku Tidore, Muhammad Julham, kepada cermat, mengatakan, dalam peraturan daerah (Perda) nomor 25 tahun 2013, tentang RTRW Kota Tidore tahun 2013-2023, wilayah Rum adalah kawasan strategis perekonomian dan pelabuhan.
Namun persoalannya terletak pada legal standing. Sebab wilayah Rum tidak diperuntukan untuk kawasan industri. "Jadi kalau tidak tertuang di RTRW, maka pembangunan PLTU jelas melanggar tata ruang," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut alumnus pasca sarjana Ilmu Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, angkatan 2016 - 2018 ini, pembangunan harus menyesuaikan dengan regulasi. Tidak bisa menyesuaikan pada pembangunan. "Jangan di bolak-balik begitu," katanya.
Julham bilang, kasus ini sama seperti kehadiran 3 unit gedung pada Open Space di Kelurahan Tomagoba, Tidore Timur. "Situ jelas telah menyalahi aturan. Karena itu adalah kawasan ruang terbuka hijau," katanya.
Bagi Julham, upaya merevisi RTRW adalah itikad baik baik dari Pemda. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah fungsi ruang. Jika kawasan industri, harus dilihat jarak permukimannya. “Kan semua sudah diatur. Tinggal dilihat aturan turunannya seperti apa. Jangan sampai industri ini menganggu aktivitas masyarakat," katanya.
Persoalan layak dan tidaknya dapat dilihat pada dokumen lingkungan. Baik itu UKL-UPL, Amdal, atau Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH). "Kalau dokumennya berupa UKL-UPL, harus dilihat, apakah menganggu masyarakat, mencemari udara, air, tanah, vegetasi, flora - fauna, " jelasnya.
ADVERTISEMENT
---
Olis